BOLEHKAH JUAL HARTA WAKAF ? Rabu, 31 Oktober 2018
Penulis : Isnawati, Lc. MA C. Tukar Guling Harta Wakaf Dalam Fiqih 1. Madzhab Hanafi Al-Kasâni menyebutkan di dalam madzhab Hanafi menukar harta wakaf dibolehkan apabila wakif mensyaratkan di dalam ikrar wakaf, dan ini merupakan pendapat dari Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad. Dari Abû Yûsuf, apabila seorang wakif mensyaratkan bagi dirinya untuk menjual harta wakaf dan menggantinya dari hasil tersebut harta wakaf yang lebih baik maka hukumnya boleh. Sesungguhnya menetapkan syarat dalam wakaf, tidak membatalkan wakaf. Karena menjual pintu masjid ketika dia rusak, atau menjual pohon wakaf yang telah kering, kemudian menggantinya dengan yang lain sesungguhnya itu tidak memutus wakaf. Namun apabila di dalam ikrar wakaf tidak mensyaratkan, maka menurut Abû Hanîfah dan Muhammad tidak boleh, sedangkan menurut AbûYusuf tetap boleh. 2. Madzhab Maliki “Menurut ulama kami, tidka diperbolehkan menjual harta wakaf, kecuali berupa rumah yang berada disamping masjid, kemudian diperlukan untuk perluasan masjid. Maka mereka membolehkan melakukan penukaran dengan syarat hasil dari penjualan rumah tersebut dipergunakan untuk membeli harta wakaf pengganti.” (al-Ghârnâthî, Al-at-Tâj wal Iklîl li Mukhtashar Khalîl, (tt.p:, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1416 H/1994 H), Cet. ke-1, jilid. 7, h. 663 3. Madzhab Asy-Syafi’i “sehingga tidak bisa dipakai untuk shalat, maka hal tersebut tidak dapat mengembalikan kepemilikan kepadanya, dan tidak boleh menjual atau menukarnya, karena kepemilikan atas masjid tersebut telah dan selamanya milik Allah. Tidak akan kembali meski telah terjadi sirna. Sama seperti seorang budak yang telah dimerdekakan, maka akan selamanya dia merdeka setelah itu. Adapun jika seseorang mewakafkan kebun kurma, kemudian kurma tersebut kering, atau mewakafkan hewan ternaknya, kemudian hewan tersebut sakit- sakitan, atau mewakafkan batang kurma kemudian batang tersebut lapuk, maka dalam hal ini ada dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan haram melakukan penukaran, seperti halnya wakaf masjid. Pendapat kedua mengatakan boleh, karena harta wakaf tersebut sudah tidak dapat diharapkan memberi manfaat, maka menjualnya itu lebih baik daripada membiarkannya rusak tanpa ada gunanya, hal itu berbeda dengan masjid yang masih dapat digunakan melakukan shalat disitu meskipun dalam keadaan rusak. Apabila barang- barang wakaf tersebut ditukar, nilai barang penukar harus senilai barang wakaf…” (Asy-Syairâzi, al-Muhadzdzab, (tt. p, Darel kutub al-‘Ilmiyah, tt), Vol. 2, h. 331.) “Pendapat yang paling kuat adalah boleh menjual menjual harta benda wakaf berupa puing-puing masjid jika telah rusak, atau ada ganti yang lebih dari baik dari yang ada tersebut, supaya harta wakaf tersebut tidak hilang dan sirna begitu saja tanpa memberi manfaat. Hasil penjualannya dibelikan kembali gantinya, maka disini tidak masuk dalam kaidah menjual, karena harta wakaf tersebut tergantikan, yang baru menggantikan yang telah tiada. (Asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, (tt. p, Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1415H/1994M), Cet. ke-1, Vol. 3, h. 550) 4. Madzhab Hambali “Sesungguhnya Imam Ahmad bin Hambal membolehkan mengganti masjid dengan masjid yang lain karena untuk kemashlahatan, begitu juga mengubahnya. Pendapat ini berdasarkan hadis Umar, bahwasanya Umar RA menukar masjid kufah yang lama dengan masjid yang lain. Sehingga bekas masjid yang lama kemudian menjadi pasar kurma. Dan Imam Ahmad juga membolehkan seandainya ditimpa musibah seperti tsunami, maka boleh memindahkan masjid yang ada disana ke tempat yang lain. Bahkan boleh menukar masjid, misalkan warganya disana sudah tidak butuh lagi terhadap masjid tersebut, kemudian masjid itu dijual dan hasilnya dibangunkan kembali masjid di tempat yang lain. (Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatâwa, (Suadi Arabia: Majma’ Malik Fahd, 1416 H/1995M), Vol. ke-31, h. 266) 5. Madzhab Azh-zhahiri Apabila seseorang mewakafkan hartanya, kemudian mengatakan akan menjualnya jika dia membutuhkan, dari segi hukum wakafnya sah, tapi syarat dalam ikrar wakaf merujuk kembali harta wakaf adalah syarat yang bâthil. (Ibnu Hazm, al-Muhalla, jilid 8, h. 161) Di antara empat madzhab tersebut, disamping ada perbedaan-perbedaannya, juga ada persamaan- persamaannya, antara lain :
D. Tukar Guling Wakaf dalam Hukum Positif
Sumber : www.rumahfiqih.com |