Berikut ini yang bukan barang dagangan para pedagang Quraisy yaitu

Fungsi pasar pada masa jahiliyah adalah sebagai tempat para penyair membaca syair-syairnya, majikan memerdekakan hamba sahayanya, atau orang-orang yang meminta perlindungan.

Selain itu, pasar juga menjadi tempat orang yang berselisih mencari keadilan, mencari informasi, pertemuan para pembesar kabilah, dan memamerkan atau membangga-banggakan kabilahnya.

Islam tidak melarang pasar-pasar tersebut, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang ke sebagian pasar tersebut untuk berdakwah.

Sebagian dari pasar tersebut tetap bertahan hingga Daulah Bani Abbasiyah.

Para sejarawan berbeda pendapat mengenai jumlah pasa di era jahiliyah. al-Qalqasyandi mengatakan terdapat 8 pasar, tetapi al-Ya’qubi berpendapat 10 pasar, at-Tauhidi mengatakan 11 pasar, sementara al-Marzuqi menyebut 17 pasar, al-Alusi mengatakan 14 pasar dan Muhammad Habib menyatakan 12 pasar.

Berikut ini di antara pasar-pasar tersebut:

  1. Pasar Dumatul Jandal, terletak di al-Jauf, antara Jazirah Arab dengan Syam, dibuka setiap tanggal 1-15 Rabiul Awwal. Pengunjung pasar ini berasal dari Arab, Irak dan Syam.
  2. Pasar Hijr, terletak di Bahrain (Al-Ahsa, Arab Saudi saat ini). Dibuka setiap bulan Rabi’uts Tsani, pengunjungnya banyak berasal dari Arab dan wilayah sekitarnya.
  3. Pasar al-Musyaqqir, terletak di Bahrain (Al-Ahsa, Arab Saudi saat ini), dibuka setiap Jumada al-Ula. Ramai didatangi pengunjung dari Arab dan wilayah sekitarnya, khususnya Persia.
  4. Pasar Oman, terletak di pantai laut Yaman (negara Oman saat ini). Dibuka setiap bulan Jumada ats-Tsaniyah dan 15-30 Ramadan. Banyak dikunjungi suku Azd dan bangsa lainnya.
  5. Pasar Hubasyah, terletak di Tihamah, antara Hijaz dengan Yaman. Dibuka setiap 1-8 Rajab, dengan pengunjung dari berbagai bangsa. Pasar ini merupakan salah satu pasar yang pernah disinggahi oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perjalanan dagang dengan Khadijah binti Khuwailid sebelum menikah. Pasar ini juga masuk ke dalam jalur perdagangan musim dingin (rihlah syita).
  6. Pasar Sohar, terletak di pantai Oman, dibuka setiap bulan Rajab, banyak didatangi dari berbagai bangsa.
  7. Pasar Dubai, terletak di Teluk Arab, dibuka setiap Rajab sampai 10 Sya’ban, para pengunjung berasal dari India, Sind, Tiongkok dan Arab.
  8. Pasar asy-Syihr, terletak di pantai selatan antara Aden dengan Oman, dibuka setiap 15 Sya’ban. Pasar ini hanya didatangi oleh para pedagang.
  9. Pasar Aden, terletak di selatan Selat Bab el-Mandeb, dibuka setiap 1-10 Ramadan. Pengunjung pasar ini merupakan pedagang dari Arab, Habasyah (Ethiopia) dan Persia.
  10. Pasar Hadhramaut, terletak di antara Oman dan Yaman, dibuka setiap 15-30 Dzulqa’dah. Pengunjungnya berasal dari berbagai bangsa.
  11. Pasar Okaz, terletak di dekat kota Taif, Hijaz, dibuka setiap 1-20/15-30 Dzulqa’dah. Pasar ini merupakan pasar Jahiliyah yang paling terkenal, pusat perdagangan, sosial, sastra yang mempengaruhi bahasa Arab dalam penyatuan dialek mereka. Dikunjungi oleh penduduk dari seluruh Jazirah Arab.
  12. Pasar Majinnah, terletak di dekat kota Makkah, buka setiap tanggal 20-30 Dzulqa’dah. Pusat sosial dan sastra, lebih kecil dari pasar Okaz. Banyak didatangi pengunjung pasar Okaz serta orang-orang yang akan berihram untuk haji.
  13. Pasar Dzilmajaz, Terletak di dekat kota Makkah, dibuka setiap tanggal 1-8 Dzulhijjah. Pengunjungnya adalah para pedagang serta jamaah haji. Dari pasar Dzilmajaz, para pengunjung bergerak menuju ke Mina (hari Tarwiyah) untuk menunaikan ibadah haji.
  14. Pasar Khaibar, terletak di utara Madinah, dibuka setelah musim haji. Banyak dikunjungi warga Arab dan Yahudi.
  15. Pasar Hijr al-Yamamah, terletak di barat al-Bahrain (al-Ahsa, Arab Saudi saat ini) dan selatan Irak (Riyadh, saat ini). Dibuka setiap tanggal 10-30 Muharram, pusat perdagangan, sosial dan sastra, para pengunjung berasal dari Arab.
  16. Pasar Bushra, terletak di Hauran, Syam, dibuka setelah musim haji, antara Muharram dan Rabi’ul Awwal selama 30-40 hari. Pasar ini merupakan pusat perdagangan barang-barang yang berasal dari berbagai negeri, antara lain India dan Habasyah (Ethiopia). Terkenal dengan pedang dan khamr, pengunjungnya para pedagang Arab.
  17. Pasar Dar’a, terletak di Hauran, Syam, dibuka setelah Pasar Bushra, pada musim panas, pusat perdagangan perhiasan, dikenal dengan khamrnya. Pengunjungnya berasal dari pedagang Arab.
  18. Pasar al-Hirah, terletak di utara Kufah, Irak, pusat perdagangan dan hiburan. Terkenal dengan minyak wangi, perhiasan, kuda, barang-barang dagangan dari pasar-pasar Arab dan pasar-pasar negeri lainnya. Pengunjung banyak berasal dari Arab dan Persia.
  19. Pasar al-Mirbad, terletak di Basrah, Irak, merupakan pasar tetap, pusat perdagangan dan sastra, ada hingga zaman Bani Abbasiyah. Dikunjungi para pedagang, sastrawan dan cendikiawan Arab.

*) Dinukil dari tulisan Imam Khairul Annas, dengan beberapa perubahan seperlunya.

Quraisy (bahasa Arab: قریش), termasuk dari kaum-kaum Arab yang paling terkenal dan paling penting di Hijaz dimana Nabi saw juga termasuk dari kaum ini. Kebanyakan para ahli nasab dan silsilah keturunan Arab percaya bahwa Quraisy adalah gelar bagi Nadhr bin Kinanah, kakek leluhur Nabi saw yang kedua belas; dengan demikian, setiap kelompok yang nasabnya sampai ke Nadhr bin Kinanah, disebut Qurasyi dan termasuk dari kaum Quraisy.

Sebagian lain dari para ahli nasab dan silsilah, menganggap bahwa Quraisy adalah gelar dari Fihr bin Malik, kakek leluhur Nabi saw yang kesepuluh, generasi dan keturunannya dianggap sebagai Quraisyi. Dalam Alquran terdapat satu surah bernama Surah Quraisy.

Alasan Penamaan

Ada beberapa alasan dalam penamaan Quraisy, yang mana diantara alasan-alasan itu adalah:

  • Pertama: Sebagian orang mengatakan, Quraisy adalah gelar bagi Fehr salah satu dari kakek leluhur dari Nabi saw dan anak keturunannya dihubungkan kepadanya. [1]
  • Kedua: Sebagian lagi berkata bahwa Quraisy adalah gelar bagi Nadhr bin Kinanah. Oleh karena itu, atas generasi dan anak keturunannya gelar Quraisy juga diberikan. [2] Kepada Nadhr juga dari satu sisi dikatakan Quraisy karena dia mengaudit orang-orang yang membutuhkan dan karena Taqrisy berarti pengauditan, maka ia dijuluki Quraisy. [3]
  • Ketiga: Dikatakan bahwa Quraisy berarti bisnis, karena Quraisy bukan ahli pertanian dan pekerjaan mereka adalah berdagang maka gelar ini dikhususkan kepada mereka. [4]
  • Keempat: Sebagian berpendapat bahwa Quraisy berarti sebuah perkumpulan dari dari pihak sini dan pihak sana, oleh karena itu, kaum Quraisy dikatakan Quraisy, karena ketika Qushay bin Kilab menguasai di Mekah, ia mengumpulkan kaum dan keluarga lain yang tinggal di sekitar Mekah dan menempatkan mereka di Mekkah. [5]

Kaum-kaum yang berbeda

Quraisy, sebuah kaum yang memiliki kabilah besar di Mekah yang bertepatan dengan kemunculan Islam terbagi menjadi banyak kabilah; termasuk Bani Hasyim, Bani Muththalib, Bani Harits, Bani Umayyah, Bani Noufal, Bani Harits bin Fihr, Bani Asad, Bani Abd al-Dar, Bani Zuhrah, Bani Teim bin Murrah, Bani Makhzum, Bani Yaqzhah, Bani Murrah, Bani Adi bin Ka'ab, Bani Sahm, Bani Jumah, Bani Malik, Bani Mu'ith, Bani Nizar, Bani Samah, Bani Adram, Bani Maharib, Bani Harits bin Abdullah, Bani Khuzaimah dan Bani Bananah.

Dari 25 Kabilah- kabilah Quraisy, sebagian menetap di belahan bagian tanah Batha' (daerah datar Mekah) yang popular disebut dengan "Quraisy Bathhah" atau " Quraisy Batha'", dan sebagian kelompoknya lagi tinggal dan menetap di pegunungan dan di luar Mekah yang mana mereka terkenal dengan "Quraisy Dzawahir".

Permulaan Kepemimpinan Mekah

Sebelum kaum Quraisy, kepengurusan Kakbah dipegang oleh kaum Khuza'ah. [6] Pada saat itu, orang-orang Quraisy hidup di sekitar Mekah dan tidak ikut campur tangan dalam urusan Kakbah, setelah beberapa waktu, kemudian Qushay bin Kilab datang ke Mekah dan menikah dengan istri ketua kaum Khuza'ah. Qushay lama-lama secara bertahap mengurus urusan administrasi Kakbah dan meminta bantuan kepada Bani Kinanah dan Quraisy dalam kepengurusan tersebut. [7]

Pekerjaan

Dagang

Mereka adalah sebuah masyarakat yang memiliki latar belakang dagang yang melakuan pepergian ke negeri-negeri seperti Yaman, Suriah dan Iran, mereka juga memiliki pasar-pasar seperti pasar Ukazh dan pasar al-Majaz.

Mereka di setiap tahun memiliki dua perjalanan dagang secara besar-besaran di musim panas dan musim dingin ke berbagai belahan dunia yang mana Alquran juga berbicara mengenai hal ini. Tentunya perdagangan mereka tidak keluar dari kota Mekah. Para pedagang ajam atau non Arab membeli barang-barang dagangan mereka dan dijual di negara-negara tetangga, [8] sampai Hasyim bin Abdu Manaf mentradisikan sebuah tradisi perdagangan ke Suriah dan Yaman. Hasyim mendapatkan surat izin dagang dari kerajaan Suriah untuk berdagang di Suriah, kemudian saudaranya Abdu al-Syams berhasil mendapatkan izin dagang dari penguasa Habasyah supaya berdagang di sana dan Naufal bin Abdu Manaf anak paling muda dari keluarga Abdu Manaf juga dengan melakukan perjalanan ke Irak, mendapatkan surat izin dari kaisar untuk melakukan perdagangan di sana. [9]

Posisi-posisi yang berkaitan dengan Kakbah

Quraisy memiliki banyak perhatian kepada Kakbah dan permasalahan yang berkaitan dengannya dan ekonomi serta politik mereka, bergantung pada dasar posisi-posisi yang berkaitan dengan Kakbah. Setiap satu dari lembaga-lembaga yang beraliansi dengan Kakbah dipegang oleh salah satu pembesar dari kaum Quraisy dan bersamaan dengan kemunculan Islam, kebanyakan posisi-posisi Kakbah berada di tangan 10 kabilah penting dari kaum Quraisy. Ke-10 kabilah itu adalah: Bani Hasyim, Bani Umayyah, Bani Abd al-Dar, Bani Asad, Bani Makhzum, Bani Sahm, Bani Teym, Bani Ady, Bani Naufal dan Bani Jamah.

Posisi-posisi Kakbah yang berada di tangan Quraisy adalah sebagai berikut: Posisi "Saqayah" (memberi dan menyampaikan air kepada para peziarah Kakbah), posisi "Rifadah" (melayani penerimaan tamu dan para peziarah Kakbah), posisi "Hijabah" (pemegang kunci dan penjaga Kakbah), posisi "Qidhawah", posisi "Qiyadah" (panglima keamanan dan pelindung para karavan dagang dan perang), posisi "Imarah" (penjaga dan pengawas dari masjid al-Haram), posisi pengumpulan dan penjagaan harta benda Kakbah, posisi pembayaran tebusan dan perpajakan dan posisi-posisi lainnya.

Agama

Mengikuti agama Nabi Ibrahim

Menurut sebagian referensi sejarah Islam, pada awalnya orang-orang Quraisy menganut agama Nabi Ibrahim yaitu mereka semua itu suci (hanif), namun lambat laun mereka jauh dari kesucian tersebut. Tetapi dengan begitu, sebagian hukum-hukum dan norma peradaban agama Ibrahim masih tetap lestari, namun dalam perubahan-perubahan dan pembaharuan-pembaharuannya yang mereka ciptakan. Salah satu pembaharuannya, wukuf di padang Arafah dan melakukan upacara-upacaranya.

Meskipun orang-orang Quraisy menyadari hal itu bahwa wukuf di padang Arafah termasuk dari hukum-hukum agama Ibrahim hal itu ditinggalkan dan wukuf di sana atas selain Arab diwajibkan dan berkata: “Kami anak putra Ibrahim, penduduk tanah suci dan pelayan-pelayan Kakbah serta para pemukim di sini; tidak layak bagi kami keluar dari tanah suci ini dan menganggap besar selain tanah suci seperti tanah suci, karena hal ini akan merendahkan kehormatan dan posisi kami di sisi Arab. [10]

Mereka, memaksa para penduduk yang tinggal di luar tanah suci untuk tidak membawa masuk makanan mereka ke dalam tanah suci, akan tetapi mengharuskan mereka untuk menggunakan makanan-makanan penduduk tanah suci, ketika Tawaf mereka harus memanfaatkan pakaian-pakaian nasional dan kaum penduduk Mekah dan jika mereka tidak mampu untuk membeli pakaian tersebut, mereka harus bertawaf secara telanjang. [11]

Perbuatan bid'ah dan pembaharuan ini cukup melonjak khususnya pada masa di mana Allah memporak-porandakan pasukan Abrahah; karena posisi dan kedudukan Kakbah juga Quraisy setelah kejadian itu dalam pandangan Arab terangkat tinggi, lebih dari sebelum-sebelumnya. Para kaum Arab berkata: “Mereka ini (Quraisy) keluarga Allah, karena Allah telah membela mereka dan menghancurkan para musuhnya.” [12] Mereka ketika melaksanakan manasik haji:

  • Tidak Memasak makanan berminyak.
  • Tidak menghemat susu.
  • Tidak mencabut rambut dan kuku.
  • Tidak menggunakan minyak.
  • Tidak bergaul dengan perempuan.
  • Tidak memakai wewangian.
  • Tidak makan daging.
  • Tidak memasuki rumah-rumah Mekah.
  • Di pertengahan melakukan manasik haji, mereka tinggal di kemah-kemah kulit. [13]

Penyembahan Berhala

Penduduk Mekah pada awalnya memeluk ajaran Ismail as hingga Amr bin Luhai Khuzai merubahnya. Dia dalam satu perjalanannya sampai ke Balqa Jordan dia membawa beberapa patung berhala ke Mekah dan kemudian memarakkan penyembahan berhala di sana. [14]

‘Uzza, hubal, asaf, nailah, dan manat termasuk nama patung-patung terkenal Quraisy.

  • ‘Uzza, patung yang paling besar, oleh karena itu Quraisy juga disebut dengan ‘uzza. Mereka mengunjungi ‘uzza dan membawakan hadiah untuknya dan melakukan pengorbanan untuknya yang mana dengan demikian itu, mereka merasa dekat dengannya. [15]
  • Hubal, namanya yang terbuat dari batu akik merah berbentuk manusia dan termasuk patung terbesar yang diletakkan di dalam Kakbah. [16]
  • Asaf dan nailah juga adalah dua patung Quraisy lainnya yang mereka sembah, dua patung ini berbentuk dua batu yang dikutuk yang diletakkan di altar Kakbah supaya penduduk mengambil pelajaran darinya. ref>al-Ashnām, hlm.9, 111; al-Sirah al-Nabawiyah, hlm.82. </ref>
  • Manat juga salah satu dari patung-patung yang selain orang-orang Arab, Quraisy juga menganggapnya besar. [17]

Dengan demikian, ada sebagian dari Quraisy yang menolak penyembahan berhala dan tetap kekal menjadi pengikut agama hanif atau mereka menjadi Nasrani. Selain ini, di kalangan Quraisy khususnya di kabilah Bani Hasyim mereka mengikuti ajaran agama Ibrahim hanif dan memiliki pengikut. Waraqah bin Naufal adalah salah seorang yang menentang penyembahan berhala dan memilih menjadi masihi. [18] Dan Zaid bin Nufail juga termasuk penentang penyembahan berhala dan mencari agama hingga ketika di Syam ia dibunuh oleh orang-orang masihi. [19]

Perjanjian-perjanjian Quraisy

Perjanjian Muthaiyibin

Setelah Abdu Manaf dan Abdu al-Dar wafat, putra keturunan Qushay bin Kilab, terjadi perselisihan di antara anak keturunannya dalam menangani urusan-urusan Mekah, mereka terpecah menjadi dua kelompok dan setiap satu dari kaum Quraisy ikut kepada salah satu dari mereka. Bagian pertama: Dengan pimpinan Abdu al-Syams bin Abdu Manaf: Bani Makhzum, Bani Sahm, Bani Jamah, dan Bani Ady mengikat perjanjian dengan Abdu al-Dar. Bagian kedua: Mereka mengikat perjanjian dengan pimpinan Abdu al-Dar Amir bin Hasyim bin Abdu Manaf: Bani Asad bin Abdu al-Uzza, Bani Zuhrah bin Kilab, Bani Teym bin Murrah bin Kilab, Bani Harits bin fihr bin Abdu Manaf.

Setiap kaum bersama-sama bersumpah untuk menentang kelompok yang lain, para pendukung yang memihak dan melindungi Abdu Manaf meletakkan dan memasukkan tangan mereka ke dalam bejana air yang wangi dan kemudian mereka poleskan ke Kakbah dan menegaskan mereka supaya kokoh dan teguh atas pendiriannya. Sedangkan di pihak lawan para pendukung Abdu al-Dar juga meletakkan dan mencelubkan tangan mereka ke dalam bejana yang penuh dengan darah dan kemudian dipoleskan ke dinding Kakbah dan bersumpah supaya tidak menyerah dan tidak akan melepaskan sepatu dari kaki sampai meraih kemenagan. [20] Sehingga pada akhirnya kedua belah pihak rela bersedia untuk berdamai dan membagi posisi-posisi Mekah diantara mereka. [21]

Hilf al-Fudhul

Sebab terjadinya perjanjian ini adalah bahwa seorang laki-laki dari Bani Jubaid Yaman datang ke Mekah, dan menjual barang-barangnya kepada Ash bin Wail Sahmi; namun Ash dalam pembayaran uangnya selalu beralasan sehingga laki-laki itu putus harapan kemudian dengan terpaksa dia pergi ke gunung Abu

Peperangan

Quraisy banyak melakukan peperangan dengan kabilah-kabilah lain dan yang paling termasyhurnya adalah peperangan Fujjar dan Yaum al-Ghinab.

Catatan Kaki

  1. Al-Muntazham, jld.2, hlm.229.
  2. Al-Muntazham, jld.2, hlm.229.
  3. Tarikh Thabari/terjemah, jld.3, hlm.816.
  4. Mu'jam al-Buldān, jld.4, hlm.337; Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld.11, hlm.80.
  5. Mu'jam al-Buldān, jld.4, hlm.336.
  6. Muqaddasi, al-Badu wa al-Tārikh, hlm.126.
  7. Ibnu Sa'd, Thabaqat al-Kubrā, hlm.56; Tārikh Ya'qubi, hlm.238.
  8. Tārikh Ya'qubi, hlm.242.
  9. Ansāb al-Asyrāf, hlm.59.
  10. Al-Munammaq, hlm. 127.
  11. Sirah Ibnu Hisyam, hlm.129; Thabāqat al-Kubrā, jld.1, hlm.59.
  12. Sirah Ibnu Hisyam, hlm.129; Thabāqat al-Kubrā, jld.1, hlm.59.
  13. Tārikh Ya'qubi, hlm.256; Thabāqat al-Kubrā, jld.1, hlm.59.
  14. Kalbi, al-Ashnām, hlm.8.
  15. al-Ashnām, hlm.114.
  16. al-Ashnām, hlm.123.
  17. al-Ashnām, hlm.111.
  18. Al-Ma'ārif, hlm.59, 111; Isfahani, Abu al-Faraj; al-Aghāni, jld.3. hlm.119.
  19. Al-Ma'ārif, hlm.59, Tārikh Ya'qubi, hlm.257.
  20. Al-Ansāb, hlm.56; al-Sirah al-Nabawiyah, hlm.131-132; Ansāb al-Asyrāf, jld.1, hlm.56.
  21. Al-Sirah al-Nabawiyah, hlm.132; Ansāb al-Asyrāf, hlm.56.

Daftar Pustaka

  • Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, riset: Suhail Zakkar dan Riyadh Zirikli, Dar al-Fikr, Beirut, cetakan pertama, 1996.
  • Ibnu Habib Baghdadi, al-Munammaq fi Akhbar al-Quraisy, riset: Khurshid Ahmad Faruq, Alam al-Kutub, Beirut, cetakan pertama, tanpa tahun.
  • Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, riset: Musthafa al-Saqa dan teman-teman, Dar al-Ma'rifah, Beirut, tanpa tahun.
  • Ibnu Qutaibah, 'Al-Ma'ārif', riset: Tsarwat Akashe, al-Haiah al-Mishriyah al-Amah lil Kutub, Kairo, cetakan kedua, tanpa tahun.
  • Ibnu Sa'd, 'Thabāqat al-Kubrā', riset: Muhammad Abdul Qadir Atha', Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, cetakan pertama, tanpa tahun.
  • Isfahani, Abu al-Faraj; al-Aghani, Dar Ihya al-Turats al-Arabi, Beirut.
  • Kalbi, Hisyam bin Muhammad, 'al-Ashnām', riset: Ahmad Zaki Pasya, Kairo, cet. Offset Tehran, Nasyre Nu, cetakan kedua.
  • Masudi, Muruj al-Dzahab, riset: As'ad Daghir, Dar al-Majra, Qum, cetakan kedua, 1409.
  • Syahabuddin Abu Abdillah Yakut bin Abdillah al-Hamawi (wafat 626 M), Mu'jam al-Buldan, Dar Shadir, Beirut, cetakan kedua, 1995.
  • Muqaddasi, Muthahhar bin Tahir, al-Bad'u wa al-Tarikh, Pur Said, Maktabah al-Tsaqafah al-diniyah, tanpa tahun.
  • Sam'ani, al-Ansab, riset: Abdurrahman bin Yahya al-Mualimi al-Yamani, Haidar Abad, Majlis Dairatu Al-Ma'ārif al-Utsmaniyah, cetakan pertama.
  • Ya'kubi, Tārikh Ya'qubi, Dar Shadir, Beirut, cetakan kedua, 1988.