Berikut ini merupakan salah satu contoh penyebab gangguan pernapasan kecuali brainly

Menurunnya kualitas kesehatan penduduk merupakan salah satu dampak pencemaran lingkungan. Zat-zat residu yang ditimbulkan pencemaran lingkungan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan serius.

Selama ini masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dampak pencemaran lingkungan bagi kesehatan. Faktanya, banyak penyakit yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan tersebut. Tujuh penyakit berikut merupakan yang paling rentan:

1. Asma

Kondisi udara yang kotor dan mengandung banyak zat berbahaya akan meningkatkan risiko asma. Zat-zat asing yang masuk ke saluran pernapasan akan mengganggu kelancaran proses bernapas. Akibatnya, Anda rentan terhadap asma. Beberapa gejala yang mengganggu seperti sesak napas, batuk, dan napas berbunyi pun sulit dihindari. Pengidap asma harus mengonsumsi obat khusus untuk mengembalikan fungsi saluran pernapasan seperti sedia kala.

2. Kanker Paru-Paru

Beberapa zat penyebab polusi (polutan) yang terdapat di udara ternyata memiliki sifat pemicu kanker (karsinogenik). Bila zat-zat tersebut menumpuk dalam paru-paru, kemungkinan besar sel paru-paru akan berkembang secara tidak normal. Sel-sel liar tersebut berpotensi menimbulkan kanker paru-paru di kemudian hari.

3. Gangguan Kesehatan Jantung

Bila udara yang Anda hirup didominasi oleh zat berbahaya, jantung harus bekerja ekstra keras untuk mengumpulkan oksigen bagi organ-organ tubuh lainnya. Jika hal ini terjadi terus-menerus, tentu saja kondisi kesehatan jantung rentan terganggu. Sejumlah penyakit serius seperti jantung koroner dan penyumbatan pembuluh darah pun tak dapat dihindari.

4. Typhus 

Penyakit tifus sering diremehkan dan disalahartikan sebagai rasa lelah biasa. Padahal, penyakit tifus yang tidak ditangani secara serius bisa membahayakan keselamatan jiwa. Virus typhus akan melemahkan sistem pencernaan dan menurunkan daya tahan tubuh. Pengidap tifus harus istirahat total dan mengonsumsi makanan bergizi yang teksturnya sangat halus. Hal ini harus dilakukan supaya sistem pencernaan tidak terbebani dan proses pemulihan pun bisa berlangsung lebih cepat.

5. Penurunan Fungsi Hati dan Ginjal 

Penurunan fungsi hati dan ginjal bisa disebabkan oleh pencemaran tanah. Logam berat yang mengakibatkan pencemaran tanah sangat berbahaya bila masuk ke tubuh. Kontaminasi logam berat akan membuat organ hati dan ginjal bekerja keras saat menyaringnya agar tidak masuk ke dalam organ tubuh lainnya. Organ hati dan ginjal yang bekerja ekstra keras akan lebih mudah rusak. Kondisi pengerasan hati (sirosis) dan gagal ginjal adalah gangguan kesehatan kronis yang bisa menyebabkan kematian.

6. Diare 

Bakteri penyebab diare dapat berkembang biak secara maksimal di tempat yang kotor. Jika air atau makanan yang kotor tersebut masuk ke tubuh Anda, maka bakteri yang ada di dalamnya akan menyebabkan diare. Mencuci tangan dengan benar dan menyantap makanan higienis adalah cara mudah yang patut Anda lakukan agar terhindar dari diare. Jadikan pola makan sehat dan mencuci tangan sebagai bagian dari kebiasaan Anda mulai hari ini.

7. Hepatitis A 

Selain diare, virus hepatitis A juga menular melalui air yang kotor. Virus ini akan mengganggu fungsi hati untuk menyaring racun. Infeksi virus hepatitis A rentan menyebabkan tingginya kadar bilirubin dalam darah, rasa mual, demam, dan hilangnya nafsu makan. Penanganan hepatitis A harus dilakukan secara intensif agar virus yang ada pada tubuh Anda lekas hilang dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan yang lebih parah.

Di Indonesia, diare berada pada urutan kedua daftar penyebab tertinggi angka kematian bayi. Hasil riset yang diterbitkan oleh Pusdatin Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada 2015 menyebutkan, 2,9 juta rakyat Indonesia menderita Hepatitis. Bahkan, di beberapa provinsi, penyakit Hepatitis A berada pada level Kejadian Luar Biasa (KLB), artinya perlu diwaspadai. Jika ditelaah, diare dan hepatitis A memiliki satu persamaan: kedua penyakit ini juga disebabkan oleh pencemaran air. 

Kondisi Pencemaran Air di Indonesia Sangat Memprihatinkan

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kondisi pencemaran air terparah di dunia. Data Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Hidup dan Kehutanan tahun 2015 mencatat bahwa 68% kualitas air sungai di Indonesia berstatus ‘tercemar berat’. Hal inilah yang turut mempengaruhi tingginya kasus penyakit diare di kalangan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang langsung memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari.

Pemerintah telah berupaya memperbaiki kondisi pencemaran air tersebut secara serius agar masyarakat berkesempatan mendapatkan kualitas air bersih yang lebih baik. Selama ini, kondisi pencemaran berat tersebut sudah mengganggu taraf kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Proses pengolahan air pun harus melalui banyak tahap supaya layak pakai dan layak konsumsi. Aktivitas pembersihan sungai menjadi salah satu fokus utama untuk menanggulangi pencemaran air yang telanjur parah.

Kini, masyarakat harus memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya kualitas kesehatan. Jangan sampai dampak pencemaran lingkungan tersebut berisiko mengganggu kesehatan bahkan sampai mengancam keselamatan jiwa. Selain kesadaran untuk tidak membuang sampah ke sungai, pola hidup sehat juga harus menjadi fokus perhatian masyarakat. Membersihkan diri dan mencuci tangan dengan cara yang benar ternyata ampuh meminimalkan penyebaran penyakit. Anda pun tak perlu mengkhawatirkan kondisi kesehatan diri sendiri dan keluarga bila sudah menjalani pola hidup sehat secara konsisten.

Sumber: 

Middle East Respiratory Syndrome (MERS) adalah suatu subtipe baru dari virus corona yang belum pernah ditemukan menginfeksi manusia sebelumnya. Virus corona merupakan keluarga besar dari virus yang dapat menimbulkan kesakitan maupun kematian pada manusia dan hewan. Virus corona dapat menimbulkan kesakitan pada manusia dengan gejala ringan sampai berat seperti selesma (common cold), Sindroma Saluran Pernapasan Akut yang berat (SARS/ Severe Acute Respiratory Syndrome).

Kebanyakan pasien MERS mengalami gangguan pernafasan akut yang parah dengan gejala demam, batuk, dan sesak. Sekitar 3-4 dari 10 pasien yang dilaporkan MERS meninggal (CFR 30-40%).

Virus ini diketahui pertama kali menyerang manusia di Jordan pada April 2012, namun kasus yang pertama kali dilaporkan adalah kasus yang muncul di Arab Saudi pada September 2012. Sampai saat ini, semua kasus MERS berhubungan dengan riwayat perjalanan menuju, atau menetap, di negara-negara sekitar Semenanjung Arab. KLB MERS terbesar yang terjadi di luar Semenanjung Arab, terjadi di Republik Korea Selatan pada 2015. KLB tersebut berhubungan dengan pelaku perjalanan yang kembali dari Semenanjung Arab.

Penularan infeksi MERS dari manusia ke manusia hampir sebagian besar terjadi di layanan kesehatan karena ada melalui kontak erat dengan kasus, seperti merawat atau tinggal bersama orang yang terinfeksi. Penularan infeksi MERS dari hewan ke manusia masih belum diketahui, hingga saat ini unta cenderung menjadi reservoir utama untuk MERS, dan sumber hewan infeksi pada manusia. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai factor risiko penularan MERS dari hewan ke manusia dan dari manusia ke manusia.

Gejala, Tanda, Masa Inkubasi MERS

Sebagian besar kasus konfirmasi MERS mengalami sindrom Saluran Pernapasan Akut yang berat dengan gejala awal yang paling sering ditemukan: demam (98%), menggigil (87%), batuk (83%), dan sesak (72%).

Beberapa kasus juga mengalami gejala gastrointestinal seperti diare dan mual/muntah. Kebanyakan kasus MERS disertai komplikasi yang parah, seperti pneumoni dan gagal ginjal. Sekitar 3-4 dari 10 pasien yang dilaporkan MERS meninggal. Sebagian besar kasus meninggal karena kondisi medis yang sudah ada sebelumnya. Beberapa kasus yang terinfeksi memiliki gejala ringan (seperti flu) atau tanpa gejala, dan mereka sembuh.

Hingga saat ini, orang-orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya (disebut juga komorbiditas) dan orang-orang dengan sistem kekebalan yang lemah lebih cenderung terinfeksi MERS, atau memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, antara lain diabetes; kanker; penyakit paru-paru kronis, penyakit jantung, dan penyakit ginjal.

Masa inkubasi MERS (waktu antara saat seseorang terinfeksi MERS hingga timbul gejala) biasanya sekitar 5 atau 6 hari, namun bisa berkisar antara 2 sampai 14 hari.

Cara Transmisi (Penularan)

Virus MERS seperti virus corona yang lain menyebar dari sekresi saluran pernafasan (droplet). Akan tetapi mekanisme penyebaran virus secara tepat belum diketahui dengan pasti.

Penularan infeksi MERS dari manusia ke manusia hampir sebagian besar terjadi di layanan kesehatan karena ada melalui kontak erat dengan kasus, seperti merawat atau tinggal bersama orang yang terinfeksi. Penularan infeksi MERS dari hewan ke manusia masih belum diketahui, hingga saat ini unta cenderung menjadi reservoir utama untuk MERS, dan sumber hewan infeksi pada manusia. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kemungkinan penyebaran lanjutan MERS di masyarakat.

  • Penularan dari hewan ke manusia.

Mengingat strain Mers-Cov yang sesuai dengan strain manusia telah dapat diisolasi dari unta di beberapa negara (Mesir, Oman, Qatar dan Arab Saudi). Hal tersebut diyakini bahwa manusia dapat terinfeksi melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan unta yang terinfeksi di Timur Tengah.

  • Penularan dari manusia ke manusia

Virus ini dapat menular antar manusia secara terbatas, dan tidak terdapat transmisi penularan antar manusia yang berkelanjutan. Kemungkinan penularannya dapat melalui :

    1. Langsung : melalui percikan dahak (droplet) pada saat pasien batu atau bersin.
    2. Tidak Langsung : melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi virus.

Kriteria Kasus dan Penegakan Diagnosis

a. Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan tiga keadaan di bawah ini:

      • Demam (≥38°C),
      • Batuk,
      • Pneumonia berdasarkan gejala klinis atau gambaran radiologis yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.

Perlu waspada pada pasien dengan gangguan system  kekebalan tubuh  (immunocompromised) karena gejala dan tanda tidak jelas.

DAN

salah satu dari kriteria  berikut :

      •  
      • Memiliki riwayat perjalanan ke negara terjangkit dalam 14 hari sebelum sakit, kecuali ditemukan etiologi lain
      • Adanya petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat ISPA berat
      • Mengalami perburukan klinis, kecuali ditemukan etiologi lain
      • Adanya klaster pneumonia dalam periode 14 hari tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian.

b. Seseorang dengan ISPA ringan sampai berat yang memiliki riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi atau kasus probabel infeksi MERS-Cov dalam waktu 14 hari sebelum sakit.

a. Seseorang dengan pneumonia atau ARDS ((Acute Respiratory Distress Syndrome) dengan bukti klinis, radiologis atau histopatologis

DAN

Tidak tersedia pemeriksaan untuk MERS-CoV atau hasil laboratoriumnya negative pada satu kali pemeriksaan spesimen yang tidak adekuat.

DAN

Adanya hubungan epidemiologis langsung dengan kasus konfirmasi MERS Co-V.

b. Seseorang dengan pneumonia atau ADRS dengan bukti klinis, radiologis atau hispatologis

DAN

Adanya hubungan epidemiologis langsung dengan kasus konfirmasi MERS-Cov dan/ memiliki riwayat tinggal/bepergian dari negara terjangkit sejak 14 hari terakhir

DAN

Hasil pemeriksaan laborat inkonklusif (pemeriksaan screening hasil positif tanpa konfirmasi lebih lanjut)

Seseorang  yang terinfeksi MERS Co-V dengan hasil pemeriksaan laboratorium positive.

Seseorang yang kontak fisik, atau berada dalam satu ruangan, atau berkunjung (bercakap-cakap dalam radius 1 meter) dengan kasus probable atau kasus konfirmasi.

Termasuk Kontak Erat antara lain :

    • Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar, dan membersihkan ruangan ditempat perawatan kasus
    • Orang-orang yang merawat atau menunggui di ruangan
    • Orang yang tinggal se rumah dengan kasus
    • Tamu yang berada dalam satu ruangan dengan kasus

Bila terdapat dua orang atau lebih memiliki penyakit yang sama,dan mempunyai riwayat kontak yang sama dalam jangka waktu 14 hari. Kontak dapat terjadi pada keluarga atau rumah tangga, dan berbagai tempat lain seperti rumah sakit, ruang kelas, tempat kerja, barak militer, tempat rekreasi, dan lainnya.

Treatment/Penatalaksanaan Kasus

  • Orang yang dicurigai terinfeksi MERS-Cov harus masuk ke dalam ruang perawatan isolasi selama munculnya gejala hingga 24 jam setelah gejala hilang
  • Tidak ada pengobatan antiviral yang spesifik bagi penderita MERS-Cov.
  • Pada umumnya penderita hanya mendapatkan obat untuk meredakan gejala. Pada kasus yang parah, pengobatan juga termasuk untuk pemulihan fungsi organ-organ vital.
  • MERS-Cov akan muncul sebagai penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berat sehingga pengobatan diberikan sesuai diagnosa tersebut.
  • Pada penderita anak dan ibu hamil, harus dilakukan suportif awal dan pemantauan pasien
  • Tatalaksana gangguan napas berat, hipoksemia dan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) :
    • Pemberian aliran oksigen dengan konsentrasi tinggi
    • Pemberian ventilasi mekanik
    • Tindakan intubasi endotrakeal
    • Untuk pasien ARDS, menggunakan strategi Lung Protective Strategy Ventilation (LPV)

Pengambilan, Pengepakan dan Pengiriman Spesimen serta Pemeriksaan Laboratorium

Selengkapnya dapat diunduh disini.

Komunitas Risiko Tinggi

  • Orang yang melakukan perjalanan ke Timur Tengah (atau daerah terjangkit)
  • Orang yang kontak langsung atau tidak langsung dengan unta yg terinfeksi di Timur Tengah
  • Orang yang melakukan kontak langsung dengan penderita MERS-Cov atau ISPA berat
  • Tenaga Kerja Indonesia, mahasiswa, jemaah Haji dan Umroh, wisatawan atau pebisnis yang ada di kawasan Timur Tengah

Faktor Risiko Lain

  • Keluarga dan tenaga kesehatan dapat terinfeksi MERS-Cov
  • Infeksi dapat terjadi apabila kontak dengan penderita tanpa memperhatikan dan menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD) seperti masker, pelindung mata dan pelindung wajah, dan sarung tangan. Selain itu, kontak juga mengabaikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan tidak menjaga kebersihan tangan dengan baik
  • Pihak RS harus membatasi pengunjung dan petugas yang menangani penderita

Cara Pencegahan Untuk Umum

Penyebaran infeksi MERS dapat dicegah dengan cara:

  • Menggunakan masker jika sakit atau sedang berada di keramaian.
  • Menjaga kebersihan / hygiene tangan dengan membiasakan cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir.
  • Istirahat cukup, asupan gizi yang baik dan tidak merokok.
  • Selalu mengkonsumsi makanan dan minuman yang dimasak dengan baik.
  • Tidak menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dibersihkan.
  • Membatasi kontak dengan kasus yang sedang diselidiki dan bila tak terhindarkan buat jarak dengan kasus, serta tidak kontak dekat dengan orang sedang sakit saat berada di kawasan Timur Tengah.
  • Menerapkan etika batuk ketika sakit
  • Menyampaikan komunikasi, informasi, dan edukasi pada masyarakat.
  • Meningkatkan kesadaran tentang MERS di kalangan wisatawan dari dan ke negara-negara yang terkena dampak sebagai praktek kesehatan masyarakat yang baik.
  • Bagi jemaah Haji dan Umroh  disarankan menghindari kontak erat dengan penderita/hewan penular.

Cara Pencegahan Untuk Profesional Medis

Dalam upaya melokalisir penyebaran infeksi secara hirarkis di tata sesuai dengan efektivitas pencegahan dan pengendalian infeksi (Infection Prevention and Control – IPC), meliputi :

  1. Pengendalian  administratif

Identifikasi dini pasien dengan ISPA / ILI (Influenza like Illness) baik ringan maupun berat yang diduga terinfeksi  MERS.

  1. Pengendalian dan rekayasa lingkungan.
    • Dilakukan diinfrastruktur sarana pelayanan kesehatan dasar dan di rumah tangga (yang merawat kasus dengan gejala ringan dan tidak membutuhkan perawatan di RS).
    • Tersedianya ventilasi lingkungan yang cukup memadai di semua area didalam fasilitas pelayanan kesehatan  serta di rumah tangga.
    • Kebersihan lingkungan yang memadai, seperti pengelolaan limbah yang baik.
    • Dijaga pemisahan jarak minimal 1 m antara setiap pasien ISPA dan pasien lain, termasuk dengan petugas kesehatan (bila tidak menggunakan APD)
    • Isolasi terhadap pasien di rumah.
    • Pengendalian terhadap hewan pembawa penyakit (menghindari hewan sakit, menghindari makanan yang mungkin telah terkontaminasi dengan sekresi hewan)
  1. Alat Perlindungan Diri (APD): Penggunaan APD sesuai risiko pajanan.

Penilaian Risiko: Risiko Penyebaran Bagi Indonesia

  • Importasi cukup tinggi –> tingginya mobilitas manusia ke negara terjangkit
  • Penyebaran lokal indigenous: Risiko rendah; karena hewan yang terduga penular MERS yang ada di Indonesia tidak mengandung virus MERS
  • Penyebaran lokal kasus import: Risiko cukup tinggi; kapasitas fasyankes sebagian besar tidak memiliki ruang isolasi yang memenuhi standar dan SDM kurang patuh dalam penerapan PPI