Show
Narkotika bukan merupakan istilah asing lagi di era sekarang ini, dan yang selalu menjadi sorotan dari berita narkotika adalah pengguna dan pengedar dari narkotika itu sendiri mulai dari kalangan artis sampai dengan kalangan pelajar. Yang menghebohkan adalah penangkapan artis sensasional yang berinisial LL, ia ditangkap dan setelah di tes hasil tes urine dinyatakan positif mengkonsumsi narkotika. Faktor – faktor yang menyebabkan orang sebagai pengedar maupun pengguna narkotika yaitu: 1.Faktor Lingkungan Lingkungan sebagai tempat berinteraksi sangat berpengaruh terhadap bahaya Narkotika, terutama lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan terdekat, peran orang tua dalam menjalin komunikasi juga sangat dibutuhkan disamping pentingnya bimbingan agama, mengingat pemakai narkotika saat ini sudah merambah pada usia- usia pelajar. Disamping itu lingkungan masyarakat juga berpengaruh atas bahaya Narkotika dimana lingkungan masyarakat yang cenderung bebas membuat begitu mudah untuk masuknya peredaran Narkotika ini. 2.Faktor Ekonomi 3.Faktor Diri Sendiri Perbedaan pengedar dan pengguna narkotika berdasarkan Undang- undang No. 35 Tahun 2009, sebagai berikut :
2.Pengguna narkotika
Berdasarkan Undang- undang No. 35 Tahun 2009 Penggolongan jenis narkotika terdiri dari 3 (tiga) golongan yaitu :
Sanksi bagi pengedar dan pengguna narkotika :
Bahwa, perbedaan sanksi bagi Pengedar dan Pengguna Narkotika sangat jelas diatur dalam peraturan perundang- undangan ini, tetapi dalam prakteknya penerapan pengenaan sanksi bagi pengedar dan pengguna masih tebang pilih, tidak jarang sanksi yang diberikan bagi pengguna narkotika diterapkan Pasal yang seharusnya digunakan untuk pengedar narkotika, yangmana sebagai pengguna narkotika seharusnya mendapatkan sanksi untuk rehabilitasi, sebagaimana Pasal 54 berbunyi “Pecandu narkotika dan penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”, namun pada prakteknya pengguna narkotika justru dikenai sanksi berupa sanksi pidana yang rumusannya berlaku bagi Pengedar Narkotika. Hal yang perlu diperhatikan juga dalam hal ini jika pengedar dan pengguna narkotika dikenai sanksi pidana adalah daya tampung (kapasitas) Lembaga Pemasyarakatan yang mana daya tampung Lembaga Pemasyarakatan yang sangat terbatas masih digunakan untuk menampung pengedar sekaligus pengguna narkotika, yang seharusnya pengguna narkotika bisa menjalani rehabilitasi daripada sama- sama dikenai sanksi pidana. Penggenaan sanksi bagi pengedar dan pengguna narkotika juga menimbulkan polemik untuk pelaksanaan amandemen Undang- undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagaimana jika dilihat atas pengenaan sanksi baik sanksi pidana maupun denda yang belum menimbulkan efek jera bagi pelakunya disamping perlunya pertimbangan atas kelayakan Lembaga Pemasyarakatan jika pengedar dan pengguna narkotika sama- sama dikenakan sanksi pidana. AN Referensi :
Undang-undang (UU) No. 35 Tahun 2009 Narkotika
KontakSekretariat Website JDIH BPK RI Ditama Binbangkum - BPK RI Jalan Gatot Subroto 31 Jakarta Pusat 10210Telp (021) 25549000 ext. 1521
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan Narkotika yang ada dalam lampiran UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika. UU Narkotika bertujuan untuk menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika. Undang-Undang ini membentuk sebuah badan nasional, yaitu BNN, Badan Narkotika Nasional, sebagaimana Undang-Undang lainnya dalam rezim saat itu. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika disahkan pada tanggal 12 Oktober 2009 di Jakarta oleh Presiden Doktor Haji Susilo Bambang Yudhoyono. UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika diundangkan Menkumham Andi Mattalatta pada tanggal 12 Oktober 2009 di Jakarta. Agar setiap orang mengetahuinya, UU Narkotika ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143. Penjelasan UU Narkotika ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062.
Pasal 153 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa setelah UU 35/2009 tentang Narkotika berlaku maka:
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pertimbangan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah:
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah:
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya. Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasionalmaupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya. Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam Undang-Undang ini diatur juga mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dalam Undang-Undang ini dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor Narkotika. Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika. Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota. Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delivery), serta teknik penyidikan lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas melampaui batas negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik bilateral, regional, maupun internasional. Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaan tersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Berikut adalah isi Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (bukan format asli): UNDANG-UNDANG TENTANG NARKOTIKA
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang tentang Narkotika berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 3Undang-Undang tentang Narkotika diselenggarakan berasaskan:
Pasal 4Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:
BAB III RUANG LINGKUPPasal 5Pengaturan Narkotika dalam Undang-Undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pasal 6
Pasal 7Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 8
Pelaksanaan impor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengekspor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor. Bagian Kedua Izin Khusus dan Surat Persetujuan EksporPasal 18
Pasal 19
Pasal 20Pelaksanaan ekspor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengimpor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor. Pasal 21Impor dan ekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika hanya dilakukan melalui kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri. Pasal 22Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara memperoleh Surat Persetujuan Impor dan Surat Persetujuan Ekspor diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga PengangkutanPasal 23Ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengangkutan barang tetap berlaku bagi pengangkutan Narkotika, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini atau diatur kemudian berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Pasal 24
Pasal 25Penanggung jawab pengangkut impor Narkotika yang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan Surat Persetujuan Impor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor. Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 berlaku pula bagi kapten penerbang untuk pengangkutan udara. Bagian Keempat TransitoPasal 29
Pasal 30Setiap terjadi perubahan negara tujuan ekspor Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan setelah adanya persetujuan dari:
Pasal 31Pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan terhadap kemasan asli Narkotika yang mengalami kerusakan dan harus dilakukan di bawah tanggung jawab pengawasan pejabat Bea dan Cukai dan petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pasal 32Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Transito Narkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima PemeriksaanPasal 33Pemerintah melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dokumen impor, ekspor, dan/atau Transito Narkotika. Pasal 34
Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 36
Pasal 37Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 38Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah. Bagian Kedua PenyaluranPasal 39
Pasal 40
Pasal 41Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 42Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyaluran Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga PenyerahanPasal 43
Pasal 44Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diatur dengan Peraturan Menteri BAB VII LABEL DAN PUBLIKASIPasal 45
Pasal 46Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Pasal 47Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pencantuman label dan publikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal 46 diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VIII PREKURSOR NARKOTIKABagian Kesatu Tujuan PengaturanPasal 48Pengaturan prekursor dalam Undang-Undang ini bertujuan:
Bagian Kedua Penggolongan dan Jenis Prekursor NarkotikaPasal 49
Bagian Ketiga Rencana Kebutuhan TahunanPasal 50
Bagian Keempat PengadaanPasal 51
Pasal 52Ketentuan mengenai syarat dan tata cara produksi, impor, ekspor, peredaran, pencatatan dan pelaporan, serta pengawasan Prekursor Narkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB IX PENGOBATAN DAN REHABILITASIBagian Kesatu PengobatanPasal 53
Bagian Kedua RehabilitasiPasal 54Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Psaal 55
Pasal 56
Pasal 57Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional. Pasal 58Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat. Pasal 59
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 63Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara lain dan/atau badan internasional secara bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan Narkotika dan Prekursor Narkotika sesuai dengan kepentingan nasional. BAB XI PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASANBagian Kesatu Kedudukan dan Tempat KedudukanPasal 64
Pasal 65
Pasal 66BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) merupakan instansi vertikal. Pasal 67
Bagian Kedua Pengangkatan dan PemberhentianPasal 68
Pasal 69Untuk dapat diusulkan menjadi Kepala BNN, seorang calon harus memenuhi syarat:
Bagian Ketiga Tugas dan WewenangPasal 70BNN mempunyai tugas:
Pasal 71Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pasal 72
BAB XII PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILANPasal 73Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. Pasal 74
Pasal 75Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang:
Pasal 76
Pasal 77
Pasal 78
Pasal 79Teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf j dilakukan oleh Penyidik atas perintah tertulis dari pimpinan. Pasal 80Penyidik BNN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, juga berwenang:
Pasal 81Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 82
Pasal 83Penyidik dapat melakukan kerja sama untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pasal 84Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya. Pasal 85Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik pegawai negeri sipil tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana. Pasal 86
Pasal 87
Pasal 88
Pasal 89
Pasal 90
Pasal 91
Pasal 92
Pasal 93Selain untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, dan Pasal 92 sebagian kecil Narkotika atau tanaman Narkotika yang disita dapat dikirimkan ke negara lain yang diduga sebagai asal Narkotika atau tanaman Narkotika tersebut untuk pemeriksaan laboratorium guna pengungkapan asal Narkotika atau tanaman Narkotika dan jaringan peredarannya berdasarkan perjanjian antarnegara atau berdasarkan asas timbal balik. Pasal 94Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan dan pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 95Proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tidak menunda atau menghalangi penyerahan barang sitaan menurut ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dan Pasal 91. Pasal 96
Pasal 97Untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan, tersangka atau terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak, dan setiap orang atau korporasi yang diketahuinya atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan tersangka atau terdakwa. Pasal 98Hakim berwenang meminta terdakwa membuktikan bahwa seluruh harta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak, dan setiap orang atau korporasi bukan berasal dari hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan terdakwa. Pasal 99
Pasal 100
Pasal 101
Pasal 102Perampasan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 dapat dilakukan atas permintaan negara lain berdasarkan perjanjian antarnegara. Pasal 103
Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pasal 105Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pasal 106Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika diwujudkan dalam bentuk:
Pasal 107Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pasal 108
BAB XIV PENGHARGAANPasal 109Pemerintah memberikan penghargaan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pasal 110Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XV KETENTUAN PIDANAPasal 111
Pasal 112
Pasal 113
Pasal 114
Pasal 115
Pasal 116
Pasal 117
Pasal 118
Pasal 119
Pasal 120
Pasal 121
Pasal 122
Pasal 123
Pasal 124
Pasal 125
Pasal 126
Pasal 127
Pasal 128
Pasal 129Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum:
Pasal 130
Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pasal 132
Pasal 133
Pasal 134
Pasal 135Pengurus Industri Farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Pasal 136Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, baik berupa aset dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud serta barang-barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika dirampas untuk negara. Pasal 137Setiap orang yang:
Pasal 138Setiap orang yang menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 139Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 140
Pasal 141Kepala kejaksaan negeri yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 142Petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara melawan hukum tidak melaksanakan kewajiban melaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 143Saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Pasal 144
Pasal 145Setiap orang yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 di luar wilayah Negara Republik Indonesia diberlakukan juga ketentuan Undang-Undang ini. Pasal 146
Pasal 147Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), bagi:
Pasal 148Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika, pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar. BAB XVI KETENTUAN PERALIHANPasal 149Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
Pasal 150Program dan kegiatan Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 yang telah dilaksanakan tetapi belum selesai, masih tetap dapat dijalankan sampai dengan selesainya program dan kegiatan dimaksud termasuk dukungan anggarannya. Pasal 151Seluruh aset Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007, baik yang berada di BNN provinsi, maupun di BNN kabupaten/kota dinyatakan sebagai aset BNN berdasarkan Undang-Undang ini. BAB XVII KETENTUAN PENUTUPPasal 152Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698) pada saat Undang-Undang ini diundangkan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 153Dengan berlakunya Undang-Undang ini:
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 154Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 155Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika ( UU Narkotika ) |