Bagaimana peran serta masyarakat dalam penegakan HAM di Indonesia jelaskan?

Penegakan HAM dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari kepedulian dan perhatian tokoh-tokoh masyarakat dan LSM serta kalangan profesi hukum, ekonomi, dan politik di samping “political will” pemerintah Indonesia termasuk pihak TNI dan Polri. Dewasa ini telah ada kesamaan visi dan misi tentang penegakan HAM antara pemerintah dan kalangan masyarakat luas. Namun demikian, perbedaan di antara keduanya masih tetap ada

yaitu terletak dalam cara bagaimana mewujudkan perlindungan dan penegakan HAM tersebut ke dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Agar penegakan dan perlindungan HAM di Indonesia yang menuju masyarakat dapat terwujud, maka kita jangan melupakan budaya bangsa yang sudah mengakar. Jadi, penegakan dan perlindungan HAM harus tetap berlandaskan prinsip-prinsip supremasi hukum, transparansi, akuntabilitas, profesionalisme, dan prinsip musyawarah mufakat yang mengacu kepada Pancasila dan UUD 1945. Hal ini yang sudah jelas mengandung sistem nilai-nilai (value system) spiritual dan agamis bangsa.

Prinsip transparansi adalah mulai dari proses penyusunan naskah akademik sampai kepada proses pembahasan naskah Rancangan Undang- Undang harus terbuka dan dibuka akses publik ke dalam birokrasi. Dalam proses ini peranan DPR dan LSM sangat menentukan keberhasilan penegakan HAM.

Prinsip profesionalisme adalah di dalam penyusunan dan pembentukan hukum keikutsertaan serta peranan pakar-pakar hukum dan pakar non- hukum yang relawan harus diutamakan. Dengan demikian, para pakar diharapkan dapat melahirkan produk hukum dan perundang-undangan yang berkualitas.

Bertolak pada pengembangan prinsip-prinsip kehidupan masyarakat yang demokratis tersebut, maka budaya hukum merupakan unsur yang menentukan visi dan misi pengembangan sistem hukum dan penegakan Hak Asasi Manusia baik masa kini atau masa yang akan datang.

Proses Penegakan HAM di Indonesia

Proses penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia mengacu kepada ketentuan-ketentuan internasional yang ada pada SMPI/SR yang pada dasarnya memberikan wewenang luar biasa (extraordinary yurisdiction). Oleh Karena itu, pemerintah Indonesia bersama-sama DPR RI mengantisipasinya dengan mempertimbangkan dua hal yaitu sebagai berikut.

1. Kedudukan Negara Republik Indonesia sebagai Negara yang berdaulat

baik secara hukum, sosial, politik harus tetap dipertahankan dalam

keadaan apapun sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam

Piagam PBB.

2. Dalam pelaksanaannya pemerintah dan DPR RI harus tetap

mengacu kepada ketentuan SMPI/SR. Kemudian menyesuaikannya dan memasukkannya ke dalam sistem hukum nasional serta menempatkan sedemikian rupa sehingga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem hukum nasional.

Pemerintah Indonesia telah melaksanakan langkah-langkah strategis untuk menyelesaikan dan menegakkan HAM, baik di masa lampau ataupun di masa yang akan datang. Langkah-langkah yang strategis ini diawali dengan pembentukan Komnas HAM, diundangkannya UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dikeluarkannya PERPU Nomor 1 tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan TAP MPR Nomor XVII/MPR-RI/1999 tentang HAM.

Referensi bacaan Hak Asasi Manusia Karya Sri Widayati, S.Pd

(illustration from pinterest belong to the owner)

Kabar Latuharhary – Komnas HAM menyimpulkan bahwa penegakan hak asasi manusia di Indonesia pada 2019 belum mengalami kemajuan yang berarti. Berbagai komitmen dan agenda perbaikan kondisi HAM yang dimandatkan Nawacita, Rencana Pembangunan Jangka Mengengah Nasional (RPJMN), dan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) belum menunjukkan pencapaian yang signifikan.

Pernyataan ini disampaikan oleh Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara dalam Webinar “Masa Depan HAM dan Demokrasi di Era Normal Baru (Perspektif Nasional, Regional dan Internasional)”, Kamis (09/07/2020). Dalam diskusi yang digagas oleh Human Rights Working Group (HRWG) tersebut, Beka menyampaikan banyak faktor yang menjadi pendorong persoalan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.

“Banyaknya peraturan yang tidak diimbangi dengan penguatan kebijakan perlindungan HAM dan sosial; eksisnya regulasi yang tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia; lemahnya kemampuan institusi negara dalam hal penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM; rendahnya kepatuhan hukum dan budaya aparat dalam penghormatan dan perlindungan HAM; serta minimnya pemahaman aparat negara pada pendekatan dan prinsip hak asasi manusia,” jelas Beka.Beka juga mengungkapkan catatan penegakan hak asasi manusia pada 2019 yang diterima oleh Komnas HAM. Sepanjang 2019, Komnas HAM menerima 2.757 (dua ribu tujuh ratus lima puluh tujuh) aduan yang datang dari seluruh Indonesia.  Wilayah terbanyak pengadu datang dari DKI Jakarta, Sumatera Utara dan Jawa Timur dengan isu yang paling banyak diadukan adalah hak atas kesejahteraan  terkait sengketa lahan, sengketa ketenagakerjaan, serta kepegawaian.Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, lembaga yang paling banyak diadukan ke Komnas HAM adalah kepolisian. Namun, jumlah aduan terkait kepolisian dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Komnas HAM juga memberikan perhatian khusus untuk isu-isu yang dianggap penting bagi masa depan demokrasi dan hak asasi manusia seperti penyelesaian pelanggaran HAM yang berat, konflik agraria, intoleransi, dan lain-lain.

Ketika membahas persoalan covid-19, Beka menyampaikan bahwa situasi penegakan, perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia belum banyak berubah. Komnas HAM masih banyak menerima aduan terkait pelanggaran hak asasi manusia, juga kebebasan sipil dalam berpendapat dan berekspresi selama masa pandemi covid-19.

“Selain penanganan covid-19 yang pendekatannya kurang berperspektif hak asasi manusia, rendahnya koordinasi antar kementerian dan lembaga juga menimbulkan kerugian di masyarakat. Sampai saat ini belum ada tanda-tanda menggembirakan dari penanganan covid-19, bahkan beberapa hari terakhir penambahan kasus masih tinggi,” ujar Beka.

Di akhir pemaparannya, Beka menyampaikan bahwa di samping hak atas kesehatan, pelayanan publik dan penyelesaian keadilan yang berkaitan dengan pengaduan, sengketa dan konflik antara lembaga pemerintah dengan masyarakat juga terdampak. Pemerintah harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa mereka menghormati kebebasan sipil dan hak asasi manusia. Dengan begitu, ketika ada kritik, masukan dan partisipasi tidak direspon negatif dan bahkan berujung pada proses hukum.

“Terkait kualitas demokrasi, pada akhir 2020 akan dilaksanakan Pilkada serentak di level Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Ketika belum bisa memberikan signal positif untuk penanganan covid-19, masih akan terus ada keraguan soal kualitas demokrasi di Indonesia. Selain itu, dikhawatirkan akan banyak politisasi anggaran negara yang mengatasnamakan Pilkada sehingga hak asasi manusia terlupakan,” pungkas Beka. (Utari/Ibn/RPS)

Memahami peran masyarakat dalam penegakan HAM dan Hambatan Penegakan HAM sangatlah penting karena permasalahan HAM pada umumnya terjadi di dalam kehidupan masyarakat sehingga disini peran masyarakat sangat dibutuhkan.

Selain itu pemahaman terkait hambatan penegakan hak asasi manusia tidak boleh hanya sebatas pemahaman saja melainkan harus dicarikan solusi yang tepat untuk setidaknya meminimalisir hambatan sehingga benar-benar akan tercipta perlindungan hak asasi manusia yang menyeluruh.

Seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelumnya (baca juga: Upaya Pemerintah Dalam Penegakan HAM) bahwa pemerintah telah berupaya untuk menegakan HAM.

Ini dapat dilihat dari adaya pembentukan Lembaga Perlindungan HAM dalam skala nasional maupun skala internasional yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun, semua upaya ini akan sia-sia bila tidak ada partisipasi dari masyarakat.

Pemerintah harus memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat bahwa HAM sangatlah penting dan menyangkut setiap kehidupan individu dalam masyarakat yang luas. Tidak hanya itu saja, pemerintah juga harus membuat suatu aturan hukum terkait HAM.

Nah, jika aturannya telah dibuat, maka peran masyarakat dalam penegakan HAM dapat diwujudkan dalam bentuk mematuhi peraturan tersebut.

1. Peran organisasi dalam Penegakan HAM

Selain itu peran masyarakat dalam menegakan HAM juga bisa dilakukan dengan cara mengikuti organisasi-organisasi sukarela yang ikut serta dalam menegakan hak asasi manusia. Biasanya organisasi ini berupa lembaga swadaya masyarakat misalnya organisasi ELSAM, imparsial dan PBHI.

2. Peran tokoh masyarakat dalam Penegakan HAM

Tokoh masyarakat merupakan tokoh panutan yang banyak mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat. Maka peran tokoh masyarakat dalam ikut serta memberikan pemahaman tentang HAM kepada masyarakat dapat dilakukan. Tokoh masyarakat bisa ulama, pendeta, kepala suku atau sesepuh kampung.

3. Peran individu dalam Penegakan HAM

Selaku individu dalam sebuah masyarakat, kita bisa melakukan beberapa kegiatan untuk ikut berperan serta dalam menegakan HAM diantaranya turut mendukung secara positif penegakan HAM, tidak melanggar peraturan yang berlaku, ikut mengamati dan memperjuangkan bilamana ada pelanggaran HAM dan memahami istrumen-instrumen HAM.

Daftar Pustaka:

Yuliastuti, Rima dkk. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Diterbitkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional dari PT. Penerbit Percada.