Lihat Foto Show
Apalagi, Indonesia terdiri dari berbagai suku, adat, kebiasaan, dan agama serta kepercayaan. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara besar yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini dapat menjadi ancaman yang serius jika tidak disikapi dengan baik. Sejarah mencatat, Indonesia pernah mengalami berbagai masalah sejak kemerdekaan, baik di bidang militer maupun non-militer. Permasalahan di bidang non militer, yaitu di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan (ipoleksosbudhankam). Ancaman-ancaman ini harus segera diatasi jika tidak ingin berdampak serius terhadap keutuhan bangsa. Baca juga: Jenis-jenis Ancaman Terhadap Integrasi Nasional Berikut strategi menghadapi ancaman di bidang ipoleksosbudhankam. Bidang ideologiStrategi dalam menghadapi ancaman di bidang ideologi, yakni:
Strategi dalam menghadapi ancaman di bidang politik dapat dibagi menjadi pendekatan ke dalam dan ke luar.
Baca juga: Alasan Pentingnya Membangun Integrasi Nasional Bidang ekonomiStrategi dalam menghadapi ancaman di bidang ekonomi salah satunya adalah dengan menghadirkan sistem ekonomi kerakyatan, yaitu dengan cara:
Bidang sosial budayaBeberapa strategi dalam menghadapi ancaman di bidang sosial budaya, yakni:
Baca juga: Berbagai Bentuk Ancaman terhadap Integrasi Nasional Bidang pertahanan dan keamananStrategi dalam menghadapi ancaman di bidang pertahanan dan keamanan di antaranya, yaitu:
Referensi:
Baca berikutnya
Lihat Foto KOMPAS.com - Pengertian strategi di bidang ideologi adalah strategi untuk mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang membahayakan kelangsungan hidup Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara. Ideologi merupakan konsep fundamental dan aktual dalam sebuah negara. Hampir semua bangsa tidak dapat lepas dari pengaruh ideologi. Pancasila merupakan ideologi dari bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup memiliki status yang resmi dan tercantum pada alinea IV Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia. Dikutip dari situs Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, ancaman di bidang ideologi datang dari dalam maupun luar negeri. Seperti paham radikalisme, adu domba dari pihak asing, dan lain-lain. Baca juga: Ancaman Integrasi Nasional Bidang Ekonomi Terdapat beberapa strategi untuk menghadapi ancaman di bidang ideologi, yaitu:
Informasi atau pengetahuan kepada rakyat mengenai pihak asing harus diberikan. Hal ini agar masyarakat tidak mudak percaya terhadap pengaruh asing, terlebih yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Informasi dapat dilakukan melalui seminar, penyuluhan, iklan, dan lain-lain. Pemahaman ideologi Pancasila harus dilakukan sejak duduk di bangku sekolah melalui mata pelajaran atau kegiatan lain. Sehingga siswa maupun mahasiswa lebih memahami dan mengerti pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara.
Pemerintah dapat mengajak pemimpin agama untuk bersama-sama membentengi diri terhadap kemungkinan adanya ancaman bermuatan ideologi. Hal ini karena pemimpin agama memiliki peran sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Baca juga: Berbagai Bentuk Ancaman terhadap Integrasi Nasional
Dilansir dari Buku Ajar Keamanan Nasional (2021) oleh Rodon Pedrason, pertahanan ini menekankan pada pemikiran serta kesadaran berbela negara serta pengembangan teknologi. Ancaman ideologi mengarah pada ancaman secara pemikiran atau penyebaran ideologi yang tidak sesuai dengan ideologi nasional. Salah satu hal yang harus dilakukan adalah menumbuhkan bela negara dan memperdalam rasa cinta terhadap negara.
Pemerintah atau kementerian Indonesia harus bersatu melawan ancaman ideologi Pancasila. Contohnya, rutin mengadakan upacara bendera, menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum memulai acara atau aktivitas, dan lain-lain. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Baca berikutnya Polhukam, Malang – Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki potensi terjadinya gesekan atau benturan antar kelompok dalam masyarakat yang bernuansa SARA. Oleh karena itu diperlukan sinergitas antar perangkat keamanan bangsa seperti TNI dan Polri, serta peran aktif masyarakat untuk menghadapi ancaman-ancaman tersebut. Demikian pernyataan Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara, Laksda TNI. Achmad Djamaludin saat memberikan pembekalan pada acara Dies Natalis Universitas Islam Malang, Selasa (27/3/2018). “Dalam menghadapi ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan bangsa dan negara dari berbagai jenis ancaman tersebut, TNI dan Polri berada sebagai garda terdepan, namun dalam menghadapi ancaman bentuk baru diperlukan peran aktif seluruh lapisan masyarakat melalui bela negara,” kata Djamaludin. Selain itu, disampaikan bahwa menjelang penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Seretntak tahun 2018 dan Pemilihan Presiden serta Pemilihan Legislatif tahun 2019, penggunaan politik identitas berbasis SARA dapat menjadi salah satu ancaman yang dapat mengganggu penyelenggaraan pesta demokrasi terbesar di Indonesia tersebut. “Potensi kerawanan dan ancaman tersebut selanjutnya dapat diprovokasi oleh kelompok-kelompok tertentu melalui berita hoax dan ujaran kebencian yang disebarkan melalui media social, seperti twitter, facebook, WA, Telegram, dan lain-lain,” kata Djamaludin. Pada survey tahun 2017 yang dilakukan oleh Masyarakat Telekomunikasi, sekitar 91,8 persen berita sosial politik menyangkut Pilkada dan Pilpres yang ada di media sosial dikategorikan sebagai berita hoax. Dikatakan bahwa kondisi tersebut sangatlah memprihatinkan karena akan berpengaruh terhadap kualitas peyelenggaraan Pemilu maupun hasil Pemilu itu sendiri, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat. “Oleh sebab itu diperlukan peran serta seluruh masyarakat, termasuk sivitas akademika Unisma Malang untuk bersama-sama pemerintah menyatakan perang terhadap berita hoax yang dapat mengganggu stabilitas keamanan bangsa dan negara,” kata Djamaludin. Terkait pertahanan dan keamanan Negara, Djamaludin menjelaskan bahwa ada 3 jenis ancaman yang mungkin dihadapi oleh bangsa Indonesia, ancaman-ancaman tersebut dapat berasal dari dalam maupun luar negeri. Ancaman pertama adalah ancaman militer yang merupakan ancaman dengan menggunakan kekuatan senjata dan terorganisasi serta dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan dan keutuhan Negara serta keselamatan bangsa. “Ancaman militer dapat berbentuk Agresi yaitu penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain untuk melakukan aksi pendudukan di Indonesia, melalui invasi, bombardemen, blokade, pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran dan sebagainya,” jelas Djamaludin. Ancaman kedua adalah ancaman non-militer atau nirmiliter yang merupakan ancaman berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keselamatan, teknologi dan kesehatan umum, serta legislasi. Sedangkan ancaman ketiga adalah ancaman hibrida, yaitu ancaman yang memadukan ancaman militer dan ancaman non-militer. Ancaman hibrida dapat berupa gabungan ancaman konvensional, asimetrik, cyber warfare, dan war by proxy. Untuk menghadapi ancaman tersebut, Djamaludin mengungkapkan bahwa diperlukan adanya peningkatan sinergitas TNI dan Polri dalam rangka mengamankan bangsa dan Negara sesuai dengan tugas, kewenangan dan tanggung jawab masing-masing. Selain, dirinya juga mengatakan bahwa kesadaran masyarakat dalam bela Negara sangatlah penting sebagai upaya menghadapi ancaman-ancaman tersebut. “Pemerintah telah menetapkan kebijakan bela negara dengan menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman, mendorong pendidikan kewarganegaraan seperti penguatan patriotisme, cintah tanah air, dan semangat bela negara, serta upaya untuk memperteguh kebhinnekaan,” kata Djamaludin. Diakhir sambutannya, Deputi Bidkor Hanneg menekankan kembali bahwa untuk menghadapi ancaman militer, TNI berada pada garda terdepan dan sedangkan untuk menghadapi ancaman bentuk baru membutuhkan pelibatan masyarakat secara aktif, termasuk kalangan perguruan tinggi melalui bela negara. “Saya mengingatkan kembali bahwa bela negara adalah tugas kita bersama, tanggung jawab kita semuanya sebagai warga negara, sebagai anak bangsa di manapun kita berada, apapun latar belakang, apapun pendidikannya, apapun agamanya, dan apapun sukunya,” tegas Djamaludin. Humas Kemenko Polhukam Terkait |