Bagaimana mekanisme gangguan tersebut pada tubuh

Gangguan dismorfik tubuh adalah gangguan kejiwaan di mana kondisi pengidapnya memeiliki obsesi berlebihan terhadap bagian-bagian kecil dalam tubuh.

Baca juga: 3 Gangguan Kesehatan Gara-Gara Body Image

Faktor Risiko Gangguan Dismorfik Tubuh

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko body dysmorphic disorder, yaitu:

  • Memiliki anggota keluarga yang mengalami penyakit ini;

  • Pernah mengalami kejadian negatif, seperti dirundung semasa kecil/remaja;

  • Tekanan sosial, orang-orang mengharapkan kecantikan tertentu dari pengidap; dan

  • Terdapat gejala gangguan mental, seperti cemas atau depresi.

Baca juga: 5 Jenis Gangguan Makan yang Dianggap Aneh

Penyebab Gangguan Dismorfik Tubuh

Penyebab body dysmorphic disorder belum diketahui dengan jelas. Stigma gangguan jiwa berhubungan dengan penampilan dapat berupa depresi berat, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan menyeluruh, fobia tempat ramai, dan gangguan makan. Belum ada bukti bahwa penyakit ini diturunkan dari keluarga.

Gejala Gangguan Dismorfik Tubuh

Seseorang kemungkinan mengidap gangguan dismorfik tubuh, jika orang tersebut memiliki gejala berikut:

  • Menghabiskan banyak waktu untuk mengamati wajah dan tubuhnya di cermin

  • Jika terdapat bagian tubuh yang dianggapnya cacat atau tidak simetris, maka sang pengidap akan melakukan berbagai upaya untuk menutupi bagian tubuh yang dianggap cacat tersebut.

  • Sering kali bertanya ke orang lain mengenai bagian tubuh si pengidap untuk meyakinkan bahwa memang ada bagian tubuh yang tidak sempurna

  • Pikiran berlebihan terhadap tubuh membuat si pengidap mengalami gangguan konsentrasi dalam sekolah atau pekerjaan.

  • Melakukan operasi plastik atau berdiskusi ke dokter secara berulang-ulang untuk memperbaiki penampilannya

Diagnosis Gangguan Dismorfik Tubuh

Berikut ini adalah beberapa kriteria yang harus diperiksa oleh psikiater (dokter spesialis keseahatan jiwa) untuk menentukan apakah seseorang mengidap penyakit gangguan dismorfik tubuh atau tidak, yaitu:

  • Pengidapnya mengalami preokupasi (pikiran terus-menerus) mengenai kecacatan penampilannya, padahal sebenarnya tidak ada bagian tubuhnya yang cacat. Kalaupun ada, maka respons pengidapnya terlalu berlebihan.

  • Terjadi gangguan dalam aktivitas sehari-hari si pengidap, juga terjadi gangguan hubungan sosial antara si pengidap dengan orang lain di sekitarnya, serta gangguan dalam pekerjaan. Gangguan-gangguan tersebut disebabkan oleh preokupasi yang terjadi.

  • Tidak ada penyakit lain yang ditemukan pada pengidap yang dapat menyebabkan kelainan ini.

Pengobatan Gangguan Dismorfik Tubuh

Pengobatan gangguan dismorfik tubuh dilakukan oleh psikiater. Pengobatannya dengan psikoterapi dan obat-obatan. Psikoterapi dilakukan dengan melakukan konseling dan terapi suportif untuk menggali permasalahan yang mendasari gangguan yang dialami, mencari jalan keluar dari permasalahan, dan menolong pengidap untuk dapat meyakinkan dirinya bahwa tidak ada yang salah dengan bagian tubuhnya.

Sementara itu, pengobatan yang lazim digunakan sebagai penanganan dan untuk mengatasi gangguan dismorfik tubuh adalah memberikan obat antidepresan kepada sang pengidap.

Jika tidak ditangani dengan baik, gangguan dismorfik tubuh cenderung akan berdampak negatif seiring berjalannya waktu dan dapat berujung pada depresi atau kecemasan, bahkan pemikiran atau perilaku bunuh diri.

Selain beberapa komplikasi di atas, dapat juga memicu beberapa kondisi berikut:

  • Gangguan pada kulit akibat kebiasaan mencubit kulit;

  • Gangguan makan;

  • Gangguan obsesif kompulsif;

  • Penyalahgunaan zat terlarang;

Pencegahan Gangguan Dismorfik Tubuh

Untuk melakukan pencegahan terhadap gangguan dismorfik tubuh bisa dengan mengajarkan atau memberikan sosialisasi dan menyakinkan seseorang untuk menerima bentuk tubuhnya secara apa adanya, meyakinkan bahwa tubuhnya sehat, dan memberikan motivasi untuk selalu berpikir positif terhadap bentuk tubuh dan kesehatan seseorang atau si pengidap.

Baca juga: 6 Alasan Berat Badan Turun Tanpa Sebab yang Perlu Diperhatikan

Kapan Harus ke Dokter?

Jika keluarga atau kerabat mengalami gejala yang disebutkan di atas, sebaiknya segera diskusikan ke dokter. Pilihlah dokter atau rumah sakit yang sesuai dengan kebutuhan dan dekat dengan tempat tinggal kamu melalui Halodoc.

Bagaimana mekanisme gangguan tersebut pada tubuh

Referensi:
WebMD ( Diakses tahun 2019). Body Dysmorphic Disorder
Adaa.org (Diakses tahun 2019). Body Dysmorphic Disorder (BDD)

Diperbarui pada 12 Agustus 2019

Peradangan atau dikenal juga dengan istilah inflamasi (inflammation) adalah respons alami dari sistem kekebalan tubuh terhadap suatu cedera atau penyakit. Dapat juga diartikan sebagai mekanisme pertahan tubuh yang berperan dalam proses penyembuhan.

Ketika inflamasi terjadi pada tubuh, akan ada banyak sel sistem kekebalan tubuh yang terlibat. Sel-sel tersebut melepaskan berbagai zat, yang dikenal sebagai mediator inflamasi, seperti hormon bradikinin dan histamin. Hormon ini menyebabkan pembuluh darah kecil di jaringan menjadi lebih lebar, memungkinkan lebih banyak darah untuk mencapai jaringan yang terluka. Karena alasan ini, area yang meradang menjadi merah dan terasa hangat.

Aliran darah yang meningkat juga memungkinkan lebih banyak sel sistem kekebalan untuk berpindah ke jaringan yang terluka, dan membantu proses penyembuhan. Namun, pelepasan hormon tersebut bisa mengiritasi saraf dan menyebabkan sinyal berupa rasa sakit dan dikirim ke otak. Hal ini berguna bagi Anda karena, area yang sakit cenderung akan Anda lindungi.

Mediator inflamasi juga bisa menyebabkan pembengkakan karena memungkinkan lebih banyak cairan masuk ke jaringan yang meradang. Pembengkakan akan menghilang setelah beberapa saat, ketika cairan ini diangkut keluar dari jaringan.

Namun, terkadang tubuh keliru menganggap sel atau jaringan tubuh yang sehat sebagai suatu ancaman seperti halnya bibit patogen. Alhasil, zat kimia yang dilepaskan dapat mengiritasi sel tubub tersebut. Reaksi inilah yang dalam jangka waktu tertentu bisa menyebabkan penyakit autoimun.

Ahli kesehatan percaya bahwa inflamation bisa memicu berbagai penyakit kronis lainnya, seperti penyakit jantung, obesitas, radang sendi, dan psoriasis.

Peradangan terbagi menjadi 2, yakni akut dan kronis.

  • Acute inflammation. Kondisi ini biasanya terjadi akibat cedera dan infeksi bakteri atau virus. Prosesnya terjadi dengan cepat dan bisa parah.
  • Chronic inflammation. Kondisi ini berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup. Terjadi karena adanya keterkaitan dengan berbagai macam kondisi serius yang menyebabkan perubahan besar pada jaringan, organ, maupun sel tubuh.

Seberapa umumkah kondisi peradangan itu?

Peradangan adalah penyebab dari beragam jenis masalah kesehatan. Penyakit yang dimunculkan bisa menyerang segala usia, baik wanita maupun pria.

Tak hanya angka kasusnya saja yang besar, angka kematiannya pun cukup tinggi. Menurut data Hasil Riset Kesehatan Dasar Kementerian RI tahun 2018, diabetes melitus dan penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia.

Tanda dan gejala peradangan

Ciri-ciri yang dirasakan pada setiap orang dapat berbeda-beda, tergantung dengan penyebab maupun penyakit yang dihasilkan dari inflamasi.

Setelah cedera, gejala yang umum terjadi adalah kemerahan, nyeri dan lebih sensitif, ada pembengkakan, area yang terkena hangat bila disentuh, kaku, memar, dan kehilangan mobilitas. Gejalanya dapat bertahan dalam beberapa hari bahkan beberapa bulan.

Bila penyebabnya adalah virus atau bakteri, sel darah putih akan merangsang pelepasan zat kimia untuk melawan bibit penyakit tersebut. Proses ini membuat tubuh mengerahkan seluruh energinya sehingga kerap kali menyebabkan tubuh kelelahan dan nyeri.

Di samping itu, gejala lain yang juga menyertai adalah demam, mual, mengantuk, pilek, sakit tenggorokan, hidung tersumbat, sakit kepala, dan mudah marah. Gejala ini dapat bertahan selama beberap minggu, atau lebih lama jika bertambah parah.