Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa suatu reaksi bolak-balik telah mencapai kesetimbangan

Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa suatu reaksi bolak-balik telah mencapai kesetimbangan

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.


Selamat kepada anda yang kali ini naik kelas XI. Semoga ke depan hasil yang anda peroleh di sekolah semakin meningkat dari sebelumnya. Di awal semester ganjil ini, materi kimia pertama yang saya share adalah Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital. Sebelum, kita bahas secara detail, apa itu bilangan kuantum dan apa itu bentuk orbital, maka kami mohon anda klik like di sebelah kanan ini, terima kasih Sob. Yuk belajar Kimia.

Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital | Materi Kimia SMA Kelas XI Semester 1

Persamaan gelombang oleh Erwin Schrodinger memperjelas kemungkinan ditemukannya elektron melalui bilangan-bilangan kuantum. Daerah paling mungkin ditemukannya elektron disebut orbital, sehingga bilangan-bilangan akan memperjelas posisi elektron dalam atom.

Pada teori atom mekanika kuantum, untuk menggambarkan posisi elektron digunakan bilangan-bilangan kuantum. Daerah kemungkinan elektron berada disebut orbital. Orbital memiliki bentuk yang berbeda-beda. Untuk memahami bilangan kuantum dan bentuk-bentuk orbital perhatikan uraian berikut.

A. Bilangan Kuantum

Ada empat bilangan kuantum yang akan kita kenal, yaitu bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum Azimut (I), bilangan kuantum magnetic (m) dan bilangan kuantum spin (s).

1). Bilangan Kuantum Utama

Di dalam model atom Bohr, elektron dikatakan berada di dalam lintasan stasioner dengan tingkat energi tertentu. Tingkat energi ini berkaitan dengan bilangan kuantum utama dari elektron. Bilangan kuantum utama dinyatakan dengan lambang n sebagaimana tingkat energi elektron pada lintasan atau kulit ke-n.

Bisa dikatakan bahwa bilangan kuantum utama berkaitan dengan kulit elektron di dalam atom. Bilangan kuantum utama membatasi jumlah elektron yang dapat menempati satu lintasan atau kulit berdasarkan persamaan berikut.

Jumlah maksimum elektron pada kulit ke-n adalah 2n2

Tabel 1. Hubungan jenis kulit dan nilai bilangan kuantum utama.

Jenis Kulit

Nilai (n)

K

1

L

2

M

3

N

4

2). Bilangan Kuantum Azimut (I)

Elektron yang bergerak mengelilingi inti atom memiliki momentum sudut. Efek Zeeman yang teramati ketika atom berada di dalam medan magnet berkaitan dengan orientasi atau arah momentum sudut dari gerak elektron mengelilingi inti atom. Terpecahnya garis spektum atomik menandakan orientasi momentum sudut elektron yang berbeda ketika elektron berada di dalam medan magnet.

Bilangan kuantum azimut menyatakan sub kulit tempat elektron berada dan bentuk orbital, serta menentukan besarnya momentum sudut elektron terhadap inti.

Banyaknya subkulit tempat elektron berada tergantung pada nilai bilangan kuantum utama (n). Nilai bilangan kuantum azimut dari 0 sampai dengan (n – 1). Bila n = 1, maka hanya ada satu subkulit yaitu l = 0. Sedangkan n = 2, maka ada dua subkulit yaitu l = 0 dan l = 1.

Seandainya dibuat dalam tabel maka akan tampak sebagai berikut :

Tabel 2. Hubungan bilangan kuantum utama dan azimut serta subkulit.

Bilangan Kuantum
Utama (n)

Bilangan Kuantum
Azimut (I)

Banyaknya SubKulit

1

0

1

2

0
1

2

3

3

4

4

Sub kulit yang harganya berbeda-beda ini diberi nama khusus:

l = 0 ; sesuai sub kulit s (s = sharp)
l = 1 ; sesuai sub kulit p (p = principle)
l = 2 ; sesuai sub kulit d (d = diffuse)
l = 3 ; sesuai sub kulit f (f = fundamental)

Tabel 3. Hubungan subkulit sejenis dalam kulit yang berbeda pada atom.

Kulit

Nilai n

Nilai I

Jenis Subkulit

K

1

0

1s

L

2

0

2s

1

2p

M

3

0

3s

1

3p

2

3d

N

4

0

4s

1

4p

2

4d

3

4f

3). Bilangan Kuantum Magnetic (m)

Momentum sudut elektron L merupakan sebuah vektor. Jika vektor momentum sudut L diproyeksikan ke arah sumbu yang tegak atau sumbu-z secara tiga dimensi akan didapatkan besar komponen momentum sudut arah sumbu-z dinyatakan sebagai Lz. bilangan bulat yang berkaitan dengan besar Lz adalah m. bilangan ini disebut bilangan kuantum magnetik. Karena besar Lz bergantung pada besar momentum sudut elektron L, maka nilai mjuga berkaitan dengan nilai l.

m = ?l, … , 0, … , +l

misalnya, untuk nilai l = 1, nilai m yang diperbolehkan adalah ?1, 0, +1.

Bilangan kuantum magnetik menyatakan orbital tempat ditemukannya elektron pada subkulit tertentu dan arah momentum sudut elektron terhadap inti. Sehingga nilai bilangan kuantum magnetik berhubungan dengan bilangan kuantum azimut. Nilai bilangan kuantum magnetik antara – l sampai + l.

Hubungan antara bilangan kuantum azimut dengan bilangan kuantum magnetik dapat Anda perhatikan pada tabel 6.

Tabel 6. Hubungan bilangan kuantum azimut dengan bilangan kuantum magnetik.

Bilangan Kuantum Azimut

Tanda
Orbital

Bilangan Kuantum
Magnetik

Gambaran
Orbital

Jumlah
Orbital

0

s

0


1

1

p

-1, 0, +1


3

2

d

-2, -1, 0, +1, +2


5

3

f

-3, -2, -1, 0, +1, +2, +3


7

4). bilangan kuantum spin (s).

Bilangan kuantum spin diperlukan untuk menjelaskan efek Zeeman anomali. Anomali ini berupa terpecahnya garis spektrum menjadi lebih banyak garis dibanding yang diperkirakan. Jika efek Zeeman disebabkan oleh adanya medan magnet eksternal, maka efek Zeeman anomali disebabkan oleh rotasi dari elektron pada porosnya. Rotasi atau spin elektron menghasilkan momentum sudut intrinsik elektron. Momentum sudut spin juga mempunyai dua orientasi yang berbeda, yaitu spin atas dan spin bawah. Tiap orientasi spin elektron memiliki energi yang berbeda tipis sehingga terlihat sebagai garis spektrum yang terpisah.

Bilangan kuantum spin (s): menunjukkan arah perputaran elektron pada sumbunya. Dalam satu orbital, maksimum dapat beredar 2 elektron dan kedua elektron ini berputar melalui sumbu dengan arah yang berlawanan, dan masing-masing diberi harga spin +1/2 atau -1/2.

Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital | Materi Kimia SMA Kelas XI Semester 1

B. Bentuk Orbital

Elektron-elektron bergerak pada setiap orbitalnya. Orbital-orbital mempunyai. Bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan arah gerakan elektron di dalam atom. Bentuk berbagai orbital adalah sebagai berikut.

a. Orbital s

-->

Orbital s yang berbentuk bola tidak menunjukan arah ruang tertentu karena kebolehjadian ditemukan elektron dengan bentuk ini berjarak sama jauhnya ke segala arah dari inti atom. Kebolehjadian terbesar ditemukannya elektron dalam orbital s terdapat pada daerah sekitar bola, yaitu untuk orbital : a. 1s : terdapat pada kulit bola b. 2s : terdapat pada awan lapisan kedua c. 3s : terdapat pada awan lapisan ketiga

Gambaran kebolehjadian ditemukan orbital pada masing-masing kulit :

 

Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa suatu reaksi bolak-balik telah mencapai kesetimbangan

Perhatikan Gambar 1.2. Orbital s digambarkan berbentuk bola dengan inti sebagai pusat.

b. Orbital p
 

-->

Subkulit p terdiri dari tiga orbital p. Karena nilai bilangan kuantum magnetiknya ada tiga yaitu –1, 0, dan +1. Ketiga orbital ini mempunyai tingkat energi yang sama tetapi arah ruangnya masing-masing berbeda. Jika digabungkan, ketiga orbital ini saling tegak lurus satu sama lain. Bila digambarkan pada sistem koordinat kartesius yang memiliki sumbu X, Y, dan Z maka orbital p yang terletak pada sumbu X disebut orbital px, sedangkan yang terletak pada sumbu Y disebut orbital py. Begitu pula halnya dengan orbital p yang terletak pada sumbu Z disebut orbital pz, perhatikan gambar berikut ini!


Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa suatu reaksi bolak-balik telah mencapai kesetimbangan


Orbital p terdiri atas 3 orbital, masing-masing berbentuk balon terpilin dengan arah dalam ruang sesuai dengan sumbu x, y, dan z.

c. Orbital d

-->

Subkulit d terdiri dari 5 orbital d karena nilai bil kuantum magnetiknya –2, -1, 0, +1, +2. Seperti halnya orbital p, orbital d juga memiliki tingkat energi yang sama tetapi arah ruangnya masing-masing berbeda. Bila digambarkan pada sistem koordinat kartesius maka ketiga orbital d menempati ruang antar sumbu pada koordinat kartesius tersebut. Masing-masing orbital dinyatakan sebagai dXY, dXZ dan dYZ, sedangkan dua orbital d lainnya terletak pada sumbu koordinat kartesius yang masing-masing orbital dinyatakan sebagai dX2-Y2 dan dZ2. Bentuk kelima orbital d dapat digambarkan sebagai berikut:

Orbital dZ2 terletak pada sumbu Z
Orbital dX2-Y2 terletak pada sumbu X dan Y
Orbital dXY terletak antara sumbu X dan Y
Orbital dXZ terletak antara sumbu X dan Z
Orbital dYZ terletak antara sumbu Y dan Z 

 

Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa suatu reaksi bolak-balik telah mencapai kesetimbangan

LAJU REAKSI (MATERI KIMIA KELAS XI IPA)

LAJU REAKSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
(Bahan Ujian Semester Bagi Kelas XI IPA) Persamaan Reaksi dapat dituliskan sebagai berikut : aA + bB ---> cC + dD dimana a, b, c, dan d adalah koefisien, A dan B adalah Reaktan (pereaksi) serta C dan D adalah Produk (hasil reaksi) Saat reaksi berlangsung, jumlah A dan B semakin lama semakin berkurang,s ebaliknya jumlah C dan D akan semakin bertambah MOLARITAS Molaritas atau kemolaran merupakan satuan kepekatan atau konsentrasi dari suatu larutan. Molaritas didefinisikan sebagai banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutan, yang dirumuskan sebagai :

M = mol/L atau M=mmol/mL
Adakalanya molaritas ditentukan melalui pengenceran dari suatu larutan. Pengenceran menyebabkan volume dan kemolaran larutan berubah tetapi jumlah mol zat terlarut tidak berubah. Oleh karena jumlah molnya tetap, maka


n1=n2 atau V1.M1=V2.M2 dalam bidang industri untuk mengetahi molaritasnya harus diketahui volume larutan pekatnya (larutan primer). Caranya dengan menentukan molaritas dari alrutan pekat yangdikatahui kadar dan massa jenisnya. Kemolaran tersebut dapat dicari dengan rumus: p x 10 x % massa M = ------------------------ mol.L-1 Mr Dimana = M adalah Molaritas, r = massa jenis, % massa = kadar, Mr = massa molekul relatif LAJU REAKSI Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk tiap satuan waktu, yang dituliskan sebagai berikut : Perubahan konsentarasi Laju = ----------------------------- Periode waktu reaksi Selama reaksi berlangsung, konsentrasi pereaksi berkurang, sedangkan konsentrasi produk bertambah. Jika A --> B maka untuk d[A] d[B] d[C] Laju A = - ------- dan Laju B = + ------ sehingga V = ---------, dt dt dt Dimana : d[C] = perubahan konsentrasi, V = laju reaksi, dan dt = perubahan waktu Untuk reaksi yang lebi kompleks, misal 2A --> B, maka laju reaksi berkurangnya A adalah 2 kali lebih cepat dari laju pembentukan B, sehingga penulisan laju reaksi menjadi 1 d[A] d[B] Laju A = - -- ------- dan Laju B = + ------ 2 dt dt Atau melihat kecenderungan koefisien yang terlibat PERSAMAAN LAJU REAKSI INGAT : Laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi, bukan konsentrasi hasil reaksi. GULBERG dan WAAGE menuturkan : “Laju reaksi dalam sistem pada suatu temperatur tertentu berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang bereaksi, setelah tiap-tiap konsentrasi dipangkatkan dengan koefisiennya dalam persamaan reaksi yang bersangkutan.”Misalnya pada reaksi :

mA + nB ---> pC + qD
maka Laju Reaksi menurut reaksi di atas adalah :


V = k [A]m [B]n
m dan n merupakan pangkat atau menunjukkan orde reaksi, jika dijumlahkan maka akan menjadi orde reaksi total. Orde reaksi memunkinkan kita mengetahui kebergantungan reaksi terhadap reaktan. Pada reaksi yang berlangsung bertahap, orde reaksi ditentukan oleh tahapan reaksi yang paling lambat

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHILAJU REAKSI


1. Konsentrasi
Semakin besar konsentrasi pereaksi yang direaksikan akan semakin besar pula laju reaksinya

2. Suhu
Semakin tinggi suhu akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya suhu maka energi kinetik pada partikel reaktan semakin besar.

Dalam praktiknya setiap kenaikan suhu 10oC, maka laju reaksi akan naik 2 kali lebih besar, yang dirumuskan sebagai : Vt = (dV)dt/10.Vo atau Vt = (2)dt/10.Vo dt = t2 – t1

3. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen. Katalis dibedakan atas 2, yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. (bergantung fasa zat)

4. Luas Permukaan
Pada sistem heterogen sangat bergantung pada luas permukaan antara fasa. Reaksi antara padatan dan cairan atau padatan dengan gas akan lebih cepat jika luas permukaan bidang sentuh zat padat diperbanyak.


Konfigurasi Elektron dalam Atom

Konfigurasi Elektron dalam Atom- Konfigurasi elektron dalam atom menggambarkan lokasi semua elektron menurut orbital-orbital yang ditempati. Pengisian elektron dalam orbital-orbital mengikuti aturan-aturan berikut.

1.    Prinsip Aufbau
Elektron akan mengisi orbital atom yang tingkat energi relatifnya lebih rendah dahulu baru kemudian mengisi orbital atom yang tingkat energinya lebih tinggi.


Untuk memberikan gambaran yang jelas bagaimana susunan tingkat energi itu, serta cara penamaannya, dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Untuk memudahkan urutan pengisian tingkat-tingkat energi orbital atom diperlukan bagan berikut.

Bagan 1.1 Urutan pengisian elektron pada orbital-orbital suatu atom

Urutan tingkat energi orbital dari yang paling rendah sebagai berikut.
1s → 2s→2p → 3s → 3p → 4s → 3d → 4p →5s dan seterusnya

2.    Aturan Hund

Pada pengisian orbital-orbital yang setingkat, elektron-elektron tidak membentuk pasangan lebih dahulu sebelum masing-masing orbital setingkat terisi sebuah elektron dengan arah spin yang sama.


Untuk mempermudah penggambaran maka orbital dapat digambarkan sebagai segi empat sedang kedua elektron yang berputar melalui sumbu dengan arah yang berlawanan digambarkan sebagai 2 anak panah dengan arah yang berlawanan, + ½  (searah dengan arah putaran jarum jam) digambarkan anak panah ke atas (­↑), – ½ (berlawanan dengan arah putaran jarum jam) digambarkan anak panah ke bawah (↓).
Untuk elektron tunggal pada orbital s tidak masalah + ½ (­↑) atau – ½ (↓), tetapi jika orbital s tersebut terisi 2 elektron, maka bilangan kuantum spinnya harus + ½ dan – ½ (↑­↓).
Demikian pula untuk pengisian orbital p (l = 1), elektron pertama dapat menempati orbital px, py, atau pz. Sebab ketiga orbital p tersebut mempunyai tingkat energi yang sama.

  • orbital s dengan elektronnya digambar  |­↑­↓|
  • orbital p dengan elektronnya digambar  |­↑­↓|  |­↑­↓|  |­↑­↓|
  • orbital d dengan elektronnya digambar  |­↑­↓|  |­↑­↓|  |­↑­↓|  |­↑­↓|  |­↑­↓|

Perjanjian:

Pada pengisian elektron dalam orbital, elektron pertama yang mengisi suatu orbital ialah elektron yang mempunyai harga spin + ½  dan elektron yang kedua mempunyai harga spin – ½. Berdasarkan pada tiga aturan di atas, maka kita dapat menentukan nilai keempat bilangan kuantum dari setiap elektron dalam konfigurasi elektron suatu atom unsur seperti pada tabel berikut ini.

Elektron ke-

Orbital yang ditempati

Konfigurasi elektron terakhir

        Nilai

keterangan

n

       l

m

s

Aturan Hund

1

1s

1s1

1

 0

0

+ ½

2

1s

1s2

1

 0

0

- ½

3

2s

2s1

2

 0

0

+ ½

4

2s

2s2

2

0

0

- ½

5

2p

2p1

2

1

-1

+ ½

6

2p

2p2

2

1

0

- ½

7

2p

2p3

2

1

+1

+ ½

8

2p

2p4

2

1

-1

- ½

9

2p

2p5

2

1

0

+ ½

10

2p

2p6

2

1

+1

- ½

 Sumber: Brady, General Chemistry Principle and Structure

Orbital penuh dan setengah penuh


Konfigurasi elektron suatu unsur harus  menggambarkan sifat suatu unsur. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa sifat unsur lebih stabil apabila orbital dalam suatu atom unsur terisi elektron tepat ½ penuh atau tepat penuh, terutama orbital-orbital d dan f (5 elektron atau 10 elektron untuk orbital-orbital d dan 7 elektron atau 14 elektron untuk orbital-orbital f). Apabila elektron pada orbital d dan f terisi elektron 1 kurangnya dari setengah penuh/penuh, maka orbital d/f tersebut harus diisi tepat ½  penuh/tepat penuh. Satu elektron penggenapnya diambil dari orbital s yang terdekat.

Contoh: Konfigurasi elektron:

24Cr: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5


bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4 Begitu pula konfigurasi elektron:

29Cu adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10


bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9

Konfigurasi elektron ion positif dan ion negatif


Misalnya konfigurasi elektron ion K+ dan ion Cl
19
K: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 Bila atom K melepaskan 1 elektron maka terjadi ion K+ yang mempunyai jumlah proton 19 dan elektron 19 – 1 = 18
Konfigurasi elektron ion K+: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
17
Cl: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5 Bila atom Cl menerima 1 elektron maka terjadi ion Cl yang mempunyai jumlah proton 17 dan elektron 17 + 1 = 18
Konfigurasi elektron ion Cl: 1s2 2s2 2p6 3s2 2p5 Konfigurasi elektron ion K+ = ion Cl = atom Ar, peristiwa semacam ini disebut isoelektronis. Konfigurasi elektron yang tereksitasi Konfigurasi elektron yang telah dibicarakan di atas adalah konfigurasi elektron dalam keadaan tingkat dasar. Konfigurasi elektron yang tereksitasi adalah adanya elektron yang menempati orbital yang tingkat energinya lebih tinggi.

3.    Larangan Pauli

Menurut prinsip ini dalam suatu atom tidak boleh ada 2 elektron yang mempunyai keempat bilangan kuantum yang sama harganya, jika 3 bilangan kuantum sudah sama, maka bilangan kuantum yang keempat harus berbeda.

Contoh:


Elektron pertama dalam suatu atom akan menempati orbital 1s, ini berarti elektron kesatu mempunyai harga n = 1, l = 0, m = 0, dan s = + ½.
Elektron kedua juga menempati orbital 1s, elektron kedua mempunyai harga n = 1, l = 0, m = 0, dan s = – ½ . Ternyata elektron ke-1 dan ke-2 mempunyai harga n, l, dan m yang sama, tapi harga s-nya berbeda. Elektron ke-3 tidak dapat menempati orbital1s lagi, sebab jika elektron ke-3 menempati orbital 1s, maka harga n, l, m, dan s elektron ke-3 akan sama dengan elektron ke-1 atau elektron ke-2.
Dengan menggunakan prinsip eksklusi Pauli dan ketentuan harga m dan l yang diperbolehkan untuk setiap harga n dapat disusun berbagai kombinasi 4 bilangan kuantum pada setiap kuantum grup sebagai berikut.

Bilangan kuantum

utama (n)

Orbital

Bilangan kuantum

Notasi

orbital

Jumlah elektron

l

m

s

n = 1

(kulit K)

S

0

0

+ ½

1s

2

0

0

- ½

n = 2

(kulit L)

S

0

0

+ ½

2s

2

0

0

- ½


p

1

-1

+ ½

2p

6

p

1

-1

- ½

p

1

0

+ ½

p

1

0

- ½

p

1

+1

+ ½

p

1

+1

- ½

Sumber: Brady, General Chemistry Principle and Structure

Kesimpulan:


Sesuai dengan prinsip eksklusi Pauli ini dapat disimpulkan bahwa dalam tiap orbital hanya dapat terisi 2 buah elektron.


Page 2