Bagaimana dampak dari kebijakan dan tindakan jepang terhadap gerakan romusha

Bagaimana dampak dari kebijakan dan tindakan jepang terhadap gerakan romusha

Bagaimana dampak dari kebijakan dan tindakan jepang terhadap gerakan romusha
Lihat Foto

pinterest.com

Romusha, rakyat Indonesia yang dipaksa Jepang menjadi tenaga kerja pada masa pendudukan Jepang di Indonesia.

KOMPAS.com - Pendudukan Jepang di Indonesia membawa dampak pada kehidupan masyarakat Indonesia dalam berbagai bidang.

Mengutip Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, pendudukan Jepang di Indonesia membawa dampak pada lima bidang kehidupan masyarakat, yaitu:

  1. Bidang politik
  2. Bidang ekonomi
  3. Bidang sosial budaya
  4. Bidang pendidikan
  5. Bidang birokrasi dan militer

Tahukah kamu apa akibat pendudukan Jepang di Indonesia bidang ekonomi?

Baca juga: Dampak Positif Pendudukan Jepang

Akibat pendudukan Jepang bidang ekonomi

Jepang membutuhkan biaya Perang Pasifik, untuk itu mengerahkan semua tenaga kerja dari Indonesia.

Tenaga kerja dari Indonesia dikerahkan untuk membuat benteng-benteng pertahanan. Akibatnya, kondisi masyarakat dari segi ekonomi menyedihkan.

Beberapa akibat pendudukan Jepang di Indonesia bidang ekonomi antara lain:

  1. Pembentukan barisan romusha dengan panitia pengarahan (romukyokai) di setiap daerah.
  2. Pengerahan tenaga kerja dari sukarela menjadi paksaan.
  3. Masyarakat wajib melakukan pekerjaan yang dinilai berguna bagi masyarakat luas.
  4. Obyek vital dan alat-alat produksi dikuasai dan diawasi ketat oleh pemerintah Jepang.
  5. Barang-barang keperluan hidup sulit didapat karena jumlahnya sedikit.
  6. Bahan makanan sulit didapat karena banyak petani menjadi romusha.
  7. Bahan-bahan pakaian sulit didapat bahkan menggunakan karung goni sebagai bahan pakaian.
  8. Obat-obatan sulit didapat.
  9. Peningkatan jumlah gelandangan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya.
  10. Pasar gelap tumbuh di kota-kota besar.
  11. Inflasi parah karena uang yang dikeluarkan pemerintah Jepang tidak ada jaminannya.

Baca juga: Kerja Rodi dan Romusha, Kerja Paksa Zaman Penjajahan

Romusha

Awalnya tenaga kerja dikerahkan dari Pulau Jawa yang padat penduduknya.

Lalu di kota-kota dibentuk barisan romusha sebagai sarana propaganda. Propaganda yang kuat itu menarik pemuda-pemuda untuk bergabung dengan sukarela.

Pengerahan tenaga kerja yang awalnya sukarela menjadi paksaan. Terdapat panitia pengerahan (romukyokai) di setiap daerah.

Desa-desa diwajibkan untuk menyiapkan sejumlah tenaga romusha. Para petani banyak yang menjadi pekerja romusha, akibatnya bahan makanan sulit didapat.

Oleh Husnul Abdi pada 22 Des 2021, 18:30 WIB

Diperbarui 22 Des 2021, 18:30 WIB

Bagaimana dampak dari kebijakan dan tindakan jepang terhadap gerakan romusha

Perbesar

Ilustrasi Tentara Jepang. (Liputan6/HistoryNet)

Liputan6.com, Jakarta Romusha adalah istilah yang mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kamu. Pasalnya, istilah ini dibahas dalam mata pelajaran sejarah di sekolah, yaitu berkaitan dengan materi sejarah kemerdekaan Indonesia.

Istilah romusha dikenal pada zaman penjajahan Jepang di Indonesia. Penjajahan ini berlangsung selama 3,5 tahun, mulai dari tahun 1942 sampai dengan tanggal 17 Agustus  1945, yaitu hari kemerdekaan Indonesia.

Romusha adalah pekerja paksa, sebuah kebijakan yang diterapkan Jepang saat menjajah Indonesia. Istilah ini ditujukan pada orang-orang yang dipaksa bekerja berat pada zaman pendudukan Jepang.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (22/12/2021) tentang romusha.

Bagaimana dampak dari kebijakan dan tindakan jepang terhadap gerakan romusha

Perbesar

Meski sempat disambut rakyat Indonesia, ternyata Jepang berkuasa dengan kejam.

Romusha adalah pekerja paksa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Romusa atau Romusha adalah orang-orang yang dipaksa bekerja berat pada zaman pendudukan Jepang. Dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Jepang, secara harfiah Romusha adalah Pekerja atau Buruh. Romusha adalah kerja paksa yang dimobilisasikan bagi pekerja kasar di bawah kekuasaan Jepang.

Kebijakan Romusha ini diberlakukan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani, bahkan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani untuk menjadi romusha. Mereka dikirim untuk bekerja di berbagai tempat di Indonesia serta Asia Tenggara. Data menyebutkan bahwa total romusha yang dimiliki Jepang berkisar 4 hingga 10 juta orang kala itu.

Romusha adalah kebijakan kerja paksa bagi orang-orang Indonesia pada masa penjajahan Jepang. Jadi, romusha adalah panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945.

Bagaimana dampak dari kebijakan dan tindakan jepang terhadap gerakan romusha

Perbesar

Ilustrasi Bendera Merah Putih Credit: unsplash.com/Nick

Mengutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, pada 8-9 Maret 1942 Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh, Panglima Perang Jenderal Ter Poorten, dan Panglima Perang Jepang Jenderal Imamura bertemu di Kalijati Subang untuk menandatangani kapitulasi Belanda kepada Jepang. Penandatangan Kapitulasi tersebut menandai perubahan pemerintahan jajahan dari Belanda ke Jepang. Pemerintah Jepang memanfaatkan data-data intelijen untuk merancang propaganda yang dapat menarik simpati rakyat Indonesia.

Kultur lokal yang mengaitkan seluruh peristiwa sebagai akibat hal-hal yang berbau metafisis dipahami benar oleh Jepang, misalnya mengenai ramalan Joyoboyo tentang datangnya bangsa berkulit kuning yang akan mengusir bangsa kulit putih. Propaganda Jepang menarik perhatian masyarakat Indonesia, sehingga kedatangannya disambut gembira oleh rakyat. Propaganda yang disampaikan yaitu menyatakan bahwa Jepang sebagai saudara tua bangsa Indonesia yang memiliki keinginan untuk membuat kawasan persemakmuran di wilayah Asia Pasifik, untuk itu dilahirkan Gerakan 3A, yaitu:

- Jepang Cahaya Asia

- Jepang Pelindung Asia

- Jepang Pemimpin Asia

Jepang juga menarik pemuda Indonesia dengan melibatkan menjadi pasukan pembela tanah air (PETA). Bahkan, pemerintahan Jepang membentuk PETA yang terdiri dari orang-orang Indonesia. PETA dibentuk untuk menghadapi Sekutu di medan tempur selama Perang Dunia II berlangsung.

Luasnya daerah pendudukan Jepang, menyebabkan Jepang membutuhkan tenaga kerja untuk membangun sarana pertahanan, seperti lapangan udara, gudang bawah tanah, jalan raya dan jembatan. Pekerjanya diambil dari desa-desa di Pulau Jawa yang padat melalui sistem kerja paksa yang dikenal dengan istilah Romusha. Romusha mulai dilaksanakan sejak 1942-1945, untuk bekerja di wilayah Indonesia serta Asia Tenggara seperti Birma, Muangthai, Vietnam, Malaysia, dan Serawak.

Romusha awalnya dilakukan secara sukarela dengan tempat kerja tidak jauh dari tempat tinggalnya. Namun, karena terdesak dalam perang Pasifik, pengerahan tenaga kerja mulai disertai dengan paksaan. Setiap kepala keluarga diwajibkan menyerahkan seorang anak lelakinya untuk berangkat menjadi romusha. Romusha diperlakukan kasar dengan pekerjaan sangat berat, sementara kebutuhan makanan tidak cukup.  Hal ini menjadikan banyak di antara romusha meninggal di tempat kerja karena sakit, kekurangan makan, kecapaian atau kecelakaan.

Bagaimana dampak dari kebijakan dan tindakan jepang terhadap gerakan romusha

Perbesar

(Foto: The British Library) Ilustrasi Perang Dunia I

Akhir 1944 Jepang mulai terdesak dalam Perang Asia Timur Raya, bayang-bayang kekalahan Jepang mulai nampak karena seluruh garis pertahanan Jepang di Pasifik sudah hancur oleh serangan sekutu.

Pada 1 Maret 1945 dalam situasi kritis, Letnan Jendral Kumakici Harada, pimpinan pemerintah pendudukan Jepang di Jawa, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan anggota sebanyak 60 orang. Pembentukan BPUPKI bertujuan menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. Pengangkatan pengurus BPUPKI diumumkan pada 29 April 1945, dengan ketua Dokter K.R.T. Radjiman Wediodiningrat.

Pada 7 Agustus 1945 pemerintah pendudukan Jepang membubarkan BPUPKI, diganti dengan Panitia Persiapan Kemedekaan Indonesia (PPKI). Anggota PPKI berjumlah 21 orang, terdiri dari 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatera, 2 wakil dari Sulawesi, 1 wakil dari Kalimantan, 1 wakil dari Sunda Kecil, 1 wakil dari Maluku dan 1 wakil dari golongan penduduk Cina. Soekarno ditunjuk sebagai ketua, Mohammad Hatta sebagai wakil ketua, dan Mr. Ahmad Subardjo sebagai penasehat.

Pada 6 dan 9 Agustus 1945 pukul 8.15 waktu Jepang, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki dari ketinggian hampir 10 ribu meter. Bom atom Little Boy dengan panjang 3 meter, lebar 71 cm dan berat 4000 kg dibawa oleh pesawat B-29 Enola Gay. Ratusan ribu orang meninggal seketika, sisanya terluka seumur hidup, dan hanya sedikit yang sanggup untuk bertahan.

Pengeboman tersebut melumpuhkan kondisi politik dan ekonomi Jepang, karena itu pada  14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Pada 15 Agustus 1945 Kaisar Hirohito menyampaikan pidato di Radio NHK yang dikenal sebagai Siaran Suara Kaisar. Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus mengumumkan kepada rakyat bahwa Jepang telah menyerah.

Lanjutkan Membaca ↓

Bagaimana dampak dari kebijakan dan tindakan jepang terhadap gerakan romusha