Apakah yang dimaksud checks dan balances dalam penerapan trias politika di Amerika Serikat?

Dalam sistem presidentil kedudukan eksekutif tidak tergantung kepada badan perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat. Sebagai kepala eksekutif seorang presiden menunjuk pembantu-pembantu yang akan memilih departemennya masing-masing dan mereka itu hanya bertanggungjawab kepada presiden. Karena pembentukan kabinet itu tidak tergantung dari badan perwakilan rakyat atau tidak memerlukan dukungan kepercayaan dari badan perwakilan rakyat maka menteri-pun tidak bisa diberhentikan olehnya. Sistem ini terdapat di Amerika Serikat yang mempertahankan kedudukan 3 (tiga) kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif satu sama lain saling menguji serta saling mangadakan perimbangan (check and balance). Kekuasaan membuat undang-undang ditangan kongres sedangkan presiden mempunyai hak veto terhadap undang-undang yang sudah dibuat itu. Kekuasaan eksekutif ada pada presiden dan pemimpin-pemimpin departemen adalah para menteri yang tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Karena presiden itu dipilih oleh rakyat dan hanya bertanggungjawab kepada rakyat. Tugas peradilan dilakukan oleh badan-badan peradilan yang pada azasnya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan lain. Hakimnya diangkat seumur hidup selama kelakuannya tidak tercela dan ada sebagian yang dipilih oleh rakyat.

Latar belakang negara Amerika Serikat yang menganut sistem presidentil adalah kebencian rakyat Amerika Serikat terhadap pemerintahan Raja George ke III, sehingga mereka tidak menghendaki bentuk negara monarchie dan untuk mewujudkan kemerdekaannya dari pengaruh Inggris, maka mereka lebih suka mengikuti jejak Montesquieu dengan mengadakan pemisahan kekuasaan, sehingga tidak ada kemungkinan kekuasaan yang satu akan melebihi kekuasaan yang lainnya, karena dalam Trias Politica itu terdapat sistem check and balance.

Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 menganut sistem presidentil, namun sistem ini bukan merupakan suatu konsekuensi, diadakan karena Undang-Undang Dasar 1945 menganut ajaran Trias Politica. Jadi jika ada sistem pemerintahan presindentil itu harus diukur dengan syarat-syarat seperti tersebut di atas, maka di Indonesia tidak terdapat sistem presidentil yang murni. Dari Pasal 4 dan 17 Undang-Undang Dasar 1945 telah menunjukkan, bahwa Undang-Undang Dasar 1945 menganut sistem pemerintahan presidentil. Presiden menjadi kepada eksekutif dan mengangkat serta memberhentikan para menteri yang bertanggung'jawab kepadanya.

Referensi: Kadir Herman (2019) Dosen mata kuliah PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM. FAKULTAS HUKUM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ESA UNGGUL

MATA INDONESIA, JAKARTA – Konsep trias politika dicetuskan oleh Filsuf Prancis Montesquieu, mengenai pemisahan kekuasaan negara menjadi beberapa bagian. Penerapan trias politika dalam pemerintahan menyebabkan kekuasaan penyelenggara negara tidak terpusat karena terpilah menjadi beberapa lembaga yang saling mengawasi.

Montesquieu menggambarkan pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga lembaga, yakni eksekutif (pelaksana undang-undang), legislatif (pembuat undang-undang), dan yudikatif (pengawas pelaksanaan undang-undang). Dalam pendekatannya, Montesquieu menghadirkan dan mempertahankan suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaannya tidak mutlak pada satu penguasa.

Konsepnya ini didasari oleh sistem konstitusi Republik Romawi dan Inggris. Menurut Montesquieu, Republik Romawi memiliki kekuasaan yang terpisah sehingga tidak ada yang dapat merebut kekuasaan absolut. Seperti diketahui, kekuasaan yang diberikan absolut pada seseorang atau lembaga berpotensi terjadi penyalahgunaan dalam praktiknya. Sementara dalam sistem konstitusi Inggris, Montesquieu melihat pemisahan kekuasaan antara raja, parlemen, dan pengadilan.

Penerapan trias politika berprinsip pada check and balances, yakni setiap cabang kekuasaan pemerintah memiliki kekuatan untuk membatasi atau memeriksa dua cabang lainnya, yang menciptakan keseimbangan antara tiga cabang yang terpisah dalam suatu negara.

Pada praktiknya, setiap cabang harus memiliki sarana konstitusional untuk mempertahankan kekuasaan yang sah dari perambahan cabang lain dan menjamin bahwa cabang-cabangnya memiliki tingkat kekuatan yang sama, yaitu seimbang, sehingga dapat menghindari penyalahgunaan kekuasaan.

Check and balances bertujuan menghindari adanya pemusatan kekuasaan pada salah satu cabang. Dengan demikian, tidak ada satu cabang yang memiliki kekuasaan terlalu besar dibandingkan lainnya.

Prinsip ini dirancang oleh Montesquieu dalam karyanya, The Spirit of the Laws, pada tahun 1748 untuk mempertahankan sistem pemisahan kekuasaan yang menjaga setiap cabang tetap pada tempatnya.

Pada tahun 1787, Konstitusi Amerika Serikat mengadopsi konsep trias politika beserta prinsipnya, dan tercatat sebagai negara pertama yang menganut ajaran Montesquieu ini.

Amerika Serikat merupakan sebuah negara federal berbentuk republik yang beribukota di Washington D. C. dan mempunyai 50 negara bagian. Sistem pemerintahan yang dianut negara ini adalah Sistem Pemerintahan Presidensial, di mana presiden berfungsi sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Amerika Serikat merupakan negara demokrasi yang menjalankan pemisahan kekuasaan ke dalam tiga lembaga berbeda untuk menghindari kekuasaan absolut, sebagai berikut:

Kekuasaan eksekutif di Amerika Serikat digenggam oleh lembaga bernama Presiden dan dibantu oleh seorang Wakil Presiden. Karena Amerika Serikat menganut Sistem Pemerintahan Presidensial, maka kekuasaan eksekutif meliputi kepala negara dan kepala pemerintahan.

Presiden tidak dipilih langsung oleh rakyat, namun melalui proses yang disebut Electoral College. Pemilihan presiden dilakukan setiap empat tahun sekali dan seseorang hanya diperbolehkan menjadi presiden maksimal dua periode atau maksimal delapan tahun. Kecuali untuk wakil presiden yang menggantikan presiden yang berhalangan tetap (mundur atau meninggal) sedangkan sisa waktunya kurang dari 2 tahun, maka berhak menjabat sebagai presiden 2 periode lagi jika terpilih.

Kekuasaan legislatif di Amerika Serikat digenggam oleh lembaga bernama Kongres. Kongres terbagi menjadi dua, yakni Senat (Senate) dan Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives).

Amerika Serikat adalah Negara Federasi. Artinya, Amerika Serikat sesungguhnya terdiri dari negara-negara yang sepakat membentuk sebuah Negara Federasi. Negara-negara itu kemudian disebut sebagai Negara Bagian (State).

Karena bentuknya Negara Federasi, maka tiap-tiap negara bagian berhak mengajukan perwakilannya ke dalam Kongres. Perwakilan negara bagian inilah yang disebut dengan Senat. Setiap negara bagian berhak mengajukan dua orang, sehingga total jumlah orang di Senat adalah jumlah negara bagian (dikali) dua. Saat ini, Amerika Serikat terdiri dari 50 negara bagian, sehingga total ada 100 orang di Senat. Orang-orang yang duduk di Senat disebut senator.

Konstitusi Amerika Serikat dirancang sebagai campuran antara Keterwakilan Negara Bagian (State-Based) dan Keterwakilan Rakyat (Population-Based). Karena itu, selain Senat yang mewakili negara bagian, Kongres juga harus berisi perwakilan rakyat.

Seperti namanya, jumlah orang yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat harus sesuai dengan jumlah penduduk Amerika Serikat dengan perbandingan kurang lebih 1 : 711.000. Artinya, 1 orang mewakili 711.000 warga Amerika Serikat. Jumlah perwakilan ini akan berubah seiring waktu sesuai berubahnya jumlah penduduk Amerika Serikat berdasarkan sensus 10 tahun sekali. Saat ini, terhitung jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah 435 orang.

Karena anggota Kongres adalah anggota Senat ditambah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, maka saat ini total anggota Kongres adalah 535 orang.

Anggota Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat dipilih langsung oleh rakyat. Anggota Senat dipilih setiap enam tahun sekali, sedangkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih setiap dua tahun sekali.

Kekuasaan yudikatif di Amerika Serikat digenggam oleh lembaga bernama Mahkamah Agung (Supreme Court). Lembaga ini terdiri dari seorang Ketua Mahkamah agung (Chief Justice) dan delapan Hakim Agung (Associate Justices).

Ketua Mahkamah Agung dan delapan Hakim Agung dinominasikan oleh Presiden dan ditetapkan oleh Senat melalui pemungutan suara.

Setelah terpilih, seorang Ketua Mahkamah Agung dan Hakim Agung memiliki masa bakti seumur hidup, kecuali mengundurkan diri atau pensiun, atau diturunkan karena pendakwaan.

Reporter: Safira Ginanisa

1289901895486531885

Sejak memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia terus berproses dalam rangka mewujudkan kehidupan yang demokratis. Undang- Undang Dasar 1945 (naskah asli), Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, Undang- Undang Dasar Sementara 1950 dan Undang- Undang Dasar 1945 (amandemen ke- empat) merupakan hasil upaya untuk semakin mendekatkan diri kepada demokrasi. Ditinjau dari asal kata, demokrasi berarti “rakyat berkuasa” atau “government or rule by the people”. Kata Yunani demos berarti “rakyat” dan kratos/ kratein berarti “kekuasaan/ berkuasa”.

Dalam demokrasi dikenal konsep Rechstaat (negara hukum). Rechtstaat (negara hukum) diartikan sebagai negara yang penyelenggaraan pemerintahannya berdasarkan prinsip- prinsip hukum untuk membatasi kekuasaan pemerintah. Menurut Frederik Julius Stahl, salah satu unsur dalam konsep Rechstaat adalah negara didasarkan kepada Trias Politica (pemisahan kekuasaan negara atas kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudisial). Menurut Carles de Secondat Baron de Labriede et de Montesquieu:

a.Kekuasan Legislatif adalah sebagai pembuat undang- undang;

b.Kekuasaan Eksekutif adalah sebagai pelaksana undang- undang;

c.Kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan untuk menghakimi.

Dalam sistem ketata negaraan Indonesia pasca Amandemen ke- empat Undang- Undang dasar 1945 kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selain itu Presiden juga mempunyai hak untuk mengajukan rancangan undang- undang dan turut serta dalam pembahasan rancangan undang- undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kekuasaan Eksekutif dilaksanakan oleh Presiden. Kekuasaan Yudikatif dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam rangka menjamin bahwa masing- masing kekuasaan tidak melampaui batas kekuasaannya maka diperlukan suatu sistem checks and balances system (sistem pengawasan dan keseimbangan). Dalam checks and balances system, masing- masing kekuasaan saling mengawasi dan mengontrol. Checks and balances system merupakan suatu mekanisme yang menjadi tolok ukur kemapanan konsep negara hukum dalam rangka mewujudkan demokrasi.

Dalam konstitusi Indonesia, fungsi kontrol Legislatif terhadap Eksekutif meliputi persetujuan terhadap kekuasaan Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain; review terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (perpu) yang dibuat oleh Presiden, pembahasan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) bersama Presiden. Selain fungsi kontrol tersebut, DPR juga dapat mengajukan usul kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk memberhentikan Presiden karena melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela mau punbila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. Dalam pelaksanaan fungsi kontrol tersebut peran DPD sangat minim, yaitu sebatas “dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang- undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama”. DPD tidak berwenang secara langsung untuk menindak lanjuti hasil pengawasan tetapi hanya sebatas menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap kekuasaan Yudikatif (MA dan MK), DPR berwenang melakukan penyaringan terhadap para calon hakim agung dan mengajukan tiga dari sembilan orang hakim konstitusi.

Di Amerika Serikat sebagai kiblat konsep checks and balances system, dalam hal pelaksanaan fungsi kontrol kekuasaan Eksekutif terhadap Legislatif, Presiden diberi kewenangan untuk memveto rancangan undang- undang yang telah diterima oleh Congress (semacam MPR), akan tetapi veto tersebut dapat dibatalkan oleh Congress dengan dukungan 2/3 suara dari House of Representative (semacam DPR) dan Senate (semacam lembaga utusan negara bagian). Dalam Undang- Undang Dasar 1945 tidak terdapat ketentuan mengenai hak veto tersebut tetapi pembahasan setiap rancangan undang- undang dilakukan oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Selain hak pembahasan dan persetujuan bersama, Presiden juga diberikan hak untuk mengajukan rancangan undang- undang kepada DPR. Keterlibatan Presiden sebagai pemegang kekuasaan Eksekutif dalam kegiatan membuat undang- undang membuatnya juga memegang kekuasaan Legislatif sehingga Presiden mempunyai kekuasaan ganda. Hal tersebut tidak konsisten dengan asas Trias Politica (pemisahan kekuasaan). Sejauh ini di negara- negara yang menganut sistem presidensial, kekuasaan Legislatif diserahkan kepada parlemen, sedangkan Presiden mempunyai hak veto. Diantara negara- negara tersebut hanya konstitusi Indonesia dan Puerto Rico yang memberikan hak legislasi bersama parlemen kepada Presiden. Sedangkan dalam fungsi kontrol tehadap kekuasaan Yudikatif, Presiden diberikan kewenangan untuk menyetujui dan menetapkan calon hakim agung sebagai hakim agung, selain itu Presiden juga diberikan kewenangan untuk mengajukan tiga dari sembilan orang hakim Konstitusi dan menetapkan para hakim Konstitusi tersebut.

Dalam rangka fungsi pengawasan kekuasaan Yudikatif terhadap kekuasaan Eksekutif, MA diberikan kewenangan untuk menguji peraturan perundang- undangan yang kedudukannya dibawah undang- undang terhadap undang- undang. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, bentuk- bentuk dan tata- urutan perundang- undangan meliputi:

§Undang- Undang Dasar (UUD) dan perubahan UUD.

§Undang- Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perpu).

§Peraturan Pemerintah.

§Peraturan Presiden.

§Peraturan Daerah.

Menurut pendapat Jimly Asshiddiqie, dalam praktik disamping peraturan perundang- undangan tersebut masih banyak bentuk peraturan perundang- undangan lain seperti Peraturan Menteri, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Konstitusi, Peraturan dan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan, dll. Kewenangan tersebut diberikan kepada MA karena Indonesia belum membentuk MK.Dengan dibentuknya MK sebagai “pengawal konstitusi” dan untuk memperingan tugas MA maka sebaiknya kewenangan menguji MA diserahkan kepada MK. Hal tersebut juga supaya semua peraturan perundang- undangan dapat diuji terhadap undang- undang dasar sehingga dapat terwujud supremasi konstitusi.

Selain hal tersebut, MK juga diberikan kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar.

Dalam rangka melaksanakan konsep checks and balances yang lazim, sebaiknya Presiden tidak boleh turut bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pembahasan rancangan undang- undang dan hak Presiden untuk mengajukan rancangan undang- undang sebaiknya dihapus. Sebagai mekanisme kontrol terhadap Legislatif, Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif diberikan hak veto atas rancangan undang- undang yang akan disahkan Legislatif. Perubahan tersebut wajib dicantumkan dalam amandemen undang- undang dasar.

Selain hal tersebut, hak uji peraturan perundang- undangan sebaiknya diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga semua peraturan perundang- undangan diuji terhadap undang- undang dasar.


Page 2

Sejak memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia terus berproses dalam rangka mewujudkan kehidupan yang demokratis. Undang- Undang Dasar 1945 (naskah asli), Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, Undang- Undang Dasar Sementara 1950 dan Undang- Undang Dasar 1945 (amandemen ke- empat) merupakan hasil upaya untuk semakin mendekatkan diri kepada demokrasi. Ditinjau dari asal kata, demokrasi berarti “rakyat berkuasa” atau “government or rule by the people”. Kata Yunani demos berarti “rakyat” dan kratos/ kratein berarti “kekuasaan/ berkuasa”.

Dalam demokrasi dikenal konsep Rechstaat (negara hukum). Rechtstaat (negara hukum) diartikan sebagai negara yang penyelenggaraan pemerintahannya berdasarkan prinsip- prinsip hukum untuk membatasi kekuasaan pemerintah. Menurut Frederik Julius Stahl, salah satu unsur dalam konsep Rechstaat adalah negara didasarkan kepada Trias Politica (pemisahan kekuasaan negara atas kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudisial). Menurut Carles de Secondat Baron de Labriede et de Montesquieu:

a.Kekuasan Legislatif adalah sebagai pembuat undang- undang;

b.Kekuasaan Eksekutif adalah sebagai pelaksana undang- undang;

c.Kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan untuk menghakimi.

Dalam sistem ketata negaraan Indonesia pasca Amandemen ke- empat Undang- Undang dasar 1945 kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selain itu Presiden juga mempunyai hak untuk mengajukan rancangan undang- undang dan turut serta dalam pembahasan rancangan undang- undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kekuasaan Eksekutif dilaksanakan oleh Presiden. Kekuasaan Yudikatif dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam rangka menjamin bahwa masing- masing kekuasaan tidak melampaui batas kekuasaannya maka diperlukan suatu sistem checks and balances system (sistem pengawasan dan keseimbangan). Dalam checks and balances system, masing- masing kekuasaan saling mengawasi dan mengontrol. Checks and balances system merupakan suatu mekanisme yang menjadi tolok ukur kemapanan konsep negara hukum dalam rangka mewujudkan demokrasi.

Dalam konstitusi Indonesia, fungsi kontrol Legislatif terhadap Eksekutif meliputi persetujuan terhadap kekuasaan Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain; review terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (perpu) yang dibuat oleh Presiden, pembahasan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) bersama Presiden. Selain fungsi kontrol tersebut, DPR juga dapat mengajukan usul kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk memberhentikan Presiden karena melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela mau punbila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. Dalam pelaksanaan fungsi kontrol tersebut peran DPD sangat minim, yaitu sebatas “dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang- undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama”. DPD tidak berwenang secara langsung untuk menindak lanjuti hasil pengawasan tetapi hanya sebatas menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap kekuasaan Yudikatif (MA dan MK), DPR berwenang melakukan penyaringan terhadap para calon hakim agung dan mengajukan tiga dari sembilan orang hakim konstitusi.

Di Amerika Serikat sebagai kiblat konsep checks and balances system, dalam hal pelaksanaan fungsi kontrol kekuasaan Eksekutif terhadap Legislatif, Presiden diberi kewenangan untuk memveto rancangan undang- undang yang telah diterima oleh Congress (semacam MPR), akan tetapi veto tersebut dapat dibatalkan oleh Congress dengan dukungan 2/3 suara dari House of Representative (semacam DPR) dan Senate (semacam lembaga utusan negara bagian). Dalam Undang- Undang Dasar 1945 tidak terdapat ketentuan mengenai hak veto tersebut tetapi pembahasan setiap rancangan undang- undang dilakukan oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Selain hak pembahasan dan persetujuan bersama, Presiden juga diberikan hak untuk mengajukan rancangan undang- undang kepada DPR. Keterlibatan Presiden sebagai pemegang kekuasaan Eksekutif dalam kegiatan membuat undang- undang membuatnya juga memegang kekuasaan Legislatif sehingga Presiden mempunyai kekuasaan ganda. Hal tersebut tidak konsisten dengan asas Trias Politica (pemisahan kekuasaan). Sejauh ini di negara- negara yang menganut sistem presidensial, kekuasaan Legislatif diserahkan kepada parlemen, sedangkan Presiden mempunyai hak veto. Diantara negara- negara tersebut hanya konstitusi Indonesia dan Puerto Rico yang memberikan hak legislasi bersama parlemen kepada Presiden. Sedangkan dalam fungsi kontrol tehadap kekuasaan Yudikatif, Presiden diberikan kewenangan untuk menyetujui dan menetapkan calon hakim agung sebagai hakim agung, selain itu Presiden juga diberikan kewenangan untuk mengajukan tiga dari sembilan orang hakim Konstitusi dan menetapkan para hakim Konstitusi tersebut.

Dalam rangka fungsi pengawasan kekuasaan Yudikatif terhadap kekuasaan Eksekutif, MA diberikan kewenangan untuk menguji peraturan perundang- undangan yang kedudukannya dibawah undang- undang terhadap undang- undang. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, bentuk- bentuk dan tata- urutan perundang- undangan meliputi:

§Undang- Undang Dasar (UUD) dan perubahan UUD.

§Undang- Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perpu).

§Peraturan Pemerintah.

§Peraturan Presiden.

§Peraturan Daerah.

Menurut pendapat Jimly Asshiddiqie, dalam praktik disamping peraturan perundang- undangan tersebut masih banyak bentuk peraturan perundang- undangan lain seperti Peraturan Menteri, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Konstitusi, Peraturan dan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan, dll. Kewenangan tersebut diberikan kepada MA karena Indonesia belum membentuk MK.Dengan dibentuknya MK sebagai “pengawal konstitusi” dan untuk memperingan tugas MA maka sebaiknya kewenangan menguji MA diserahkan kepada MK. Hal tersebut juga supaya semua peraturan perundang- undangan dapat diuji terhadap undang- undang dasar sehingga dapat terwujud supremasi konstitusi.

Selain hal tersebut, MK juga diberikan kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar.

Dalam rangka melaksanakan konsep checks and balances yang lazim, sebaiknya Presiden tidak boleh turut bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pembahasan rancangan undang- undang dan hak Presiden untuk mengajukan rancangan undang- undang sebaiknya dihapus. Sebagai mekanisme kontrol terhadap Legislatif, Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif diberikan hak veto atas rancangan undang- undang yang akan disahkan Legislatif. Perubahan tersebut wajib dicantumkan dalam amandemen undang- undang dasar.

Selain hal tersebut, hak uji peraturan perundang- undangan sebaiknya diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga semua peraturan perundang- undangan diuji terhadap undang- undang dasar.


Lihat Catatan Selengkapnya


Page 3

Sejak memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia terus berproses dalam rangka mewujudkan kehidupan yang demokratis. Undang- Undang Dasar 1945 (naskah asli), Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, Undang- Undang Dasar Sementara 1950 dan Undang- Undang Dasar 1945 (amandemen ke- empat) merupakan hasil upaya untuk semakin mendekatkan diri kepada demokrasi. Ditinjau dari asal kata, demokrasi berarti “rakyat berkuasa” atau “government or rule by the people”. Kata Yunani demos berarti “rakyat” dan kratos/ kratein berarti “kekuasaan/ berkuasa”.

Dalam demokrasi dikenal konsep Rechstaat (negara hukum). Rechtstaat (negara hukum) diartikan sebagai negara yang penyelenggaraan pemerintahannya berdasarkan prinsip- prinsip hukum untuk membatasi kekuasaan pemerintah. Menurut Frederik Julius Stahl, salah satu unsur dalam konsep Rechstaat adalah negara didasarkan kepada Trias Politica (pemisahan kekuasaan negara atas kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudisial). Menurut Carles de Secondat Baron de Labriede et de Montesquieu:

a.Kekuasan Legislatif adalah sebagai pembuat undang- undang;

b.Kekuasaan Eksekutif adalah sebagai pelaksana undang- undang;

c.Kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan untuk menghakimi.

Dalam sistem ketata negaraan Indonesia pasca Amandemen ke- empat Undang- Undang dasar 1945 kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selain itu Presiden juga mempunyai hak untuk mengajukan rancangan undang- undang dan turut serta dalam pembahasan rancangan undang- undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kekuasaan Eksekutif dilaksanakan oleh Presiden. Kekuasaan Yudikatif dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam rangka menjamin bahwa masing- masing kekuasaan tidak melampaui batas kekuasaannya maka diperlukan suatu sistem checks and balances system (sistem pengawasan dan keseimbangan). Dalam checks and balances system, masing- masing kekuasaan saling mengawasi dan mengontrol. Checks and balances system merupakan suatu mekanisme yang menjadi tolok ukur kemapanan konsep negara hukum dalam rangka mewujudkan demokrasi.

Dalam konstitusi Indonesia, fungsi kontrol Legislatif terhadap Eksekutif meliputi persetujuan terhadap kekuasaan Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain; review terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (perpu) yang dibuat oleh Presiden, pembahasan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) bersama Presiden. Selain fungsi kontrol tersebut, DPR juga dapat mengajukan usul kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk memberhentikan Presiden karena melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela mau punbila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. Dalam pelaksanaan fungsi kontrol tersebut peran DPD sangat minim, yaitu sebatas “dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang- undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama”. DPD tidak berwenang secara langsung untuk menindak lanjuti hasil pengawasan tetapi hanya sebatas menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap kekuasaan Yudikatif (MA dan MK), DPR berwenang melakukan penyaringan terhadap para calon hakim agung dan mengajukan tiga dari sembilan orang hakim konstitusi.

Di Amerika Serikat sebagai kiblat konsep checks and balances system, dalam hal pelaksanaan fungsi kontrol kekuasaan Eksekutif terhadap Legislatif, Presiden diberi kewenangan untuk memveto rancangan undang- undang yang telah diterima oleh Congress (semacam MPR), akan tetapi veto tersebut dapat dibatalkan oleh Congress dengan dukungan 2/3 suara dari House of Representative (semacam DPR) dan Senate (semacam lembaga utusan negara bagian). Dalam Undang- Undang Dasar 1945 tidak terdapat ketentuan mengenai hak veto tersebut tetapi pembahasan setiap rancangan undang- undang dilakukan oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Selain hak pembahasan dan persetujuan bersama, Presiden juga diberikan hak untuk mengajukan rancangan undang- undang kepada DPR. Keterlibatan Presiden sebagai pemegang kekuasaan Eksekutif dalam kegiatan membuat undang- undang membuatnya juga memegang kekuasaan Legislatif sehingga Presiden mempunyai kekuasaan ganda. Hal tersebut tidak konsisten dengan asas Trias Politica (pemisahan kekuasaan). Sejauh ini di negara- negara yang menganut sistem presidensial, kekuasaan Legislatif diserahkan kepada parlemen, sedangkan Presiden mempunyai hak veto. Diantara negara- negara tersebut hanya konstitusi Indonesia dan Puerto Rico yang memberikan hak legislasi bersama parlemen kepada Presiden. Sedangkan dalam fungsi kontrol tehadap kekuasaan Yudikatif, Presiden diberikan kewenangan untuk menyetujui dan menetapkan calon hakim agung sebagai hakim agung, selain itu Presiden juga diberikan kewenangan untuk mengajukan tiga dari sembilan orang hakim Konstitusi dan menetapkan para hakim Konstitusi tersebut.

Dalam rangka fungsi pengawasan kekuasaan Yudikatif terhadap kekuasaan Eksekutif, MA diberikan kewenangan untuk menguji peraturan perundang- undangan yang kedudukannya dibawah undang- undang terhadap undang- undang. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, bentuk- bentuk dan tata- urutan perundang- undangan meliputi:

§Undang- Undang Dasar (UUD) dan perubahan UUD.

§Undang- Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perpu).

§Peraturan Pemerintah.

§Peraturan Presiden.

§Peraturan Daerah.

Menurut pendapat Jimly Asshiddiqie, dalam praktik disamping peraturan perundang- undangan tersebut masih banyak bentuk peraturan perundang- undangan lain seperti Peraturan Menteri, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Konstitusi, Peraturan dan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan, dll. Kewenangan tersebut diberikan kepada MA karena Indonesia belum membentuk MK.Dengan dibentuknya MK sebagai “pengawal konstitusi” dan untuk memperingan tugas MA maka sebaiknya kewenangan menguji MA diserahkan kepada MK. Hal tersebut juga supaya semua peraturan perundang- undangan dapat diuji terhadap undang- undang dasar sehingga dapat terwujud supremasi konstitusi.

Selain hal tersebut, MK juga diberikan kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar.

Dalam rangka melaksanakan konsep checks and balances yang lazim, sebaiknya Presiden tidak boleh turut bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pembahasan rancangan undang- undang dan hak Presiden untuk mengajukan rancangan undang- undang sebaiknya dihapus. Sebagai mekanisme kontrol terhadap Legislatif, Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif diberikan hak veto atas rancangan undang- undang yang akan disahkan Legislatif. Perubahan tersebut wajib dicantumkan dalam amandemen undang- undang dasar.

Selain hal tersebut, hak uji peraturan perundang- undangan sebaiknya diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga semua peraturan perundang- undangan diuji terhadap undang- undang dasar.


Lihat Catatan Selengkapnya


Page 4

Sejak memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia terus berproses dalam rangka mewujudkan kehidupan yang demokratis. Undang- Undang Dasar 1945 (naskah asli), Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, Undang- Undang Dasar Sementara 1950 dan Undang- Undang Dasar 1945 (amandemen ke- empat) merupakan hasil upaya untuk semakin mendekatkan diri kepada demokrasi. Ditinjau dari asal kata, demokrasi berarti “rakyat berkuasa” atau “government or rule by the people”. Kata Yunani demos berarti “rakyat” dan kratos/ kratein berarti “kekuasaan/ berkuasa”.

Dalam demokrasi dikenal konsep Rechstaat (negara hukum). Rechtstaat (negara hukum) diartikan sebagai negara yang penyelenggaraan pemerintahannya berdasarkan prinsip- prinsip hukum untuk membatasi kekuasaan pemerintah. Menurut Frederik Julius Stahl, salah satu unsur dalam konsep Rechstaat adalah negara didasarkan kepada Trias Politica (pemisahan kekuasaan negara atas kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudisial). Menurut Carles de Secondat Baron de Labriede et de Montesquieu:

a.Kekuasan Legislatif adalah sebagai pembuat undang- undang;

b.Kekuasaan Eksekutif adalah sebagai pelaksana undang- undang;

c.Kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan untuk menghakimi.

Dalam sistem ketata negaraan Indonesia pasca Amandemen ke- empat Undang- Undang dasar 1945 kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selain itu Presiden juga mempunyai hak untuk mengajukan rancangan undang- undang dan turut serta dalam pembahasan rancangan undang- undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kekuasaan Eksekutif dilaksanakan oleh Presiden. Kekuasaan Yudikatif dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam rangka menjamin bahwa masing- masing kekuasaan tidak melampaui batas kekuasaannya maka diperlukan suatu sistem checks and balances system (sistem pengawasan dan keseimbangan). Dalam checks and balances system, masing- masing kekuasaan saling mengawasi dan mengontrol. Checks and balances system merupakan suatu mekanisme yang menjadi tolok ukur kemapanan konsep negara hukum dalam rangka mewujudkan demokrasi.

Dalam konstitusi Indonesia, fungsi kontrol Legislatif terhadap Eksekutif meliputi persetujuan terhadap kekuasaan Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain; review terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (perpu) yang dibuat oleh Presiden, pembahasan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) bersama Presiden. Selain fungsi kontrol tersebut, DPR juga dapat mengajukan usul kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk memberhentikan Presiden karena melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela mau punbila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. Dalam pelaksanaan fungsi kontrol tersebut peran DPD sangat minim, yaitu sebatas “dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang- undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama”. DPD tidak berwenang secara langsung untuk menindak lanjuti hasil pengawasan tetapi hanya sebatas menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap kekuasaan Yudikatif (MA dan MK), DPR berwenang melakukan penyaringan terhadap para calon hakim agung dan mengajukan tiga dari sembilan orang hakim konstitusi.

Di Amerika Serikat sebagai kiblat konsep checks and balances system, dalam hal pelaksanaan fungsi kontrol kekuasaan Eksekutif terhadap Legislatif, Presiden diberi kewenangan untuk memveto rancangan undang- undang yang telah diterima oleh Congress (semacam MPR), akan tetapi veto tersebut dapat dibatalkan oleh Congress dengan dukungan 2/3 suara dari House of Representative (semacam DPR) dan Senate (semacam lembaga utusan negara bagian). Dalam Undang- Undang Dasar 1945 tidak terdapat ketentuan mengenai hak veto tersebut tetapi pembahasan setiap rancangan undang- undang dilakukan oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Selain hak pembahasan dan persetujuan bersama, Presiden juga diberikan hak untuk mengajukan rancangan undang- undang kepada DPR. Keterlibatan Presiden sebagai pemegang kekuasaan Eksekutif dalam kegiatan membuat undang- undang membuatnya juga memegang kekuasaan Legislatif sehingga Presiden mempunyai kekuasaan ganda. Hal tersebut tidak konsisten dengan asas Trias Politica (pemisahan kekuasaan). Sejauh ini di negara- negara yang menganut sistem presidensial, kekuasaan Legislatif diserahkan kepada parlemen, sedangkan Presiden mempunyai hak veto. Diantara negara- negara tersebut hanya konstitusi Indonesia dan Puerto Rico yang memberikan hak legislasi bersama parlemen kepada Presiden. Sedangkan dalam fungsi kontrol tehadap kekuasaan Yudikatif, Presiden diberikan kewenangan untuk menyetujui dan menetapkan calon hakim agung sebagai hakim agung, selain itu Presiden juga diberikan kewenangan untuk mengajukan tiga dari sembilan orang hakim Konstitusi dan menetapkan para hakim Konstitusi tersebut.

Dalam rangka fungsi pengawasan kekuasaan Yudikatif terhadap kekuasaan Eksekutif, MA diberikan kewenangan untuk menguji peraturan perundang- undangan yang kedudukannya dibawah undang- undang terhadap undang- undang. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, bentuk- bentuk dan tata- urutan perundang- undangan meliputi:

§Undang- Undang Dasar (UUD) dan perubahan UUD.

§Undang- Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perpu).

§Peraturan Pemerintah.

§Peraturan Presiden.

§Peraturan Daerah.

Menurut pendapat Jimly Asshiddiqie, dalam praktik disamping peraturan perundang- undangan tersebut masih banyak bentuk peraturan perundang- undangan lain seperti Peraturan Menteri, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Konstitusi, Peraturan dan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan, dll. Kewenangan tersebut diberikan kepada MA karena Indonesia belum membentuk MK.Dengan dibentuknya MK sebagai “pengawal konstitusi” dan untuk memperingan tugas MA maka sebaiknya kewenangan menguji MA diserahkan kepada MK. Hal tersebut juga supaya semua peraturan perundang- undangan dapat diuji terhadap undang- undang dasar sehingga dapat terwujud supremasi konstitusi.

Selain hal tersebut, MK juga diberikan kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar.

Dalam rangka melaksanakan konsep checks and balances yang lazim, sebaiknya Presiden tidak boleh turut bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pembahasan rancangan undang- undang dan hak Presiden untuk mengajukan rancangan undang- undang sebaiknya dihapus. Sebagai mekanisme kontrol terhadap Legislatif, Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif diberikan hak veto atas rancangan undang- undang yang akan disahkan Legislatif. Perubahan tersebut wajib dicantumkan dalam amandemen undang- undang dasar.

Selain hal tersebut, hak uji peraturan perundang- undangan sebaiknya diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga semua peraturan perundang- undangan diuji terhadap undang- undang dasar.


Lihat Catatan Selengkapnya