Apa yang dimaksud dengan aksi teror

Bukan hanya pelaku terorisme yang bisa dipidana. Seluruh pihak yang terlibat atau ikut membantu melindungi keberadaan pelaku juga harus siap berhadapan dengan hukum!

Bacaan 8 Menit

Apa yang dimaksud dengan aksi teror

Ilustrasi terorisme. Sumber: pexels.com

Kasus terorisme di Indonesia tercatat muncul pertama kali pada 1981. Sejak saat itu hingga kini, hampir setiap tahunnya terjadi aksi teror di berbagai wilayah di Indonesia, terutama saat malam Natal dan Tahun Baru. Berikut analisis faktor penyebab, jenis, jerat hukum, hingga contoh kasusnya.

Pengertian Terorisme

Apa itu terorisme? Dalam KBBI, terorisme didefinisikan sebagai penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik). Atau secara sederhana, KBBI memuat pengertian terorisme sebagai tindakan teror.

Sedang menurut Pasal 1 angka 2 Perpu 1/2002jo. UU 5/2018, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

Secara historis, kehadiran terorisme diprediksi muncul sejak ribuan tahun lalu, tepatnya di masa Yunani Kuno. Di masa itu, Xenophon menggunakan taktik psychological warfare sebagai upaya memperlemah lawannya.

Kemudian, di akhir abad ke-19, menjelang munculnya Perang Dunia I, terorisme terjadi hampir di semua negara. Kehadiran terorisme di abad ke-19 ini diprakarsai oleh penganut paham anarki dari berbagai negara, seperti Eropa Barat, Rusia, dan Amerika. Mereka dengan paham anarki meyakini bahwa membunuh orang yang berkuasa atau berpengaruh dengan senjata api dan bom adalah cara yang paling efektif untuk melakukan revolusi.

Faktor Penyebab Terorisme

Kemunculan teroris tentu dipicu oleh berbagai hal. Faktanya, kebanyakan orang tahu bahwa perbuatan terorisme merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Apabila melakukannya, pelanggar tentu akan dikenai hukuman pidana. Lantas, mengapa kasus terorisme di Indonesia masih saja ada?

Tukina dalam terorisme jurnal berjudul Tinjauan Kritis Sosial: Terorisme di Indonesiamenerangkan bahwa setidaknya ada tujuh hal yang menjadi faktor penyebab terorisme Indonesia. Ketujuh hal berikut perlu diwaspadai sebagai cara mengatasi terorisme di lingkungan sekitar.


Page 2

Bukan hanya pelaku terorisme yang bisa dipidana. Seluruh pihak yang terlibat atau ikut membantu melindungi keberadaan pelaku juga harus siap berhadapan dengan hukum!

Bacaan 8 Menit

Pertama, pemahaman keagamaan yang tidak lengkap. Ketidaksempurnaan seseorang dalam memahami ajaran agama merupakan salah satu faktor penyebab terorisme. Ketidaksempurnaan ini mengakibatkan pemahaman agama menjadi sarat akan kepentingan pribadi. Unsur kepentingan pribadi inilah yang membuat seseorang menjadi pembenar dan melahirkan terorisme.

Kedua, kemiskinan. Teroris dan kemiskinan merupakan kondisi yang saling melengkapi. Kemiskinan merupakan alasan untuk membungkus nafsu emosional yang meyakini perjuangan seseorang adalah benar dan meyakini nilai-nilai terorisme sebagai hal yang benar.

Ketiga, pergaulan yang salah. Pada umumnya, teroris berkembang selayaknya sel hidup; mengandalkan jaringan lain. Dalam konteks ini, untuk berkembang, gerakan ini membutuhkan keterlibatan banyak pihak atau anggota. Saat seseorang masuk ke pergaulan yang salah, ia akan dihadapkan dengan pemahaman berbeda sebagai pembenaran. Tidak jarang, para anggota yang ada dalam jaringan terorisme telah disumpah dengan maksud terikat sebuah kontrak mati.

Keempat, pengangguran. Faktor pengangguran sebetulnya bukanlah penyebab utama. Akan tetapi, meski tidak dominan, pengangguran berperan dalam pencarian pelaku terorisme. Jaringan terorisme akan menyasar pengangguran sebagai anggota dengan iming-iming “hadiah berharga”, seperti uang, jaminan keluarga, serta mati syahid.

Kelima, masalah kenegaraan. Dari beberapa kasus, sebagian tokoh utama terorisme menyebutkan bahwa gerakan teror yang dilakukan merupakan upaya dari ketidakadilan dalam masalah kenegaraan (misalnya Palestina dan Israel). Perlakuan yang dinilai tidak adil terhadap suatu negara yang memiliki kesamaan (agama) memicu rasa benci dan melahirkan terorisme.

Keenam, ketidakadilan dan ketimpangan. Saat ini pusat pembangunan dunia masih berpusat di Amerika. Oleh karenanya, muncul ketidakadilan dan ketimpangan dalam proses pembangunan dunia. Ketidakadilan dan ketimpangan ini memantik ketidaksukaan dan menjadikan Amerika sebagai sasaran aksi teror.

Ketujuh, penyalahgunaan agama dan ketidaktahuan massa. Banyak aksi teroris yang dipicu oleh penyalahgunaan agama. Kelompok teroris biasanya memanfaatkan ketidaktahuan massa sebagai langkah dalam mencapai tujuan pribadi mereka yang menyesatkan.


Page 3

Bukan hanya pelaku terorisme yang bisa dipidana. Seluruh pihak yang terlibat atau ikut membantu melindungi keberadaan pelaku juga harus siap berhadapan dengan hukum!

Bacaan 8 Menit

Jenis-Jenis Terorisme

Ada banyak cara penyebaran teror yang dilakukan teroris, seperti pembunuhan, pengeboman, pembajakan, penculikan, hingga pemusnahan massal. Sehubungan dengan itu, Hery Firmansyah dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia, mengklasifikasikan aksi teror ke dalam empat kategori:

Motif yang pertama ini tujuannya tidak masuk akal sehat atau irasional. Teror yang masuk dalam kategori ini, yaitu salvation (pengorbanan diri) dan madness (kegilaan). Aksi irrational teorism yang paling sering dilakukan teroris di tanah air adalah pengorbanan diri dengan bentuk bom bunuh diri.

Motif ini dilatarbelakangi oleh adanya suatu kepentingan. Bisa kepentingan agama atau kepercayaan tertentu. Bentuk aksinya berupa kegiatan teror dengan motif balas dendam.

Dalam negara mapan berdemokrasi dengan supremasi hukum yang kuat, political terrorism biasanya digunakan untuk mengubah suatu kebijakan. Akan tetapi, dalam negara yang supremasi hukumnya belum mapan, political terrorism digunakan dengan tujuan merombak struktur politik. Meski berbeda, secara garis besar political terrorism digunakan sebagai alat untuk menekan atau mengubah keseimbangan.

Istilah state terrorism digunakan PBB saat melihat kondisi sosial politik di Afrika Selatan, Israel, dan negara-negara Eropa Timur. Warga di negara tersebut mengalami intimidasi, ancaman, dan berbagai penganiayaan yang dilakukan oleh oknum negara, termasuk para penegak hukumnya. Teror yang dilakukan biasanya berbentuk penculikan para aktivis. Teror ini dilakukan negara dan aparatnya atas nama kekuasaan, stabilitas politik, dan kepentingan elit tertentu. Atas dasar ini, negara merasa sah dalam menggunakan kekerasan dan teror lainnya guna merepresi dan memadamkan kelompok-kelompok kritis dalam masyarakat.

Jerat Hukum Terorisme

Jerat hukum bagi teroris atau UU Terorisme diatur dalam Perpu 1/2002 yang telah ditetapkan sebagai undang-undang lewat UU 15/2003, sebagaimana yang telah diubah dengan UU 5/2018. Ganjaran pidana bagi pelaku teroris di antaranya diklasifikasikan sebagai berikut.

  • Pasal 6 Perpu 1/2002jo. UU 5/2018 menyebutkan bahwa orang yang sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional dipidana penjara paling sedikit lima tahun dan paling lama dua puluh tahun, penjara seumur hidup atau pidana mati.
  • Pasal 7 Perpu 1/2002 menyebutkan bahwa orang yang sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional dipidana penjara paling lama seumur hidup.
  • Pasal 9 Perpu 1/2002 menyebutkan bahwa orang yang membawa atau mengeluarkan senjata peledak, senjata api, dan bahan berbahaya lainnya ke dan/atau dari Indonesia dengan tujuan melakukan tindak pidana terorisme akan dipidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 20 tahun, pidana mati, atau penjara seumur hidup.
  • Pasal 10 Perpu 1/2002 menyebutkan bahwa orang yang menggunakan senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya untuk menimbulkan teror, menimbulkan korban, atau merusak fasilitas dipidana penjara paling sedikit lima tahun dan paling lama dua puluh tahun, penjara seumur hidup, atau pidana mati.


Page 4

Bukan hanya pelaku terorisme yang bisa dipidana. Seluruh pihak yang terlibat atau ikut membantu melindungi keberadaan pelaku juga harus siap berhadapan dengan hukum!

Bacaan 8 Menit

Teroris tidak dapat bergerak sendiri. Para pelaku ini biasanya memperoleh dukungan, bantuan, atau sumbangan dari anggotanya. Dalam undang-undang, “pendukung” gerakan terorisme pun dikenai ancaman pidana.

  • Pasal 12 Perpu 1/2002 menyebutkan bahwa orang yang dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan harta kekayaan untuk gerakan terorisme akan dipidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun.
  • Pasal 12A ayat (1) Perpu 1/2002 UU 5/2018 menyebutkan bahwa orang yang merencanakan, menggerakkan, atau mengorganisasikan terorisme baik dengan orang di dalam negeri maupun di luar negeri dipidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun;
  • Pasal 12A ayat (2) UU 5/2018 menyebutkan bahwa orang yang dengan sengaja menjadi anggota atau merekrut orang untuk menjadi anggota korporasi yang oleh putusan pengadilan ditetapkan sebagai organisasi terorisme akan dipidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama tujuh tahun;
  • Pasal 12A ayat (3) UU 5/2018 menyebutkan bahwa pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang yang mengendalikan organisasi terorisme dipidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun;
  • Pasal 13 Perpu 1/2002 menyebutkan bahwa orang yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan pada teroris, baik menyembunyikan pelaku atau menyembunyikan informasi tentang pelaku dipidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun.
  • Pasal 13A UU 5/2018 menyebutkan bahwa orang yang memiliki hubungan dengan organisasi teroris dan menyebarkan ucapan, tulisan, atau sikap dengan tujuan menghasut kelompok untuk melakukan kekerasan atau ancaman terorisme dipidana penjara paling lama lima tahun.

Contoh Terorisme di Indonesia

Kasus terorisme di Indonesia pertama kali muncul pada 1981. Kasus yang pertama tersebut sempat menggegerkan publik untuk waktu yang cukup lama. Empat tahun berselang atau pada 1985, kasus teroris kedua muncul. Sempat relatif nihil selama 15 tahun, kemunculan kasus ketiga terjadi pada 2000.

Kemudian, selepas itu, hingga 2005, selalu ada aksi teroris di sejumlah wilayah tanah air. Sempat tenang dan aman sejenak, aksi teroris kembali muncul pada 2009 hingga saat ini. Berikut catatan kasus atau contoh terorisme di Indonesia berdasarkan pembagian waktunya.

1. Tahun 1981 kasus pembajakan Garuda Indonesia pada penerbangan dari Palembang ke Medan pada 28 Maret. Pesawat dibajak oleh lima teroris bersenjata senapan mesin dan granat yang menyamar menjadi penumpang.

2. Tahun 1985 kasus bom Candi Borobudur pada 21 Januari. Diketahui motif pelaku melakukan pengeboman adalah sebagai wujud “jihad”.

3. Tahun 2000 kasus pengeboman sejumlah wilayah di Indonesia.

  • Bom di Kedutaan Besar Filipina pada 1 Agustus.
  • Bom di Kedutaan Besar Malaysia pada 27 Agustus 2000.
  • Bom di Bursa Efek Jakarta pada 13 September.
  • Rangkaian bom malam Natal di sejumlah wilayah di Indonesia yang meledak hampir bersamaan pada 24 Desember 2000.


Page 5

Bukan hanya pelaku terorisme yang bisa dipidana. Seluruh pihak yang terlibat atau ikut membantu melindungi keberadaan pelaku juga harus siap berhadapan dengan hukum!

Bacaan 8 Menit

Apa yang dimaksud dengan aksi teror

Ilustrasi terorisme. Sumber: pexels.com

Kasus terorisme di Indonesia tercatat muncul pertama kali pada 1981. Sejak saat itu hingga kini, hampir setiap tahunnya terjadi aksi teror di berbagai wilayah di Indonesia, terutama saat malam Natal dan Tahun Baru. Berikut analisis faktor penyebab, jenis, jerat hukum, hingga contoh kasusnya.

Pengertian Terorisme

Apa itu terorisme? Dalam KBBI, terorisme didefinisikan sebagai penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik). Atau secara sederhana, KBBI memuat pengertian terorisme sebagai tindakan teror.

Sedang menurut Pasal 1 angka 2 Perpu 1/2002jo. UU 5/2018, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

Secara historis, kehadiran terorisme diprediksi muncul sejak ribuan tahun lalu, tepatnya di masa Yunani Kuno. Di masa itu, Xenophon menggunakan taktik psychological warfare sebagai upaya memperlemah lawannya.

Kemudian, di akhir abad ke-19, menjelang munculnya Perang Dunia I, terorisme terjadi hampir di semua negara. Kehadiran terorisme di abad ke-19 ini diprakarsai oleh penganut paham anarki dari berbagai negara, seperti Eropa Barat, Rusia, dan Amerika. Mereka dengan paham anarki meyakini bahwa membunuh orang yang berkuasa atau berpengaruh dengan senjata api dan bom adalah cara yang paling efektif untuk melakukan revolusi.

Faktor Penyebab Terorisme

Kemunculan teroris tentu dipicu oleh berbagai hal. Faktanya, kebanyakan orang tahu bahwa perbuatan terorisme merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Apabila melakukannya, pelanggar tentu akan dikenai hukuman pidana. Lantas, mengapa kasus terorisme di Indonesia masih saja ada?

Tukina dalam terorisme jurnal berjudul Tinjauan Kritis Sosial: Terorisme di Indonesiamenerangkan bahwa setidaknya ada tujuh hal yang menjadi faktor penyebab terorisme Indonesia. Ketujuh hal berikut perlu diwaspadai sebagai cara mengatasi terorisme di lingkungan sekitar.


Page 6

Bukan hanya pelaku terorisme yang bisa dipidana. Seluruh pihak yang terlibat atau ikut membantu melindungi keberadaan pelaku juga harus siap berhadapan dengan hukum!

Bacaan 8 Menit

4. Tahun 2001 kasus pengeboman sejumlah wilayah di Indonesia.

  • Bom di Gereja Santa Anna dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Kalimalang pada 22 Juli.
  • Bom di Plaza Atrium Senen pada 1 Agustus.
  • Bom di restoran KFC Makassar pada 12 Oktober.
  • Bom di Australian Internasional School pada 6 November.

5. Tahun 2002 kasus pengeboman sejumlah wilayah di Indonesia.

  • Bom Tahun Baru di Bulungan (Jakarta Selatan) dan beberapa gereja di Palu pada 1 Januari.
  • Bom Bali yang menewaskan lebih dari 500 korban jiwa pada 12 Oktober.
  • Bom di restoran McD Makassar pada 5 Desember.

6. Tahun 2003 kasus pengeboman sejumlah wilayah di Indonesia.

  • Bom di Mabes Polri pada 3 Februari.
  • Bom di Bandara Soekarno-Hatta (terminal 2F) pada 27 April 2003.
  • Bom di Hotel JW Marriott pada 5 Agustus.

7. Tahun 2004 kasus pengeboman sejumlah wilayah di Indonesia.

  • Bom di Palopo, Sulawesi pada 10 Januari.
  • Bom di Kedutaan Besar Australia pada 9 September.
  • Bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi pada 12 Desember.

8. Tahun 2005 kasus pengeboman sejumlah wilayah di Indonesia.

  • Bom di Ambon pada 21 Maret.
  • Bom di Tentena, Sulawesi pada 28 Mei.
  • Bom di Pamulang pada 8 Juni.
  • Bom di Bali pada 1 Oktober.
  • Bom di Pasar Palu pada 31 Desember.

9. Tahun 2009 kasus bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton pada 17 Juli.

10. Tahun 2010 kasus penembakan dan warga sipil terjadi di Aceh pada Januari.

11. Tahun 2011 kasus pengeboman dan teror bom sejumlah wilayah di Indonesia.

  • Teror bom buku di bulan Maret.
  • Bom di Masjid Mapolresta Cirebon pada 15 April.
  • Bom di Gereja Christ Cathedral Serpong pada 22 April.
  • Bom di GBIS Kepunton Solo pada 25 September.

12. Tahun 2012 kasus bom di Pospam Gladak, Soli pada 19 Agustus.

13. Tahun 2013 kasus bom di Masjid Mapolres Poso pada 9 Juni.

14. Tahun 2016 kasus pengeboman sejumlah wilayah di Indonesia.

  • Bom dan baku tembak di sekitar Plaza Sarinah pada 14 Januari.
  • Bom bunuh diri di Markas Kepolisian Resor Kota Surakarta pada 5 Juni.
  • Bom bunuh diri di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Kota Medan pada 28 Agustus.
  • Bom di Gereja Oikumene Samarinda pada 13 November.
  • Bom di Vihara Budi Dharma Singkawang 14 November

15. Tahun 2017 kasus bom panci di Bandung dan Jakarta.

  • Bom panci di Taman Pandawa Bandung pada 27 Februari.
  • Bom panci di Kampung Melayu pada 24 Mei.

16. Tahun 2018 kasus kerusuhan, pengeboman, dan penyerangan.

  • Kerusuhan Mako Brimob dan penyanderaan sejumlah anggota Brimob serta Densus 88 pada 8 hingga 10 Mei.
  • Bom di Surabaya dan Sidoarjo pada 13 dan 14 Mei.
  • Serangan Mapolda Riau oleh jaringan teroris pada 16 Mei.
  • Bom di Desa Pogar, Jawa Timur pada 5 Juli.

17. Tahun 2019 kasus bom dan penusukan menteri.

  • Bom di Sibolga, Sumatera Utara pada 12 hingga 13 Maret.
  • Penusukan Menkopolhukam dan seorang polisi saat kunjungan kerja di Pandeglang, Banten pada 10 Oktober.
  • Bom di halaman Markas Kepolisian Resor Kota Besar Medan pada 13 November.

18. Tahun 2020 kasus penyerangan di Kalimantan dan Sulawesi.

  • Penyerangan di Polsek Daha Selatan, Kalimantan Selatan pada 1 Juni.
  • Penyerangan di Sigi, Sulawesi Tengah pada 27 November.

19. Tahun 2021 yang merupakan kasus terorisme terbaru berupa bom bunuh diri dan penembakan

  • Bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret.
  • Penembakan di Mabes Polri pada 31 Maret.