Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) merupakan wadah koordinasi dengan beranggotakan berbagai instansi pemerintah daerah, Badan Pusat Statistik (BPS), ketua pasar dan perbankan. Pembentukan TPID di dasari oleh pemikiran bahwa upaya mewujudkan stabilitas harga membutuhkan sinergitas kebijakan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia. Kegiatan TPID di fokuskan untuk memberikan rekomendasi dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan, mendukung kelancaran distribusi sekaligus meminimalkan gangguan-gangguan (supply shocks) yang dapat mengganggu pasokan dan distribusi. Disamping itu, kegiatan TPID di arahkan untuk meminimalkan dampak akibat kebijakan administered prices (harga barang/jasa yang diatur pemerintah) dan kebijakan lain yang berpotensi mengganggu stabilitas harga (memicu inflasi) seperti kebijakan konversi energi. Menyadari pentingnya peran koordinasi dalam rangka pencapaian inflasi yang rendah dan stabil, Pemerintah Daerah membentuk Tim Pengendalian Inflasi Kabupaten Katingan dengan tujuan menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga barang dan jasa di daerah. Dasar HukumPelaksanaan dari Tim Pengendalian Inflasi Kabupaten Katingan berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 027-1696-SJ tanggal 2 April 2013 tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah dan Surat Keputusan Bupati Katingan Nomor 38 Tahun 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Kabupaten Katingan.TujuanTujuan di bentuknya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) adalah menciptakan koordinasi lintas sektor di daerah baik dalam hal kebijakan maupun tindakan yang diperlukan dalam upaya menjaga ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, meminimalkan dampak kebijakan administered prices dan kebijakan lainnya dalam rangka menjaga stabilitas harga, dan mendukung kebijakan nasionalTugasTim Pengendalian Inflasi Kabupaten Katingan mempunyai tugas antara lain sebagai berikut :
Ilustrasi tumpukan uang rupee India. Kebijakan moneter, kebijakan moneter adalah, instrumen kebijakan moneter, tujuan kebijakan moneter, contoh kebijakan moneter. JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan moneter adalah istilah yang barangkali sudah tak asing dalam pemberitaan ekonomi. Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dikeluarkan bank sentral untuk stabilisasi ekonomi seperti mengatur jumlah uang yang beredar. Tujuan kebijakan moneter adalah untuk pengendalian ekonomi secara makro agar tercipta kestabilan ekonomi dengan mengatur jumlah yang yang beredar. Dengan terkendalinya peredaran uang, inflasi bisa dikendalikan. Selain pengaturan jumlah uang yang beredar, instrumen kebijakan moneter lainnya yakni penetapan suku bunga acuan dari bank sentral. Apabila kestabilan dalam kondisi perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter bisa digunakan untuk memulihkan atau stabilisasi. Pengaruh kebijakan moneter pertama kali bakal dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian berlanjut pada sektor riil. Baca juga: Apa Itu Bank Kustodian dalam Investasi Reksadana? Secara umum, berikut tujuan kebijakan moneter:
Di seluruh dunia, instrumen kebijakan moneter selalu dinantikan para analis ekonomi, investor, bankir, dan sebagainya. Ini karena setiap kebijakan moneter akan berpengaruh pada ekonomi secara makro. Kebijakan moneter adalah dibuat oleh bank sentral berdasarkan analisa dan masukan seperti tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, investasi, perdagangan internasional, dan faktor lainnya. Contoh kebijakan moneter adalah pengendalian inflasi. Saat inflasi tinggi, artinya uang yang beredar terlalu banyak, sehingga bank sentral akan mengambil kebijakan moneter dengan menarik uang yang beredar lewat kebijakan kenaikan suku bunga. Baca juga: Mengenal Apa Itu PDB atau Produk Domestik Bruto Saat suku bunga tinggi, otomatis akan menarik masyarakat untuk menyimpan uangnnya di perbankan atau instrumen lainnya ketimbang menggunakannya untuk konsumsi. Berikut ini 4 instrumen kebijakan moneter:
Baca juga: Apa Itu Investor? Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Baca berikutnya
Perekonomian global yang penuh ketidakpastian kini bergerak menuju keseimbangan baru. Karena itu, program pembangunan baik untuk saat ini maupun ke depan dirancang tidak hanya untuk mengejar pertumbuhan tinggi semata, namun juga demi menjaga stabilitas dan kesinambungannya. Selama 7 (tujuh) tahun terakhir, perekonomian Indonesia tumbuh rata-rata 5,4% per tahun. Momentum tersebut tetap terjaga bahkan di tengah tekanan ekonomi global pada TW I 2018, yang tumbuh positif 5,1%. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut juga didukung dengan inflasi yang rendah. Dalam 3 tahun terakhir, realisasi inflasi tahunan telah berhasil dijaga pada rentang sasaran, masing-masing di level 3,35% (2015), 3,02% (2016) dan 3,61% (2017). Bahkan, realisasi inflasi HBKN (Hari Besar Keagamaan Nasional) 2018 tercatat sebesar 0,59% (mtm) atau yang terendah dalam 7 tahun. “Lompatan tersebut merupakan buah sinergi antara pusat dan daerah. Ini harus terus dilanjutkan agar kita memiliki inflasi yang makin menurun dan stabilitas harga bisa terjaga,” ujar Presiden RI Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2018, Kamis (26/7) di Jakarta. Presiden menyadari bahwa masih terdapat berbagai tantangan dalam pengendalian inflasi daerah. Tantangan yang mengemuka adalah masih rentannya perilaku harga komoditas pangan strategis di Indonesia, yang antara lain dipengaruhi oleh kesinambungan pasokan dan disparitas harga antar wilayah di republik ini. “Kita ini sering terjebak dengan administrasi, lalu persoalan lapangansering tidak dipantau. Jadi saya titip kepada para kepala daerah, lihat masalahnya apa, apakah soal distribusi, ataukah soal infrastruktur, atau apa,” tegasnya. Selain itu, menurut Jokowi perdagangan antar daerah juga harus diperhatikan. “Kalau misal ada daerah yang kekurangan pasokan, langsung saja komunikasikan dengan daerah yang surplus,” sambungnya. Pembentukan pasar-pasar pengumpul di provinsi maupun kabupaten/kota juga menjadi perhatian Presiden. “Daerah perlu memikirkan pasar-pasar pengumpul sehingga petani tahu dimana dia harus datang, dimana dia harus menjual. Ini juga penting untuk menghemat biaya transportasi,” kata Jokowi. Selain melaporkan evaluasi atas pengendalian inflasi tahun 2017 dan semester 1 2018, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga menyampaikan tindak lanjut arahan Presiden RI di Rakornas sebelumnya, antara lain:
Selain tindak lanjut di atas, penguatan kelembagaan koordinasi pengendalian inflasi telah diwujudkan melalui penetapan Keputusan Presiden No. 23 Tahun 2017 dan Peraturan pelaksanaannya. “Penguatan juga dilakukan melalui pembentukan TPID di seluruh Indonesia. Saat ini sudah terdapat 532 TPID, sehingga hanya tinggal 10 daerah lagi yang belum membentuk TPID,” jelas Menko Perekonomian selaku Ketua Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP). Sementara Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan sasaran inflasi tahun 2019-2021. “Sasaran inflasi yang telah ditetapkan pemerintah setelah berkoordinasi dengan BI adalah 3,5% (2019); 3% (2020); dan 3% (2021), dengan masing-masing deviasi sebesar 1,” terang Perry. Menko Darmin juga menambahkan, TPIP sedang menyusun peta jalan (roadmap) pengendalian inflasi 2019-2021. “Strategi pengendalian inflasi, khususnya inflasi pangan dilakukan melalui kerangka 4K, yakni keterjangakau harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif. Rakornas bertajuk “Mempercepat Pembangunan Infrastruktur untuk Mewujudkan Stabilitas Harga dan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif serta Berkualitas” ini juga diisi dengan penyampaian TPID Award kepada kepala daerah yang dinilai berhasil dalam pengendalian inflasi pada tahun 2017. Berikut daftar pemenang TPID Award 2018:
*** |