Loading... (KETIDAKADILAN GENDER DAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN) Mengapa Perbedaan Gender kerapkali dipermasalahkan ?
Bentuk-bentuk Ketidakadilan Gender :
DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN Berdasarkan Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Against Women (CEDAW) mengartikan bahwa : “ Setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, atau apaun launnya oleh wanita terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara Pria dan Wanita” Jenis-Jenis Kekerasan terhadap Perempuan :
Fakih, Mansur.(1996). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Ihromi, Tapi Omas dan Achie, S Luhulima,.(2007). Hak Azasi Perempuan Instrument Hukum Untuk Mewujudkan Keadilan Gender / Kajian Wanita dan Gender Edisi III.Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Jones, PIP. (2010). Pengntar Teori-Teori Sosial.Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Mosse, Julia, Cleves. (1996). Gender dan Pembangunan.Yogyakarta : pustaka Pelajar. Narwoko, J.Dwi dan Bagong, Suyanto,.(2004). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.Surabaya : Kencana. Nugroho, Riant. (2008). Gender dan Administrasi Publik.Yogyakarta : pustaka Pelajar. Prambudi, Anas. (2012). Subordinasi Dalam Bias Gender. Skripsi tidak diterbitkan : Skripsi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI. Rachman, Deni. DKK.(2006). Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan dan Kesetaraan.Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan. Ritzer, George. (2012). Teori Sosiologi (Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembanagan Terakhir Postmodern). Yogyakarta: Pustaka belajar. Rifai, Muhammad. (2011). Studi Tentang Makna Pekerjaan Juru Parkir Bagi Perempuandi Kota Makassar. Skripsi tidak diterbitkan.Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makaasar. Sarderson, Stephenk. (2011). Makro Sosiologi.Jakarta : Rajawali Pers. Soyomukti, Nurani. (2010). Pengantar Sosiologi.Trenggalek : Ar. Ruzz Media. Sugihastuti dan Istana Hadi Saptiawan. (2007). Gender dan Inferioritas Perempuan.Yogyakarta : Pustaka Belajar. Sugiyono.(2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta Syamsuri, Andi, Sukri. (2013). Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar: Unismuh Makassar. Usman, Husnaini dan Purnomo Setiady Akbar .(2009). Metodologi Penelitian Sosial.Jakarta : Bumi Aksara. Widaningsih, Lilis. (2014).Relasi gender dalam keluarga:Internalisasi nilai-nilai kesetaraan Dalam memperkuat fungsi keluarga (http://kelompok9relasigender.blogspot.com/2014/12/ebook-relasi-gender-dalam-keluarga.html), diakses 12 Desember 2014). Page 2DOI: https://doi.org/10.26618/equilibrium.v3i1
SEMUA KARAKTER A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
Perbedaan peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan atau yang lebih tinggi dikenal dengan perbedaan gender yang terjadi di masyarakat tidak menjadi suatu permasalahan sepanjang perbedaan tersebut tidakmengakibatkan diskriminasi atau ketidak adilan. Patokan atau ukuran sederhana yang dapat digunakan untukmengukur apakah perbedaan gender itu menimbulkan ketidakadilan atau tidak.
Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan. Stereotype itu sendiri berarti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya. Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain. Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan. Contoh : 1. Perempuan dianggap cengeng, suka digoda. 2. Perempuan tidak rasional, emosional. 3. Perempuan tidak bisa mengambil keputusan penting. 4. Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan. 5. Laki-laki sebagai pencari nafkah utama.
Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan sebagainya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan. Contoh : 1. Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya di dalam rumah tangga. 2. Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan tersiksa dan tertekan. 3. Pelecehan seksual. 4. Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi.
Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.
Marjinalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender. Contoh : 1. Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang diterima. 2. Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan terhadap PHK dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat bekerja karena alasan-alasan gender, seperti sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan dan juga alasan factor reproduksinya, seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. 3. Perubahan dari sistem pertanian tradisional kepada sistem pertanian modern dengan menggunakan mesin-mesin traktor telah memarjinalkan pekerja perempuan. |