Apa kendala masyarakat Indonesia dalam hal pengembangan teknologi kemaritiman

Amelia Rahmawati and Budiman Djoko Said and Daniel M Rosyid and Irfa Puspitasari and Joko Susanto, S.IP., M.Sc and Lilik Salamah and M. Muttaqien, S.IP., MA., Ph.D and Moch. Yunus, S.IP., MA and Nopriagis Cipta Ayu (2015) Permasalahan dan Tantangan Maritim Indonesia. In: Kemaritiman Indonesia Problem Dasar Strategi Maritim Indonesia. Cakra Studi Global Strategis, pp. 111-134.

Abstract

Gagasan Presiden Jokowi mengenai terwujudnya Negara Indonesia sebagai poros maritim dunia seharusnya tidak terdengar asing karena sudah menjadi nature geografik negara ini yang disebut negara kepulauan. Selain daratan tentunya, kekayaan laut kita melimpah ruah dan termasuk yang terbesar di dunia. Maka atmosfer kehidupan maritim telah menjadi karakter kehidupan ekonomi masyarakat (terutama kawasan pinggiran) nusantara. Sumber daya alam berupa kekayaan daratan (hutan, tambang, tanah yang subur), udara yang segar, serta laut yang luas mestinya menjadi satu kesatuan strategik untuk memuluskan usaha kepentingan obyektif nasional yakni terpenuhinya kebutuhan primer setiap individu dalam masyarakat. Kerangka idealistik dari tujuan nasional kita memang mau tidak mau harus diterjemahkan secara konkret melalui kerangka strategis dalam mengoptimalisasi seluruh potensi sumber daya yang ada, selain faktor-faktor material berupa alam, juga faktor inti kebangsaan yakni manusianya. Maka manusia dan alam dalam konteks relasi yang seimbang menjadi syarat utama bagi terwujudnya tujuan nasional. Persoalan yang mengemuka kemudian terkait dengan usaha meningkatkan pengelolaan potensi maritim kita untuk tampil menjadi poros maritim dunia adalah bagaimana formulasi kebijakan untuk pengelolaan sumber daya maritim, sistem keamanan dari seluruh kekuatan tangan-tangan yang akan merusaknya. Salah satu pekerjaan besar negara terutama pada level pengelolaan adalah berseliwerannya mafia-mafia perdagangan hasil laut, dan juga penempatan arena laut sebagai tempat terjadinya pasar gelap komoditas asing. Hal ini tentu tidak sederhana, karena lagi-lagi negara harus berhadapan dengan kekuatan modal yang tidak terbilang kecil apalagi biasanya kekuatan tersebut berkonsolidasi dengan kekuatan birokrasi tertentu. Butuh keberanian berupa kebijakan dan instrumen hukum yang tegas serta sistem birokrasi yang kokoh. Dalam konteks ini kepemimpinan presiden dan wakilnya betul-betul amat menentukan. Bahkan dalam era perdagangan global dengan segala persaingan keunggulan-keunggulan komparatifnya, menjadi pertanyaan besar apakah Indonesia akan muncul sebagai pemain ekonomi global dengan terutama kekayaan lautnya. Sepintas kita dapat menjawab, bisa! Namun hal itu lagi-lagi bergantung pada regulasi nasional dalam pengaturan akurasi-akurasi prioritas pemenuhan kebutuhan dalam maupun luar negeri. Karena secara logis, jika berpijak pada kepentingan nasional maka kebutuhan dalam negeri harus menjadi prioritas utama dari seluruh kekayaan yang dimilikinya. Buku ini hadir untuk membaca secara mendalam formulasi kebijakan maritim yang relevan bagi kepentingan nasional kita, setelah lama kebijakan tersebut absen dari perhitungan politik-ekonomi nasional

Actions (login required)

Apa kendala masyarakat Indonesia dalam hal pengembangan teknologi kemaritiman
View Item

Jakarta, Humas LIPI. Duta Besar (Dubes) Arif Havas Oegroseno, Deputi Bidang Kedaulatan Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman RI didaulat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk menyampaikan kuliah umum dalam acara Penganugerahan Penghargaan Ilmu Pengetahuan LIPI Sarwono Award XV dan Sarwono Memorial Lecture XVI Tahun 2016, di Auditorium Utama LIPI Jakarta, Kamis (18/8). Kuliah umum tersebut bertajuk Pengelolaan Kawasan Maritim dan Perbatasan Indonesia dalam Kerangka Kerjasama Regional Asia Tenggara.   Havas, panggilan akrab Dubes Arif Havas Oegroseno, dalam kuliah umumnya mengulas lima tantangan pengelolaan kawasan maritim di Indonesia. “Setidaknya ada lima tantangan besar bagi bangsa Indonesia setelah hukum internasional memberikan hak kedaulatan dan hak berdaulat atas kawasan maritim yang sangat luas, tiga kali luasan wilayah daratannya,” ungkapnya.  

Dia menjelaskan, tantangan pertama adalah mengetahui semua isi kolom air laut, biota laut, dasar laut, kandungan dasar laut, kondisi laut, kesehatan laut, iklim laut, perilaku laut, keamanan dan keselamatan laut, serta segala sesuatunya yang terkait dengan nilai tambah kawasan maritim Indonesia yang sangat luas itu. 

 

Oleh karena itu, Indonesia memerlukan ilmu, teknologi, kapasitas keilmuan, dan pembiayaan yang tidak sedikit serta kemungkinan kerjasama internasional untuk mewujudkannya. “Ini mengingat sejumlah perairan Indonesia berbatasan dengan yurisdiksi negara lain atau yurisdiksi internasional di bawah International Seabed Authority,” jelasnya.

 

Tantangan kedua, Havas katakan, adalah memanfaatkan segala kekayaan laut Indonesia serta alur laut navigasi bagi kemaslahatan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Karena posisi geostrategis Indonesia, alur laut navigasi Indonesia tidak hanya menghubungkan pulau-pulau di dalam perairan kepulauan Indonesia.

  Namun, alur tersebut juga menghubungkan kawasan Indonesia dengan perdagangan sub-kawasan Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Samudera Hindia Timur. “Bahkan, antar kawasan dunia, dari Afrika-Eropa-Timur, Tengah-Asia Selatan ke Asia Tenggara dan Asia Timur,” sambungnya.  

Ancaman Laut

 

Kemudian, tantangan ketiga adalah memahami ancaman terhadap laut, ancaman di laut dan ancaman dari laut. Havas menuturkan, ancaman terhadap laut dapat bermula dari manusia secara langsung seperti polusi dan eksploitasi sumber daya secara tidak lestari dan tidak berkesinambungan.

  Sedangkan, ancaman di laut biasanya terkait dengan tindakan pelanggaran hukum seperti perompakan, perampokan di laut, penyelundupan orang, perdagangan orang, perbudakan anak buah kapal, penyelundupan senjata, obat-obatan terlarang. “Lalu, ancaman dari laut secara tradisional dipahami sebagai ancaman dari negara yang datang melalui laut,” jelasnya.  

Sementara untuk tantangan keempat, mantan Dubes RI untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa ini menyebutkan adalah mengamankan kawasan maritim Indonesia dari berbagai ancaman. “Sehingga, bangsa Indonesia dapat memanfaatkan secara maksimal dengan prinsip kelestarian dan kesinambungan laut bagi seluruh rakyat Indonesia,” tuturnya.

 

Terakhir dan merupakan tantangan kelima, adalah kemampuan melakukan proyeksi kepentingan Indonesia ke kawasan maritim di sekitar Indonesia, dengan kata lain, melakukan foreign policy projection melalui diplomasi maritim.

  Dikatakan Havas, salah satu bentuk sederhana diplomasi maritim adalah diplomasi perbatasan laut yang dirancang untuk menyelesaikan delimitasi batas maritim Indonesia dengan berbagai negara tetangga.   Pria yang telah berkarir sebagai diplomat selama 29 tahun ini menggarisbawahi kelima tantangan dalam pengelolaan kawasan maritim Indonesia akan terjawab dengan baik  melalui serangkaian kebijakan strategis serta rencana aksi nasional yang nyata dan rinci. “Salah satu langkah strategisnya yakni membuat kebijakan yang secara khusus dirancang untuk melakukan proyeksi diplomasi maritim ke kawasan di sekitar Indonesia yaitu Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Samudera Hindia,” tutupnya.  

Sekedar informasi, Havas sendiri terpilih sebagai pemberi kuliah umum di LIPI karena merupakan tokoh yang bisa memberi inspirasi dalam pengembangan kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya dalam pengelolaan kawasan maritime dan perbatasan Indonesia. (pwd,lyr/ed:isr)

Apa kendala masyarakat Indonesia dalam hal pengembangan teknologi kemaritiman

Oleh: Ir. Tri Achmadi, Ph.D.
Kepala Departemen Teknik Transportasi Laut | Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi besar untuk menjadi poros maritim dunia. Poros maritim merupakan sebuah gagasan strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektivitas antar pulau, perbaikan infrastruktur maritim, pengembangan industri manufaktur maritim serta ketahanan dan keamanan maritim.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo fokus pada sektor maritim Indonesia sebagai pilar perekonomian dan pertahanan bangsa Indonesia. Poros maritim diharapkan dapat memperkuat identitas negara Indonesia sebagai negara maritim, sehingga dapat meningkatkan kualitas perekonomian dan pertahanan negara.

Sebagai negara maritim, Indonesia menghadapi beberapa tantangan sebagai berikut:

1. Tantangan Geografi
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, wilayah Indonesia terdiri atas 13.487 dan 81.000 km garis pantai. Jumlah dan lokasi provinsi kepulauan Indonesia relatif banyak sehingga diperlukan konektivitas antar pulau. Tabel berikut ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki wilayah perairan terluas dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.

Apa kendala masyarakat Indonesia dalam hal pengembangan teknologi kemaritiman

Dari tabel di atas terlihat bahwa Indonesia memiliki luas wilayah 5,180,053 km², dengan luas daratan 1,922,570 km² (37.11%) dan luas perairan 3,257,483 km² (62.89%). Data tersebut jelas memperlihatkan bahwa 62,89% wilayah Indonesia terdiri dari perairan.

Selain itu, terdapat delapan provinsi yang sebagian besar wilayahnya berbatasan dengan laut, yaitu: Kepulauan Riau, Bangka Belitung, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Maluku. Di provinsi-provinsi tersebut, pembangunan sektor maritim menjadi sangat penting.

2. Tantangan Demografi
Jumlah penduduk dan piramida usia penduduk juga menjadi tantangan bagi Indonesia. Ketersebaran lokasi penduduk yang tinggal di 6.000-an pulau di Indonesia menjadi pekerjaan rumah tersendiri untuk meningkatkan pendidikan sumber daya manusia (SDM)-nya. Perlu perhatian khusus agar semua masyarakat dapat mendapatkan pendidikan yang berkualitas, paling tidak setara, sehingga di bagian Indonesia manapun memiliki SDM yang berkualitas. Harapannya adalah agar dapat membangun daerahnya masing-masing khususnya daerah perbatasan dan terluar.

Grafik di bawah ini menunjukkan data jumlah penduduk usia produktif yang bertambah besar dan jumlah tenaga kerja yang meningkat. Apabila jumlah penduduk yang bekerja lebih banyak dan jumlah lapangan kerja tidak memadai, maka akan terjadi pengganguran. Bonus demografi harus disertai dengan tingkat penddikan yang tinggi untuk menciptakan tenaga kerja ahli yang berdaya saing, khususnya dalam bidang maritim.

Apa kendala masyarakat Indonesia dalam hal pengembangan teknologi kemaritiman

3. Tantangan Ekonomi Regional dan Anggaran Pemerintah
Tantangan ini dapat dilihat dari kontribusi PDB menurut wilayah berdasarkan pulau terbesar, perdagangan antar pulau (IBB dan IBT), dan keterbatasan anggaran pemerintah untuk membangun sektor maritim.

Gambar di bawah ini menunjukkan data PDRB 2015, yaitu wilayah Jawa dan Sumatera memberikan kontribusi sebesar 81,24%, sedangkan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku berkontribusi hanya sebesar 18,76%.

Apa kendala masyarakat Indonesia dalam hal pengembangan teknologi kemaritiman

Selain berdasarkan distribusi PDRB tersebut, ketimpangan juga bisa dilihat dari pergerakan peti kemas, seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Apa kendala masyarakat Indonesia dalam hal pengembangan teknologi kemaritiman

Pergerakan peti kemas di tiga pelabuhan di Jawa dan Sumatera sebesar 61%, sedangkan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku hanya sebesar 49%. Dari data-data ini terlihat bahwa Indonesia bagian barat berperan sebagai penopang ekonomi nasional, sedangkan wilayah timur tertinggal.

4. Tantangan Infrastruktur Maritim
Tantangan infrastruktur maritim mencakup tiga aspek, yaitu: industri manufaktur maritim (jumlah, sebaran lokasi, dan kapasitas industri galangan kapal nasional), industri pelayaran nasional (jumlah, jenis, kapasitas, dan umur armada kapal nasional), dan pelabuhan laut nasional (jumlah, kelas, dan sebaran lokasi pelabuhan laut).

Apa kendala masyarakat Indonesia dalam hal pengembangan teknologi kemaritiman

Jumlah galangan kapal nasional sebanyak 250 galangan. Galangan kapal tersebut terpusat di wilayah barat Indonesia (Sumatera, Jawa, dan Kalimantan), yaitu sebesar 88% (220 galangan). Jumlah galangan di wilayah timur (Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku) sebesar 12% (30 Galangan). Perbandingan tersebut terlalu jauh, sehingga perlu pemerataan industri manufaktur dan infrastruktur maritim.

Selain itu, ketersebaran pelabuhan laut nasional juga menjadi permasalahan. Berdasarkan data pelabuhan komersil PT Pelindo I-IV, pelabuhan komersil di wilayah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan sebanyak 65% (46 pelabuhan), di wilayah Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku sebanyak 35% (25 pelabuhan).

Surabaya, 2 Juni 2017

*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.

Download artikel ini:

Komentar

comments