Apa ciri-ciri dan akibat dari penyalahgunaan obat depresan

Penggunaan obat-obatan berbahaya saat ini mulai disalahartikan. Beberapa jenis zat yang mampu merangsang syaraf pusat justru sering dipakai secara sembarangan tanpa resep yang tepat. Efek halusinasi dan juga ketenangan yang diberikan obat tersebut disalahgunakan sebagai zat untuk menghilangkan depresi dan juga kesedihan. Jenis zat yang mampu memberikan efek halusinasi dan gangguan berpikir penggunanya dikenal dengan nama psikotropika. Obat tersebut bukanlah sejenis narkoba, namun efeknya juga bisa menyebabkan kecanduan yang berakhr dengan kematian. Untuk mengetahui lebih jelas tentang definisi dan bahayanya, simak ulasan singkatnya dibawah ini.

Pengertian Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat yang bekerja menurunkan fungsi otak serta merangsang susuan syaraf pusat sehingga menimbulkan reaksi berupa halusinasi, ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan perasaan yang tiba-tiba, dan menimbulkan rasa kecanduan pada pemakainya. Jenis obat-obatan ini bisa ditemukan dengan mudah di apotik, hanya saja penggunaannya harus sesuai dengan resep dokter. Efek kecanduan yang diberikan pun memiliki kadar yang berbeda-beda, mulai dari berpotensi tinggi menimbulkan ketergantungan hingga ringan.

Banyak pengguna yang mengkonsumsi obat-obatan tersebut tanpa ijin dari dokter. Meski efek kecanduan yang diberikan termasuk rendah, namun tetap saja bisa berbahaya bagi kesehatan. Data menunjukkan sebagian besar pemakai yang sudah mengalami kecanduan, dimulai dari kepuasan yang didapatkan usai mengkonsumsi zat tersebut yang berupa perasaan senang dan tenang. Lama-kelamaan pemakaian mulai ditingkatkan sehingga menyebabkan ketergantungan. Jika sudah mencapai level parah, bisa mengakibatkan kematian. Penyalahgunaan dari obat-obatan tersebut juga bisa terancam terkena hukuman penjara. Karena itulah, meski beberapa manfaatnya sangat baik bagi kesehatan, namun jika berlebih dan tidak sesuai dengan anjuran dokter bisa menyebabkan efek yang berbahaya.

Baca juga:  Kampanyekan Pesan Anti Narkoba Lewat Desain Kaos

Golongan Psikotropika

Apakah Anda pernah mendengar zat Amfetamin? Ya, salah satu jenis obat-obatan tersebut nyatanya termasuk dalam jenis psikotropika. Penggunaannya harus sesuai dengan resep dokter agar bisa terhindar dari kecanduan. Efek menenangkan dan memberikan rasa bahagia membuat beberapa orang sengaja menyalahgunakan zat tersebut. Padahal pemakaiannya tidak boleh sembarangan karena termasuk dalam obat terlarang. Berdasarkan pada risiko kecanduan yang dihasilkan, golongan psikotropika dibagi menjadi 4, diantaranya adalah:

Psikotropika Golongan 1

Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini memiliki potensi yang tinggi menyebabkan kecanduan. Tidak hanya itu, zat tersebut juga termasuk dalam obat-obatan terlarang yang penyalahgunaannya bisa dikenai sanksi hukum. Jenis obat ini tidak untuk pengobatan, melainkan hanya sebagai pengetahuan saja. Contoh dari psikotropika golongan 1 diantaranya adalah LSD, DOM, Ekstasi, dan lain-lain yang secara keseluruhan jumlahnya ada 14. Pemakaian zat tersebut memberikan efek halusinasi bagi penggunanya serta merubah perasaan secara drastis. Efek buruk dari penyalahgunaannya bisa menimbulkan kecanduan yang mengarah pada kematian jika sudah mencapai level parah.

Psikotropika Golongan 2

Golongan 2 juga memiliki risiko ketergantungan yang cukup tinggi meski tidak separah golongan 1. Pemakaian obat-obatan ini sering dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Penggunaannya haruslah sesuai dengan resep dokter agar tidak memberikan efek kecanduan. Golongan 2 ini termasuk jenis obat-obatan yang paling sering disalahgunakan oleh pemakaianya, misalnya adalah Sabu atau Metamfeamin, Amfetamin, Fenetilin, dan zat lainnya yang total jumlahnya ada 14.

Baca juga:  Sosialisasi Bahaya Narkoba pada Tingkat SMP dan SMA se-Kota Tual

Psikotropika Golongan 3

Golongan 3 memberikan efek kecanduan yang terhitung sedang. Namun begitu, penggunaannya haruslah sesuai dengan resep dokter agar tidak membahayakan kesehatan. Jika dipakai dengan dosis berlebih, kerja sistem juga akan menurun secara drastis. Pada akhirnya, tubuh tidak bisa terjaga dan tidur terus sampai tidak bangun-bangun. Penyalahgunaan obat-obatan golongan ini juga bisa menyebabkan kematian. Contoh dari zat golongan 3 diantaranya adalah Mogadon, Brupronorfina, Amorbarbital, dan lain-lain yang jumlah totalnya ada 9 jenis.

Psikotropika Golongan 4

Golongan 4 memang memiliki risiko kecanduan yang kecil dibandingkan dengan yang lain. Namun tetap saja jika pemakaiannya tidak mendapat pengawasan dokter, bisa menimbulkan efek samping yang berbahaya termasuk kematian. Penyalahgunaan obat-obatan pada golongan 4 terbilang cukup tinggi. Beberapa diantaranya bahkan bisa dengan mudah ditemukan dan sering dikonsumsi sembarangan. Adapun contoh dari golongan 4 diantaranya adalah Lexotan, Pil Koplo, Sedativa atau obat penenang, Hipnotika atau obat tidur, Diazepam, Nitrazepam, dan masih banyak zat lainnya yang totalnya ada 60 jenis.

Bahaya dan Efek Psikotropika

Meski memberikan efek kecanduan, namun penggunaan zat-zat tersebut diperbolehkan asalkan sesuai dengan resep dokter. Namun sayang, saat ini pemakaiannya justru berlebih dan melewati dosis normal sehingga manfaat yang diberikan justru memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Ada banyak bahaya dan efek penyalahguaan psikotropika, beberapa diantaranya adalah:

Baca juga:  BNN Bantu Lembaga Rehabilitasi Masyarakat

Stimulan

Fungsi tubuh akan bekerja lebih tinggi dan bergairah sehingga pemakainya lebih terjaga. Kerja organ tentu menjadi berat dan jika si pemakai tidak menggunakan obat-obatan tersebut, badan menjadi lemah. Efek kecanduan ini menyebabkan penggunanya harus selalu mengkonsumsi zat tersebut agar kondisi tubuh tetap prima. Contoh stimulan yang sering disalahgunakan adalah ekstasi dan sabu-sabu.

Halusinogen

Ini adalah efek yang sering dialami oleh pemakai dimana persepsinya menjadi berubah dan merasakan halusinasi yang berelebihan. Contoh zat yang memberikan efek halusinogen salah satunya adalah ganja.

Depresan

Efek tenang yang dihasilkan disebabkan karena zat tersebut menekan kerja sisten syaraf pusat. Jika digunakan secara berlebihan, penggunanya bisa tertidur terlalu lama dan tidak sadarkan diri. Bahaya yang paling fatal adalah menyebabkan kematian. Contoh zat yang bersifat depresan salah satunya adalah putaw.

Undang-undang Narkotika dan Psikotropika
Psikotropika tidak sama dengan Narkotika, hal tersebut sesuai dengan isi pasal 1 angka 1 UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika yang menyatakan bahwa Psikotropika merupakan sebuah zat atau obat baik yang bersifat alamiah maupun buatan yang bukan narkotika. Khasiatnya bersifat psikoaktif yang mana menyebabkan perubahan aktivitas mental serta perilaku.

Sementara pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa jenis psikotropika golongan 1 dan 2 dicabut dan ditetapkan sebagai narkotika golongan 1.

Terkait

Depresi

Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, prevalensi depresi pada penduduk usia > 15 tahun di Provinsi Lampung adalah sebanyak 3,2%, sedangkan untuk level nasional, sebesar 6,1% (Riskesdas, 2019). Depresi adalah gejala gangguan perasaan yang umum dialami, namun merupakan hal yang serius (NIMH, 2022). Depresi dapat menyebabkan beberapa gejala yang menyebabkan perubahan perasaan, perubahan pola tidur, pola makan yang akan berpengaruh terhadap produktivitas.

Beberapa tanda dan gejala yang dialami oleh orang yang mengalami depresi adalah:

  • Selalu merasa pesimis
  • Rasa sedih dan kecemasan yang presisten
  • Merasa tidak berharga dan tidak berdaya
  • Kehilangan minat terhadap hobi dan aktivitas yang sering dilakukan
  • Mudah lelah
  • Sulit berkonsentasi, mengingat dan membuat keputusan
  • Perubahan nafsu makan dan atau perubahan berat badan
  • Rasa nyeri, sakit kepala, kram hingga masalah pencernaan tanpa adanya penyebab fisik yang jelas
  • Muncul pikiran ingin bunuh diri atau percobaan bunuh diri

Bila anda mengalami gejala tersebut di atas setiap hari, selama kurang lebih dua minggu, anda mungkin mengalami depresi.

Medikasi

Salah satu medikasi yang umum diterima oleh orang dengan gangguan jiwa adalah antidepresan. Antidepresan adalah jenis obat yang digunakan untuk mengobati Obsessive-compulsive disorder (OCD), fobia, gangguan serangan panik, dan Post-traumatic stress disorder (PTSD) (Sheffler et al, 2021). Antidepresan bekerja dengan cara meningkatkan kadar neurotransmitter pada otak manusia. Beberapa neurotransmitter seperti serotonin dan noradrenalin, dalam kadar tertentu, dapat berpengaruh terhadap emosi dan perasaan (NHS, 2021).

Peraturan Kementerian Kesehatan No. 2 Tahun 2021, tentang Penetapan dan Perubahan Penggolongan Psikotropika, menetapkan beberapa antidepresan sebagai psikotropika golongan IV. Alprazolam, merupakan salah satu medikasi gangguan panik yang termasuk ke dalam psikotropika golongan IV. Merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 1997, psikotropika merupakan zat atau obat yang memiliki efek psikoaktif yang dapat memengaruhi aktivitas mental dan perilaku penggunanya. Psikotropika golongan IV memiliki khasiat pengobatan dan dapat digunakan untuk tujuan terapi dan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi untuk menyebabkan ketergantungan.

Penyalahgunaan

Potensi penyalahgunaan dan penggunaan antidepresan yang tidak sesuai dengan resep yang dianjurkan, sangat besar terjadi pada orang dengan gangguan jiwa. Penggunaan antidepresan secara terus menerus dapat menyebabkan ketergantungan yang tentu saja akan memperparah kondisi fisik dan mental penggunanya. Pada triwulan ke-IV tahun 2021, terdapat sebanyak 178 kasus penyalahgunaan psikotropika, yang terbagi menjadi; 112 kasus penyalahgunaan obat-obatan Daftar G, 48 kasus penyalahgunaan psikotropika golongan IV dan 18 kasus penyalahgunaan psikotropika golongan III (BNN, 2021).

Ketidakmampuan untuk mengatur emosi, dan perilaku ketika mengalami stress berhubungan dengan peningkatan penggunaan narkoba. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa orang dengan gejala depresi mengonsumsi narkoba untuk mengurangi gejala depresi seperti kecemasan dan perasaan negatif lainnya (Carrico et al., 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Wong et al. (2013), menunjukkan bahwa banyak kelompok usia dewasa menggunakan antidepresan tanpa resep dan obat illegal untuk membantu dalam mengontrol emosi serta kecemasan yang timbul sebagai akibat dari depresi yang mereka alami.

Di Indonesia, depresi masih dianggap remeh oleh banyak masyarakat. Hal ini menimbulkan stigma buruk kepada orang orang dengan gangguan jiwa. Sebanyak 50 hinggan 60% orang dengan gangguan jiwa menghindari perawatan karena takut akan stigma dari masyarakat (Substance Abuse and Mental Health Services Administration, 2003 dalam Park, et al, 2014). Stigma buruk masyarakat terhadap orang yang mengalami depresi memiliki pengaruh terhadap disregulasi emosi yang dapat menyebabkan individu yang mengalami depresi tersebut menggunakan narkoba yang didapat secara ilegal sebagai cara untuk mengatasi stress akibat tekanan dari lingkungan (Wang et al., 2017).

Kesimpulan

Stigma buruk masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa, utamanya mereka yang mengalami depresi, menjadi salah satu penyebab munculnya rasa enggan untuk mendapatkan perawatan dan menghambat mereka untuk sembuh dan menjalani kehidupan normal. Akhirnya, orang yang mengalami depresi lebih memilih untuk menggunakan obat-obatan antidepresan yang didapatkan secara illegal dan tidak sesuai petunjuk dokter. Pemakaian obat yang berlebihan dan tidak dikontrol oleh tenaga ahli (dokter ataupun perawat) akan menyebabkan ketergantungan dan justru dapat memperparah kondisi penggunanya.

Daftar Pustaka

Carrico, A.W., Pollack, L.M., Stall, R.D., Shade, S.B., Neilands, T.B., Rice, T.M., Woods, W.J., Moskowitz, J.T., 2012. Psychological processes and stimulant use among men who have sex with men. Drug Alcohol Depend. 123, 79–83.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019, Laporan Nasional Riskesdas 2018, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta

Menteri Kesehatan, 2021, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2 Tahun 2021 tentang Penetapan dan Perubahan Penggolongan Psikotropika.

National Health Service, 2021, Overview –  Antidepressants, https://www.nhs.uk/mental-health/talking-therapies-medicine-treatments/medicines-and-psychiatry/antidepressants/overview/, diakses 19 April 2022

National Institute of Mental Health, 2022, Depression, https://www.nimh.nih.gov/health/topics/depression, diakses 19 April 2022.

Presiden Republik Indonesia, 1997, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

Pusat Penelitian Data dan Informasi Badan Narkotika Nasional, 2021, Infografis P4GN Triwulan IV 2021, Badan Narkotika Nasional, Jakarta

Sheffler, Z. M., Sara A., 2021, Antidepressants, StatPearls Publishing LLC, Amerika Serikat.

Wang, K., Charles L. Burton & John E. Pachankis, 2017, Depression and Substance Use: Towards the Development of an Emotion Regulation Model of Stigma Coping, Substance Use & Misuse, 0, 1-8.

Wong, C. F., Karol S., Alexandar, K., Sheree, M. S., Jennifer, J. B., Ellen, I., Stephen, E. L., 2013, Coping and emotion regulation profiles as predictors of nonmedical prescription drug and illicit drug use among high-risk young adults, Drug and Alcohol Dependence, 132, 165-171.

Terkait