Agar berhasil dalam memonopoli perdagangan di wilayah Indonesia Belanda juga melakukan politik

Jakarta -

Sultan Hasanuddin memimpin Kerajaan Gowa-Tallo saat berlanda sedang berusaha memperluas monopoli perdagangan rempah-rempah. Bagaimana upaya yang dilakukan Sultan Hasanuddin dalam melawan penjajahan?

Kerajaan Gowa-Tallo merupakan kerajaan yang menguasai perdagangan rempah-rempah di wilayah nusantara yang kelak menjadi Indonesia bagian timur. Pada tahun 1666, Belanda berusaha menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di wilayah tersebut, seperti dikutip dari buku Kreatif Tematik Tema 5 Pahlawanku untuk Kelas 4 SD/MI oleh Tim Tunas Karya Guru: Sudwiyanto M.Pd., Imas Mulyasari, M.Pd.

Kerajaan Gowa berpusat di sekitar Makassar dan Somba Opu, kini termasuk wilayah Sulawesi Selatan. Pelabuhan Somba Opu adalah pelabuhan strategis di jalur perdagangan internasional, di antaranya untuk perdagangan rempah-rempah, beras, kayu, sutra, dan porselen. Hal ini menjadikan VOC ingin menguasai Kerajaan Gowa.

Lewat kekuatan militer dan jalan damai, VOC berusaha melakukan monopoli perdagangan atas Kerajaan Gowa. Hal ini bagi rakyat Gowa menimbulkan gangguan kebebasan perdagangan dan merendahkan harga diri kerajaan. Sejak 1615, Kerajaan Gowa melakukan perlawanan, yang diperkuat di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddn (1653-1670).

Upaya Sultan Hasanuddin dalam Melawan Penjajahan

Di bawah komando Sultan Hasanuddin, Belanda tidak berhasil menaklukkan Kerajaan Gowa-Tallo. Berikut upaya Sultan Hasanuddin melawan penjajahan Belanda.

Kerjasama dengan Kerajaan-Kerajaan Sekitar

Sultan Hasanuddin bekerjasama dengan kerajaan-kerajaan sekitar untuk melawan VOC. Belanda lalu menerapkan politik adu domba atau devide et impera untuk memecah Kerajaan Gowa-Tallo dengan Kerajaan Bone, sehingga Kerajaan Bone memihak VOC, dikutip dari Explore Sejarah Indonesia Jilid 2 untuk SMA/MA Kelas XI oleh Dr. Abdurakhman, S.S., M.Hum., Arif Pradono, S.S., M.I.Kom.

Pembangunan Benteng

Sultan Hasanuddin menghimpun kekuatan warga untuk menyerang VOC. Untuk memperkuat pertahanan kerajaan dari serangan oleh Belanda, benteng-benteng dibangun di sepanjang pantai.

Pada 21 Desember 1666, pecah perang terbuka antara VOC dan Kerajaan Gowa yang dipimpin langsung Sultan Hasanuddin. Tentara VOC yang menyerang dari darat dan laut tidak membuat rakyat Gowa-Tallo mundur. Tetapi, Benteng Barombong berhasil dikuasai VOC pada 23 Oktober 1667, sepuluh bulan kemudian.

Kekalahan tersebut membuat Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Isi perjanjian Bongaya di antaranya yaitu Kerajaan Gowa harus mengaki hak monopoli perdagangan VOC, membayar biaya perang, semua orang Barat kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah kerjaaan, dan kapal kerajaan dilarang berlayar tanpa izin VOC.

Menggerakkan Rakyat untuk Kembali Berperang

Sultan Hasanuddin berusaha kembali menggerakkan rakyat untuk berperang melawan VOC pada 1668. Akan tetapi, perlawanan ini mengalami kegagalan, hingga benteng terkuat Gowa jatuh ke tangan VOC dan dinamai Benteng Rotterdam.

Nah, begitu gambaran bagaimana upaya yang dilakukan Sultan Hasanuddin dalam melawan penjajahan Belanda melalui VOC. Kelak, memasuki abad ke-19, perlawanan di nusantara bagian timur menggeliat kembali, di antaranya dipimpin oleh Pattimura dan Martha Kristina Tiahahu.

Simak Video "Momen Silaturahmi Empat Trah Kerajaan Mataram Islam"



(twu/pal)


Page 2

Jakarta -

Sultan Hasanuddin memimpin Kerajaan Gowa-Tallo saat berlanda sedang berusaha memperluas monopoli perdagangan rempah-rempah. Bagaimana upaya yang dilakukan Sultan Hasanuddin dalam melawan penjajahan?

Kerajaan Gowa-Tallo merupakan kerajaan yang menguasai perdagangan rempah-rempah di wilayah nusantara yang kelak menjadi Indonesia bagian timur. Pada tahun 1666, Belanda berusaha menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di wilayah tersebut, seperti dikutip dari buku Kreatif Tematik Tema 5 Pahlawanku untuk Kelas 4 SD/MI oleh Tim Tunas Karya Guru: Sudwiyanto M.Pd., Imas Mulyasari, M.Pd.

Kerajaan Gowa berpusat di sekitar Makassar dan Somba Opu, kini termasuk wilayah Sulawesi Selatan. Pelabuhan Somba Opu adalah pelabuhan strategis di jalur perdagangan internasional, di antaranya untuk perdagangan rempah-rempah, beras, kayu, sutra, dan porselen. Hal ini menjadikan VOC ingin menguasai Kerajaan Gowa.

Lewat kekuatan militer dan jalan damai, VOC berusaha melakukan monopoli perdagangan atas Kerajaan Gowa. Hal ini bagi rakyat Gowa menimbulkan gangguan kebebasan perdagangan dan merendahkan harga diri kerajaan. Sejak 1615, Kerajaan Gowa melakukan perlawanan, yang diperkuat di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddn (1653-1670).

Upaya Sultan Hasanuddin dalam Melawan Penjajahan

Di bawah komando Sultan Hasanuddin, Belanda tidak berhasil menaklukkan Kerajaan Gowa-Tallo. Berikut upaya Sultan Hasanuddin melawan penjajahan Belanda.

Kerjasama dengan Kerajaan-Kerajaan Sekitar

Sultan Hasanuddin bekerjasama dengan kerajaan-kerajaan sekitar untuk melawan VOC. Belanda lalu menerapkan politik adu domba atau devide et impera untuk memecah Kerajaan Gowa-Tallo dengan Kerajaan Bone, sehingga Kerajaan Bone memihak VOC, dikutip dari Explore Sejarah Indonesia Jilid 2 untuk SMA/MA Kelas XI oleh Dr. Abdurakhman, S.S., M.Hum., Arif Pradono, S.S., M.I.Kom.

Pembangunan Benteng

Sultan Hasanuddin menghimpun kekuatan warga untuk menyerang VOC. Untuk memperkuat pertahanan kerajaan dari serangan oleh Belanda, benteng-benteng dibangun di sepanjang pantai.

Pada 21 Desember 1666, pecah perang terbuka antara VOC dan Kerajaan Gowa yang dipimpin langsung Sultan Hasanuddin. Tentara VOC yang menyerang dari darat dan laut tidak membuat rakyat Gowa-Tallo mundur. Tetapi, Benteng Barombong berhasil dikuasai VOC pada 23 Oktober 1667, sepuluh bulan kemudian.

Kekalahan tersebut membuat Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Isi perjanjian Bongaya di antaranya yaitu Kerajaan Gowa harus mengaki hak monopoli perdagangan VOC, membayar biaya perang, semua orang Barat kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah kerjaaan, dan kapal kerajaan dilarang berlayar tanpa izin VOC.

Menggerakkan Rakyat untuk Kembali Berperang

Sultan Hasanuddin berusaha kembali menggerakkan rakyat untuk berperang melawan VOC pada 1668. Akan tetapi, perlawanan ini mengalami kegagalan, hingga benteng terkuat Gowa jatuh ke tangan VOC dan dinamai Benteng Rotterdam.

Nah, begitu gambaran bagaimana upaya yang dilakukan Sultan Hasanuddin dalam melawan penjajahan Belanda melalui VOC. Kelak, memasuki abad ke-19, perlawanan di nusantara bagian timur menggeliat kembali, di antaranya dipimpin oleh Pattimura dan Martha Kristina Tiahahu.

Simak Video "Momen Silaturahmi Empat Trah Kerajaan Mataram Islam"


[Gambas:Video 20detik]
(twu/pal)

Tiga kebijakan yang diterapkan VOC dalam praktik monopoli perdagangan di Maluku, yaitu pelayaran hongi, ekstirpasi, dan contingenten.

Untuk lebih jelasnya, yuk pahami penjelasan berikut:

Ketika VOC berkuasa di Nusantara, VOC diberikan beberapa hak istimewa oleh pemerintah Belanda diantaranya ialah hak untuk memonopoli perdagangan. VOC gencar melakukan monopoli perdagangan di berbagai wilayah Nusantara, salah satunya ialah Maluku. Untuk menjaga kelancaran monopoli perdagangannya di Maluku, VOC menerapkan beberapa kebijakan sebagai berikut.

  1. Pelayaran hongi, yaitu patroli pantai yang dilengkapi angkatan perang untuk mengawasi para pedagang Maluku agar tidak menjual rempah-rempah kepada pihak lain selain VOC dan jika melanggar akan mendapat hukuman berat.
  2. Ekstirpasi, yaitu menebang tanaman rempah-rempah penduduk agar produksinya tidak berlebihan.
  3. Contingenten, yaitu kewajiban rakyat membayar pajak dalam bentuk hasil bumi.

Agar berhasil dalam memonopoli perdagangan di wilayah Indonesia Belanda juga melakukan politik
ilustrasi VOC. painterest.com

SUMUT | 13 Oktober 2021 14:45 Reporter : Ani Mardatila

Merdeka.com - Pada mulanya, para pedagang Belanda membeli rempah di ibu kota Portugis yakni Lisabon saat di bawah penjajahan Spanyol. Kemudian baru pada tahun 1595, di bawah pimpinan Cornelis de Houtman beberapa kapal Belanda berlayar ke Nusantara.

Setelah itu, lambat laun banyak pedagang Belanda yang ikut berlayar ke Nusantara untuk memperoleh rempah-rempah. Hal tersebut menyebabkan terjadi persaingan di antara para pedagang Belanda itu sendiri. Oleh sebab itu, pada tahun 1602 dibentuklah Vereenigde Oost Indiesche Compagnie (VOC) atau Perserikatan Dagang Hindia Timur.

VOC kemudian menjadi serikat pedagang yang memonopoli rempah di Nusantara. Hal ini menyebabkan tersingkirnya pedagang Portugis yang sebelumnya memperoleh rempah di Nusantara. Berikut merdeka.com rangkum tujuan VOC dibentuk Belanda di Indonesia:

2 dari 3 halaman

VOC (Vereenigde Oost Indiesche Compagnie) adalah sebuah perusahaan dagang di Belanda yang merupakan gabungan dari sejumlah kamar dagang di enam kota di antaranya, yaitu Amsterdam, Rotterdam, Zeeland, Delft, Hoorn, dan Enkhyusen (Lohanda, 2007, hlm. 2). Saham terbesar berasal dari Amsterdam (50%), Zeeland (25%), dan sisanya dari kota lainnya.

VOC berdiri sejak 1602 sampai kemudian dibubarkan pada 1799 pernah dipimpin oleh 37 Gubernur Jenderal di masa kekuasaannya. Dimulai dengan Jan Pieterzoon Coen yang dua kali memerintah (1619-1623, 1627-1629) sampai kepada Pieter Gerardus van Overstraten (1786-1801).

Pada 30 Mei 1619 pasukan VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen berhasil merebut kota Jayakarta. Semua yang ada dimusnahkan, penduduknya menyingkir ke daerah lain atau bertahan di wilayah pedalaman. Mulai saat itu dibuka babak baru dalam sejarah kehidupan di Jayakarta.

Di sisi lain pemerintah Belanda memberikan hak-hak istimewa. Adapun hak istimewa ini berupa hak monopoli, perdagangan, hak mencetak uang sendiri, serta hak untuk membuat perjanjian dengan penguasa lain. Sehingga hal ini membuat VOC seolah-olah seperti sebuah negara yang memiliki otonomi sendiri dalam melakukan sebuah tindakan.

Keberhasilan VOC memonopoli perdagangan rempah di Asia, membuat ruang gerak para pesaingnya, Portugis dan Inggris, kian sempit. Kondisi itu membuat VOC meningkatkan keuntungannya hingga lebih dari 400 persen, konstan hampir tanpa cela selama kurang lebih dua abad.

Pada 1795, total utang VOC mencapai 136,7 juta gulden, yang jika dirupiahkan mencapai puluhan triliun. VOC tak lagi bisa tertolong. Pemerintah Kerajaan Belanda akhirnya memutuskan untuk membubarkannya pada 31 Desember 1799.

3 dari 3 halaman

Berikut tujuan VOC dibentuk di Indonesia yang dilansir dari Liputan6.com:

1. Mengurangi Persaingan Sesama Pedagang Belanda

Salah satu tujuan VOC yang utama oleh Belanda untuk menggabungkan usaha dari para pedagang Belanda. Hal ini juga bertujuan untuk mengurangi persaingan dagang antar sesama pedagang Belanda guna mendapatkan keuntungan yang maksimal.

2. Mengatasi Persaingan dengan Pedagang Negara Eropa Lain

Tujuan VOC yang lainnya untuk mengatasi persaingan dengan pedagang dari negara Eropa lain, terutama para pedagang Inggris, Spanyol, dan Portugal. Dengan begitu, VOC dan pedagang-pedagang Belanda jadi lebih mendominasi pasar dagang.

3. Memonopoli Perdagangan Rempah-Rempah

Tujuan VOC berikutnya untuk menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah. Seperti diketahui jika Indonesia kaya akan rempah-rempah. Belanda pun berupaya memonopoli perdagangannya guna mendatangkan keuntungan finansial berlipat-lipat.

4. Menguasai Kerajaan-kerajaan di Indonesia

Tujuan VOC yang berikutnya untuk menguasai kerajaan-kerajaan di nusantara. Hal ini dilakukan juga untuk mengambil alih tentara kerajaan menjadi prajurit perang Belanda. Dengan begitu, VOC dapat menguasai sumber daya manusia untuk meningkatkan daya perang.

5. Memperkokoh Posisi Belanda di Dunia Internasional

Tujuan VOC selanjutnya untuk memperkuat posisi Belanda di mata dunia secara internasional. Hal ini penting dalam keadaan persaingan dagang dengan negara-negara lain, terutama dari Eropa. Adanya VOC pun membuat bangsa Belanda menjadi lebih disegani.

6. Membantu Dana ke Pemerintah Belanda

Tujuan VOC berikutnya untuk membantu dana bagi pemerintah Belanda, yang sedang berjuang melawan Spanyol yang masih menduduki Belanda. Adanya VOC pun penting sebagai penyumbang dana agar Belanda mampu menyelesaikan konflik dengan Spanyol.

7. Menguasai Pelabuhan-Pelabuhan di Indonesia

Tujuan VOC yang terakhir adalah menguasai pelabuhan-pelabuhan strategis yang ada di Indonesia. VOC datang ke Indonesia untuk menguasai aset-aset penting, seperti pelabuhan strategis dan menguasai segala sumber daya yang dimiliki Indonesia.

(mdk/amd)