Zina melihat lawan jenis yang bukan mahram disebut

Pria wanita bukan mahram berduaan berpotensi lakukan zina

Republika

Pria wanita bukan mahram berduaan berpotensi lakukan zina. Ilustrasi berduaan bukan mahram

Rep: Andrian Saputra Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, — Bila Anda mencintai seseorang, lebih baik segeralah untuk menjalin tali pernikahan dengan meminta restu kepada orang tua. Jangan sampai berlama-lama menunda pernikahan, apalagi dalam masa itu Anda justru intens bertemu bahkan berduaan dengannya atau populer disebut dengan berpacaran. 

Baca Juga

Sebab semakin lama Anda menunda-nunda pernikahan dan semakin sering Anda bertemu dengannya maka potensi terjadinya zina akan lebih besar kemungkinannya terjadi. Misalnya yang sering didapati adalah berduaan lelaki dan perempuan yang bukan mukhirm. Bahkan sering kali berada di tempat yang sepi. 

Maka ketika ini terjadi, setan memiliki ruang besar berada di anata keduanya untuk menghasut lelaki dan wanita yang sedang berpacaran itu untuk melakukan zina. 

Mungkin dimulai dari zina tangan dengan berpegangan, zina mata dengan saling memandag, kemudian zina bibir dengan berciuman dan lainnya hingga berujung pada zina badan. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad ﷺ:

وَعَنْ أَبِى أُمَامَةِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ  :اِيَّاَك وَالْخَلْوَةَ بِالنِّسَاءِ وَالَّذِىْ نَفْسِى بِيَدِهِ مَاخَلَا رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ اِلَّا دَخَلَ الشَّيْطَانُ بَيْنَهُمَاوَلَاَ نْ يَزْحَمَ رَجُلٌ خِنْزِيْرًا مُتَلَطِّخًابِطِيْنٍ أَوْ حَمَأَةٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ يَزْحَمَ مِنْكِبُهُ مَنْكِبَ امْرَأَةٍ لَا تَحِلُّ لَهُ.

Diriwayatkan dari Abi Umamah radiyallahu ‘anhu dari Rasulullah ﷺ. Rasul bersabda, “Awas jauhilah bersepi-sepian (berduaan) dengan wanita. Demi Allah yang nyawaku ada pada kekuasan-Nya, tidak lah berduaan laki-laki dengan perempuan kecuali masuk setan di antara keduanya. Sungguh bilamana berhimpitan seorang laki-laki dengan babi yang berlumuran lumpur itu lebih baik bagi lelaki itu daripada menyenggolkan pundaknya pada pundak perempuan lain yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani). 

Karena itu Rasulullah ﷺ sangat mewanti-wanti umatnya agar jangan sampai bersentuhan antara lelaki dengan wanita yang bukan muhram kecuali melalui jalan pernikahan.

Ibaratnya bila Anda hendak melalui sebuah pintu namun berpotensi untuk berhimpitan dengan wanita maka lebih baik mencari pintu lainnya kendati pun harus berhimpitan dengan babi yang kotor.

Sebab berhimpitan dengan babi hanya akan menghasilkan najis yang bisa dihilangkan cepat dengan bersuci, tetapi berhimpitan dengan wanita akan melahirkan dosa dan hasrat untuk melakukan zina selanjutnya. 

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :  لَاَنْ يُطْعَنَ فِى رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ. 

Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh andai ditusuk-tusuk, kepala di antara kamu dengan jarum besi itu lebih baik baginya daripada harus menyentuh perempuan yang tidak halal baginya.” (HR Thabrani dan Baihaqi).    

  • mahram
  • berduaan bukan mahram
  • zina
  • bahaya zina
  • rasulullah
  • muhammad

Zina melihat lawan jenis yang bukan mahram disebut

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Zina melihat lawan jenis yang bukan mahram disebut

Jakarta - Menundukkan pandangan adalah langkah awal menjaga jiwa dan akal seorang muslim dari hawa nafsu. Seperti kata orang-orang, dari mata turun ke hati. Berbagai perasaan dapat muncul bermula dari pandangan. Bahkan jika dilakukan secara sengaja, hal itu ditengarai bisa menimbulkan zina mata. Karena itu, kita diminta mengontrol cara kita memandang, bukan semata-mata menundukkan pandangan mata. Sepintas, perintah ini mudah dilakukan. Namun, pada praktiknya, perintah menundukkan pandangan ternyata punya tantangan tersendiri. Bagaimana cara mengontrolnya?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menanggapi hal ini, Dr Nur Rofiah, Bil Uzm mengatakan, dalam Islam memang ada tuntunan atau akhlak yang mengatur bergaul dengan lawan jenis. Laki-laki ataupun perempuan yang beriman diminta mengontrol cara pandang ketika melihat lawan jenis. "Bagaimana cara mengontrolnya? Dengan cara, jangan melihat lawan jenis sebagai makhluk seksual, sebagai makhluk fisik dan biologis saja, tetapi mereka juga adalah makhluk intelektual dan makhluk spiritual sehingga punya akal budi," papar dosen Institut PTIQ Jakarta itu.Nur menyebut, jika kita melihat lawan jenis sebagai makhluk yang berakal budi, kita akan bergaul tidak seperti pejantan dan betina atau tidak seperti hewan yang tidak punya akal budi."Jadi sebetulnya yang penting adalah mengontrol cara kita memandang, bukan semata-mata menundukkan pandangan," ucapnya.Alasan mengapa harus mengontrol cara pandang, imbuh Nur, supaya bisa menjaga alat kelamin dan tidak terjerumus melakukan zina. Sebab, jika kita menundukkan mata tapi otak kita tetap berpikir bahwa lawan jenis itu adalah makhluk seksual, tetap saja berahi susah dijaga.Sementara itu, jika cara pandang kita kepada lawan jenis adalah sebagai makhluk yang memiliki akal budi, cara berinteraksi kita adalah saling belajar dan saling mempertajam spiritualitas, sehingga pergaulan lawan jenis akan terhindar dari zina.
"Jadi yang penting adalah bagaimana mengontrol cara pandang kita kepada lawan jenis supaya kita bisa menjaga farji dengan baik," tutupnya.Simak penjelasan lebih lengkapnya dalam sketsa berikut ini:

Saksikan program Tanya Jawab Islam, setiap hari pukul 17:35 WIB selama Ramadan di detikcom.

Tonton juga video spesial Ramadan lainnya tentang mengaji berikut ini:
(rns/rns)

Zina melihat lawan jenis yang bukan mahram disebut

(Foto: abc.net.au) (Foto: abc.net.au)

Assalamu 'alaikum wr. wb.
Redaksi bahtsul masail NU Online, saya mau bertanya soal melihat foto atau video lawan jenis yang bukan mahram di media sosial mengingat kita hidup di era media sosial. Mohon penjelasan terkait melihat foto atau video lawan jenis yang bukan mahram Terima kasih. Wassalamu 'alakum wr. wb. (Maryati/Bandung).

Jawaban


Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Pertama yang disampaikan di sini adalah ulama sepakat bahwa seorang laki-laki haram memandang aurat perempuan muda yang bukan mahramnya sebagaimana keterangan Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah berikut ini:

اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّهُ يَحْرُمُ نَظَرُ الرَّجُل إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ الأَجْنَبِيَّةِ الشَّابَّةِ. وَاسْتَدَلُّوا عَلَى ذَلِكَ بِأَدِلَّةٍ مِنْهَا قَوْلُهُ تَعَالَى: قُل لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ، وَبِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا، أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ: فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ. ثُمَّ اخْتَلَفُوا فِي تَحْدِيدِ الْعَوْرَةِ الَّتِي يَحْرُمُ النَّظَرُ إِلَيْهَا عَلَى أَقْوَالٍ


Artinya, “Ulama bersepakat bahwa kaum pria haram memandang aurat perempuan muda bukan mahram. Mereka mendasarkan pandangannya dengan sejumlah dalil, salah satunya firman Allah, ‘Katakanlah kepada orang beriman, ‘Hendaklah mereka menundukkan padandangan mereka,’’ dan sabda Rasulullah SAW, ‘Allah menakdirkan sebagian dari zina untuk anak Adam di mana ia akan melakukan itu, bukan mustahil. Zina mata adalah melihat.’ Tetapi ulama berbeda pendapat perihal batasan aurat yang haram untuk dilihat pada sejumlah pendapat,” (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz 40, halaman 341).Tetapi di mana batasan aurat perempuan, pandangan ulama terbelah menjadi empat pendapat.

Pertama, seseorang boleh memandang wajah dan telapak tangan perempuan muda yang bukan mahram jika tanpa syahwat. Selain keduanya haram dilihat tanpa uzur syari. Pandangan ini dipegang oleh Madzhab Hanafi dan Maliki.

وإن كانت المرأة أجنبية: حرم النظر إليها عند الحنفية إلا وجهها وكفَّيها، لقوله تعالى: ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها [النور:31/24]. قال علي وابن عباس: ما ظهر منها الكحل والخاتم أي موضعهما وهو الوجه والكف، والمراد من الزينة في الآية موضعها، ولأن في إبداء الوجه والكف ضرورة لحاجتها إلى المعاملة مع الرجال أخذاً وعطاء.

Artinya, “Jika perempuan itu adalah orang lain (bukan mahram), maka seseorang tidak boleh memandangnya–menurut Madzhab Hanafi–kecuali wajah dan telapak tangannya berdasarkan firman Allah ‘Mereka tidak menampakkan perhiasannya kecuali apa yang tampak padanya,’ (Surat An-Nur ayat 31). Sayyidina Ali RA dan Ibnu Abbas RA mengatakan bahwa yang tampak padanya adalah celak mata dan cincin, yaitu tempat keduanya, wajah dan telapak tangan. Yang dimaksud perhiasan pada ayat ini adalah anggota badan perempuan tempat perhiasan. Pasalnya, penampakan wajah dan telapak tangan bersifat darurat (tidak bisa dihindari) yang menjadi keperluan perempuan dalam bertransaksi dengan pihak pria baik memberi maupun menerima,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H], juz 3, halaman 561).

Kedua, seorang laki-laki haram memandang wajah dan telapak tangan perempuan yang bukan mahram tanpa uzur syar’i baik aman atau tidak aman dari fitnah. Kedua anggota perempuan ini termasuk aurat perempuan sebagaimana anggota tubuh selain keduanya. Pendapat ini dipegang oleh Madzhab Syafi’I dan Hanbali. Tetapi kalau ada uzur syari seperti saat meminang, dibolehkan untuk memandangnya.

Ketiga, seorang laki-laki haram memandang anggota tubuh perempuan yang bukan mahram selain wajah dan telapak tangan tanpa uzur dan tanpa hajat. Hanya saja seorang laki-laki makruh memandang keduanya. Sebaiknya memandang keduanya ditinggalkan sebagaimana fatwa ulama mutaakhirin dari kalangan hanafiyah dan ahli fatwa.

Keempat, seseorang laki-laki boleh memandang wajah, telapak tangan, dan kedua kaki perempuan bukan mahram dengan catatan tanpa syahwat seperti diriwayatkan Hasan bin Ziyad dari Abu Hanifah. Pendapat ini juga dikemukakan oleh sebagian Madzhab Maliki.

Berkaitan dengan pendapat keempat ini, sebuah riwayat dari Abu Yusuf mengatakan bahwa dua lengan perempuan boleh terlihat ketika membasuh dan masak. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa seorang laki-laki boleh memandang dua betis perempuan tanpa syahwat.Perbedaan pendapat di kalangan ulama terjadi antara lain karena perbedaan pandangan mereka perihal pengecualian yang terdapat pada Surat An-Nur ayat 31 di samping beberapa riwayat hadits lainnya. Wajah dan telapak tangan muncul sebagai pengecualian pada Surat An-Nur ayat 31 dengan pertimbangan adat dan ibadat. Pertimbangan adat dan ibadat ini yang dipakai oleh Al-Qurthubi, seorang ahli tafsir Madzhab Maliki berikut ini:

قَال الْقُرْطُبِيُّ : لَمَّا كَانَ الْغَالِبُ مِنَ الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ ظُهُورُهُمَا عَادَةً وَعِبَادَةً وَذَلِكَ فِي الصَّلاَةِ وَالْحَجِّ ، فَيَصْلُحُ أَنْ يَكُونَ الاِسْتِثْنَاءُ رَاجِعًا إِلَيْهِمَا. وَبِمَا رُوِيَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا دَخَلَتْ عَلَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ، فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَقَال: يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا، وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ. وَالْحَدِيثُ فِيهِ دَلاَلَةٌ عَلَى أَنَّ الْوَجْهَ وَالْكَفَّيْنِ مِنَ الْمَرْأَةِ الأَجْنَبِيَّةِ لَيْسَا بِعَوْرَةٍ، وَأَنَّ لِلرَّجُل أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهِمَا


Artinya, “Al-Qurthubi mengatakan, wajah dan kedua telapak tangan secara umum tampak dalam keseharian dan dalam peribadatan, yaitu pada shalat dan haji sehingga pengecualian (terkait aurat) itu layak merujuk pada dua hal itu. Pandangan ini juga didasarkan pada riwayat dari Aisyah RA bahwa Asma binti Abu Bakar RA dengan pakaian halus menemui Rasulullah SAW dan beliau berpaling darinya, ‘Wahai Asma, ketika perempuan sudah memasuki usia haidh (baligh), tubuhnya tidak pantas terlihat kecuali ini dan itu,’ Rasul mengisyaratkan wajah dan kedua telapak tangannya. Hadits ini menjadi dalil bahwa kedua anggota badan itu bukan mahram itu bukan aurat perempuan. Laki-laki boleh melihat keduanya,” (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz 40, halaman 342).Adapun perihal memandang dengan syahwat atau tanpa syahwat, kami tidak menemukan keterangan secara lugas selain keterangan Wahbah Az-Zuhayli berikut ini:

وإن كان لا يأمن الشهوة: لا ينظر إلى وجهها إلا لحاجة ضرورية. وبه يظهر أن حل النظر مقيد بعدم الشهوة، وإلا فحرام. والواجب المنع في زماننا من نظر الشابة. ويدل لحرمة النظر: حديث صحيح: «العينان تزنيان، وزناهما النظر، واليدان تزنيان، وزناهما البطش». وحد الشهوة: تحرك الآلة


Artinya, “Tetapi jika tidak aman dari fitnah, maka seseorang tidak boleh memandang wajah perempuan kecuali ada keperluan mendesak. Dari sini tampak bahwa kebolehan memandang lawan jenis bukan mahram itu terbatas pada ketiadaan syahwat. Kalau dengan syahwat, maka penglihatan itu haram. yang harus dihindari di era kita sekarang ini adalah memandang perempuan muda. Keharaman ini didasarkan pada hadits shahih, ‘Dua mata berzina. Zina keduanya adalah memandang. Dua tangan berzina. Zina keduanya adalah memegang.’ Batasan syahwat itu adalah menggerakkan alat (kelamin),” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H], juz 3, halaman 561).Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa ulama berbeda pendapat perihal melihat wajah lawan jenis yang bukan mahram di media sosial baik foto maupun video karena sebagian ulama seperti Madzhab Syafi’i menganggap wajah dan telapak tangan bagian dari aurat perempuan bukan mahram. Namun demikian, mayoritas ulama berpendapat bahwa wajah bukan bagian dari aurat.Demikian jawaban singkat ini. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

(Alhafiz Kurniawan)

Dalil Lengkap tentang Perayaan Maulid Nabi