Uraikan dan jelaskan perkembangan teknologi di indonesia pada abad ke -20 dan setelahnya

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah : Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu : Dr. Aisyah, A.R., M. Pd.

Dr. Ketang Wiyono, M. Pd.

Nama Mahasiswa : Feralia Eka Putri

NIM : 06122503052

Kelas : Jumat-Sabtu

Uraikan dan jelaskan perkembangan teknologi di indonesia pada abad ke -20 dan setelahnya
1. Ontologi dalam lapisan ilmu:

a. Bagimana letak ontologi dalam perkembangan ilmu dan pembentukan warga negara yang baik dan beretika?

Jawaban:

Letak ontologi dalam perkembangan ilmu

Ontologi: adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha menjawab “apa” menurut Aristoteles The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda (Bakhtiar, 2005).

Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi terutama berkaitan dengan sifat interaksi sosial. Menurut Stephen Litle John, ontologi adalah mengerjakan terjadinya pengetahuan dari sebuah gagasan kita tentang realitas. Ontologi dalam filsafat ilmu adalah studi pengkajian mengenai sifat dasar ilmu yang arti sifat dasar itu membentuk arti, struktur, dan prinsip ilmu.

Van Peursen menggambarkan bahwa ilmu itu memiliki struktur seperti bangunan yang tersusun atas batu bata dan ontologi menempati posisi yang paling dasar. Dengan kata lain ontologi menempati posisi landasan terdasar dari pondasi ilmu dimana di situlah terletak ” Undang-Undang Dasarnya” dunia ilmu. Fenomena ilmu dapat dianalogikan sebagai sebuah fenomena gunung es di tengah lautan, dimana yang nampak oleh mata kita adalah kerucutnya saja yang tidak begitu besar, namun jika kita selami lebih mendasar akan tampak fenomena lain yang luar biasa dimana ternyata kerucut yang tampak tersebut merupakan puncak dari sebuah gunung yang dasarnya jauh berasal dari dalam lautan.Ternyata sains atau ilmu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Sebagai pengguna kita hanya memandang bahwa ilmu hanya berkutat pada pembahasan berbagai teori, riset, eksperimen, atau rekayasa berbagai macam teknologi. Ilmu ternyata merupakan sebuah dunia yang memiliki karakter dasar, prinsip, dan struktur yang kesemuanya itu menentukan arah dan tujuan dari pemanfaatan ilmu.

Letak ontologi dalam pembentukan warga negara yang baik dan beretika

Seperti yang telah dikemukakan bahwa ontologi adalah sebuah ”undang-undang dasarnya” ilmu. Hal ini dapat kita maknai bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus sesuai dengan undang-undang dasar tersebut karena undang-undang itulah yang memberikan arah dan acuan dalam setiap tindakan selanjutnya.Ontologi merupakan cikal bakal pembentukan sebuah peradaban.Artinya baik buruknya suatu peradaban ditentukan oleh ontologi tersebut. Manusia yang menjadi bagian peradaban tersebut terus memikirkan ke arah mana suatu negara akan dibawa.

Dalam penafsiran yang lebih luas dari ontologi, dapat ditekankan lebih lanjut bahwa mesin realitas yang obyektif itu selalu mengontrol segala kejadian melampaui ilmu-ilmu pengetahuan fisika. Kemudian dalam masalah etika, beberapa penganut filsafat realisme yang berketuhanan berpegang pada hukum-hukum moral di dalam alam, kita akan melihat bagaimana seringnya kata alam dan alamiah masuk ke dalam pembicaraan dan diskusi ahli-ahli filsafat dan penganut realisme. Jadi, dengan adanya ontologi akan adanya sebuah dunia yang penuh dengan benda-benda yang senantiasa bergerak, seperti mekanisme yang dikaruniai pola, keterangan dan gerakan harmonis. Bergerak, seperti mekanisme yang dikaruniai pola, keterangan dan gerakan harmonis itulah tercermin dalam sebuah ”undang-undang” yang mengatur segala aktivitas agar tidak terjadi benturan antar komponen-komponen. Sebagai contoh, untuk membentuk warga negara yang baik dan bermoral, di negara kita pernah tercatat dalam sejarah mengenai sejarah pembentukan Pancasila yang dilakukan oleh negarawan-negarawan kita.Semua pendapat yang diajukan berangkat dari pemikiran dasar (ontologi). Pemikiran dasar inilah yang hakikatnya akan membawa manusia bermoral dan baik. Meskipun dalam praktiknya tidak sesuai dengan yang diharapkan (baik dan bermoral). Hal ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang ontologi. Dapat dikatakan bahwa ontologi mengajak kita untuk berpikir mendalam mengenai hakikat sesuatu itu.

b. Kedudukan epistimologi dalam filsafat ilmu? Dan bagaimana hubungan moral, seni, serta berikan contoh?

Jawab:

Ilmu dan moral serta seni merupakan sesuatu yang sulit untuk di pisahkan dimana ke tiga komponen ini saling mempengaruhi satu sama lain. Setiap manusia memiliki penalaran yang luar biasa, maka sering orang berkata bahwa makin cerdas atau pandai kita menemukan kebenaran makin benar maka makin baik pula perbuatan kita. Atau sebaliknya semakin tinggi tingkat penalaran, makin berbudi sesorang tersebut sebab moral mereka dilandasi analisis yang hakiki atau sebaliknya semakin cerdas seseorang maka makin pandai pula kita berdusta dan begitu juga dengan kemajuan teknologi membuat semakin giat orang untuk bersaing. Demikian kemajuan teknologi membuat atau menuntut seseorang menghasilkan sesuatu,

contoh:

seseorang ahli kimia merakit sebuah bom, kemampuan merakit tersebut merupakan suatu ilmu yang dimiliki oleh orang tersebut, kemudian apa manfaat dan kegunaan dari apa yang dibuatnya (bom) di sinilah peranan moral orang tersebut. Seperti yang dialami oleh Leo Szilard, seorang ilmuwan yang menemukan Bom Atom. Walaupun dia yang menemukan bom atom tapi dia tidak setuju kalau penemuannya digunakan untuk memusnahkan kehidupan manusia. Ia pun sempat berkirim surat kepada Presiden Amerika Serikat saat itu F.D. Roosevelt untuk tidak menggunakan rumus bom atomnya dalam Perang Dunia 2.

2. Ilmu berkembang dengan teori dan cara berpikir sebagai sarananya

a. Bagaimana konsep kebenaran menurut Rasionalisme, Empirisme, teori koherensi, dan teori korespondensi? berikan contoh dalam kehidupan sehari hari sehingga jawaban saudara jelas.

Jawaban:

Konsep kebenaran menurut rasionalisme, empirisme, teori koherensi, dan teori korespondensi :

Kebenaran menurut rasionalisme, Descartes berpendapat bahwa apa yang jelas dan terpilah-pilah harus dipandang sebagai suatu kebenaran , contoh ”seorang siswa terlambat datang kesekolah dengan alasan ke hujanan di jalan dan saat itu memang keadaan alam tidak bersahabat”, maka secara rasional dan akal sehat alasan siswa tadi dapat di terima.

Di sisi lain Descartes menemui hakikat sesuatu akan tetapi agar hakikat segala sesuatu dapat ditentukan, dipergunakan, pengertian-pengertian tertentu seperti substansi, atribut, sifat dan modus.

Kebenaran menurut emperisme, pada dasarnya para tokoh empirisme ini menitik beratkan pada pengalaman. Menurut Bacon tugas yang sebenarnya dari pengetahuan adalah mengusahakan penemuan-penemuan yang dapat meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Dimana penemuan-penemuan itu di dasarkan atau diperlukan wawasan seseorang di mulai dari bekerja menurut suatu metode yang benar, orang bersikap pasif terhadap bahan-bahan yang di sajikan alam dimana kita menghindari prasangka-prasangka terlebih dahulu. Contoh ”seorang murid telaten dalam menyulam karena memang didasari oleh faktor keluarganya yang sehari-hari bekerja sebagai penyulam”, sedangkan korespondensi merupakan suatu teori yang menitik beratkan tentang cara merespon atau memberikan jawaban yang diminta pada orang lain. Contoh ”seorang guru mengemukakan suatu pendapat tentang rencana bertamasya namun guru tersebut meminta respon atau tanggapan dari siswanya”.

a) Bagaimana perkembangan ilmu mulai adanya zaman batu sampai saat ini. Jelaskan dengan contoh!

Jawab:

Secara garis besar, Amsal Bakhtiar membagi periodisasi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menjadi empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam, pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer. Periodeisasi ini mengandung tiga kemungkinan. Pertama, menafikan adanya pengetahuan yang tersistem sebelum zaman Yunani kuno. Kedua, tidak adanya data historis tentang adanya ilmu sebelum zaman Yunani kuno yang sampai pada kita. Ketiga, Bakhtiar sengaja tidak mengungkapnya dalam bukunya. Jika kemungkinan pertama yang terjadi, maka informasi dari teks-teks agama tentang nama-nama yang Adam ketahui, misalnya, tidak termasuk ilmu tetapi hanya pengetahuan belaka. Jika kemungkinan kedua yang benar, maka bukan berarti pengetahuan yang tersistem hanya ditemukan dan dimulai pada zaman Yunani kuno, tetapi ia sudah ada sebelumnya hanya saja informasinya tidak sampai pada kita. Jika kemungkinan ketiga yang berlaku, maka penulis perlu mengungkapnya meski hanya sekilas karena keterbatasan referensi yang ada pada penulis.

Menurut George J. Mouly, permulaan ilmu dapat disusur sampai pada permulaan manusia. Tak diragukan lagi bahwa manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yang bersifat empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan dunia. Masa manusia purba dikenal juga dengan masa pra-sejarah. Menurut Soetriono dan Rita Hanafie, masa sejarah dimulai kurang lebih 15.000 sampai 600 tahun Sebelum Masehi. Pada masa ini pengetahuan manusia berkembang lebih maju. Mereka telah mengenal membaca, menulis, dan berhitung. Kebudayaan mereka pun mulai berkembang di berbagai tempat tertentu, yaitu Mesir di Afrika, Sumeria, Babilonia, Niniveh, dan Tiongkok di Asia, Maya dan Inca di Amerika Tengah. Mereka sudah bisa menghitung dan mengenal angka. Meski agak berbeda dengan pendapat tersebut, Muhammad Husain Haekal (1888-1956) berpendapat lebih spesifik bahwa sumber peradaban sejak lebih dari enam ribu tahun yang lalu (berarti sekitar 4000 SM) adalah Mesir. Zaman sebelum itu dimasukkan orang ke dalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu, sukar sekali akan sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah.

Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai permulaan zaman pra-sejarah dan zaman sejarah, dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu lahir seiring dengan adanya manusia di muka bumi hanya saja penamaan ilmu-ilmu itu biasanya muncul belakangan. Penekanan terhadap kegunaan dan aplikasi cenderung lebih diutamakan daripada penamaannya. Teori ini berlaku secara umum terhadap beberapa – untuk tidak dikatakan semua– disiplin ilmu dari generasi ke generasi. Berbekal otak, pengalaman, dan pengamatan terhadap gejala-gejala alam, manusia purba sudah barang tentu memiliki seperangkat pengetahuan yang dapat membantu mereka mengarungi kehidupan. Seperangkat pengetahuan tersebut semakin lama akan semakin tersusun rapi karena inilah karakteristik dasar ilmu. Jika kita menafikan adanya ilmu tertentu yang mereka miliki, maka kita akan sulit menjawab pertanyaan: mungkinkah mereka bisa bertahan hidup bertahun-tahun tanpa bekal apapun?

Selanjutnya Mouly menyebutkan bukti-bukti secara berurutan terhadap pernyataannya sebagai berikut: Usaha mula-mula di bidang keilmuan yang tercatat dalam lembaran sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana banjir sungai Nil yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem almanak, geometri, dan kegiatan survei. Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh bangsa Babilonia dan Hindu yang memberikan sumbangan-sumbangan yang berharga meskipun tidak seinsentif kegiatan bangsa Mesir. Setelah itu muncul bangsa Yunani yang menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu di mana mereka bukan saja menyumbang perkembangan ilmu dengan astronomi, kedokteran, dan sistem klasifikasi Aristoteles, namun juga silogisme yang menjadi dasar bagi penjabaran secara deduktif pengalaman-pengalaman manusia.

Peradaban Mesir kuno, misalnya, mewariskan peninggalan-peninggalan bermutu tinggi seperti piramida, kuil, dan sistem penatanan kota. Peninggalan-peninggalan ini tidak mungkin ada tanpa adanya ilmu yang mereka miliki. Proses pembangunan piramida yang menjulang tinggi dan tersusun dari batu-batu besar pilihan tak bisa lepas dari matematika dan arsitektur. Begitu pula dengan proses pembangunan kuil megah mereka. Sementara itu, sistem penataan kota membutuhkan arsitektur dan administrasi pemerintahan. Dengan kata lain, peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut menunjukkan adanya ilmu-ilmu tertentu yang mereka miliki sehingga mereka bisa mewujudkan impian mereka menjadi kenyataan. Menurut Haekal, Mesir adalah pusat yang paling menonjol membawa peradaban pertama ke Yunani atau Rumawi.

Sementara itu, menurut Betrand Russell, pada masa Babilonia lahir beberapa hal yang tergolong ilmu pengetahuan: pembagian hari menjadi dua puluh empat jam, lingkaran menjadi 360 derajat, penemuan siklus gerhana yang memungkinkan terjadinya gerhana bulan bisa diramal dengan tepat dan gerhana matahari dengan beberapa perkiraan. Pengetahuan bangsa Babilonia ini sampai ke tangan Thales , filosof Yunani.

Ilmu Pengetahuan Zaman Yunani Kuno

Yunani kuno sangat identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan, maka yang terbesit di pikiran para peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah filsafat. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah ada jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Sehingga wajar saja bila generasi-generasi setelahnya merasa berhutang budi padanya, termasuk juga umat Islam pada abad pertengahan masehi bahkan hingga sekarang. Tanpa mengkaji dan mengembangkan warisan filsafat Yunani rasanya sulit bagi umat Islam kala itu merengkuh zaman keemasannya. Begitu juga orang Barat tanpa mengkaji pengembangan filsafat Yunani yang dikembangkan oleh umat Islam rasanya sulit bagi mereka membangun kembali peradaban mereka yang pernah mengalami masa-masa kegelapan menjadi sangat maju dan mengungguli peradaban-peradaban besar lainnya seperti sekarang ini.

Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat yang akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.

Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal-usul alam adalah Thales (624-546 SM), setelah itu Anaximandros (610-540 SM), Heraklitos (540-480 SM), Parmenides (515-440 SM), dan Phytagoras (580-500). Thales, yang dijuluki bapak filsafat, berpendapat bahwa asal alam adalah air. Menurut Anaximandros substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya yang dinamakan apeiron, bukan air atau tanah. Heraklitos melihat alam semesta selalu dalam keadaan berubah. Baginya yang mendasar dalam alam semesta adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya yaitu api. Bertolak belakang dengan Heraklitos, Parmenides berpendapat bahwa realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Phytagoras berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Jasa Phytagoras sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti dan ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat bergantung pada pendekatan matematika. Jadi setiap filosof mempunyai pandangan berbeda mengenai seluk beluk alam semesta. Perbedaan pandangan bukan selalu berarti negatif, tetapi justeru merupakan kekayaan khazanah keilmuan. Terbukti sebagian pandangan mereka mengilhami generasi setelahnya.

Setelah mereka kemudian muncul beberapa filosof Sofis sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan mereka terhadap jawaban dari para filosof alam dan mengalihkan penelitian mereka dari alam ke manusia. Bagi mereka, manusia adalah ukuran kebenaran sebagaimana diungkapkan oleh Protagoras (481-411 SM), tokoh utama mereka. Pandangan ini merupakan cikal bakal humanisme. Menurutnya, kebenaran bersifat subyektif dan relatif. Akibatnya, tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan dia tidak menganggap teori matematika mempunyai kebenaran absolut. Selain Protagoras ada Gorgias (483-375 SM). Menurutnya, penginderaan tidak dapat dipercaya. Ia adalah sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang alam semesta karena akal kita telah diperdaya oleh dilema subyektifitas. Pengaruh positif gerakan kaum sofis cukup terasa karena mereka membangkitkan semangat berfilsafat. Mereka tidak memberikan jawaban final tentang etika, agama, dan metafisika.

Pandangan para filosof Sofis tersebut disanggah oleh para filosof setelahnya seperti Socrates (470-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM). Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia. Socrates membuktikan adanya kebenaran obyektif itu dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Menurutnya, kebenaran universal dapat ditemukan. Bagi Plato, esensi mempunyai realitas yang ada di alam idea. Kebenaran umum ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea. Filsafat Yunani klasik mengalami puncaknya di tangan Aristoteles. Dia adalah filosof yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis (logika, metafisika, dan fisika) dan praktis (etika, ekonomi, dan politik). Pembagian ilmu inilah yang menjadi pedoman bagi klasifikasi ilmu di kemudian hari. Dia dianggap sebagai bapak ilmu karena mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis. Karena demikian meresapnya serta lamanya pengaruh ajaran-ajaran Plato dan Aristoteles, A.N. Whitehead memberikan catatan bahwa segenap filsafat sesudah masa hidup keduanya sesungguhnya merupakan usulan-usulan belaka terhadap ajaran-ajaran mereka. Pendapat Whitehead tidak seluruhnya benar karena umat Islam, misalnya, selain mengembangkan filsafat mereka, mereka juga melakukan inovasi di beberapa persoalan filsafat Yunani sehingga memiliki karakteristik islami.

Ilmu Pengetahuan Zaman Islam Klasik

Ilmu-ilmu keislaman seperti tafsir, hadis, fiqih, usul fiqih, dan teologi sudah berkembang sejak masa-masa awal Islam hingga sekarang. Khusus dalam bidang teologi, Muktazilah dianggap sebagai pembawa pemikiran-pemikiran rasional. Menurut Harun Nasution, pemikiran rasional berkembang pada zaman Islam klasik (650-1250 M). Pemikiran ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).

W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan kemudian –pada sekitar tahun 900 M– ke Baghdad. Kolese Kristen Nestorian di Jundisyapur, pusat belajar yang paling penting, melahirkan dokter-dokter istana Hārūn al-Rashīd dan penggantinya sepanjang sekitar seratus tahun. Akibat kontak semacam ini, para khalifah dan para pemimpin kaum Muslim lainnya menyadari apa yang harus dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani. Mereka mengagendakan agar menerjemahkan sejumlah buku penting dapat diterjemahkan. Beberapa terjemahan sudah mulai dikerjakan pada abad kedelapan. Penerjemahan secara serius baru dimulai pada masa pemerintahan al-Ma’mūn (813-833 M). Dia mendirikan Bayt al-Ḥikmah, sebuah lembaga khusus penerjemahan. Sejak saat itu dan seterusnya, terdapat banjir penerjemahan besar-besaran. Penerjemahan terus berlangsung sepanjang abad kesembilan dan sebagian besar abad kesepuluh.

Buku-buku matematika dan astronomi adalah buku-buku yang pertama kali diterjemahkan. Al-Khawārizmī (Algorismus atau Alghoarismus) merupakan tokoh penting dalam bidang matematika dan astronomi. Istilah teknis algorisme diambil dari namanya. Dia memberi landasan untuk aljabar. Istilah “algebra” diambil dari judul karyanya. Karya-karyanya adalah rintisan pertama dalam bidang aritmatika yang menggunakan cara penulisan desimal seperti yang ada dewasa ini, yakni angka-angka Arab. Al-Khawārizmī dan para penerusnya menghasilkan metode-metode untuk menjalankan operasi-operasi matematika yang secara aritmatis mengandung berbagai kerumitan, misalnya mendapatkan akar kuadrat dari satu angka. Di antara ahli matematika yang karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin adalah al-Nayrīzī atau Anaritius (w. 922 M) dan Ibn al-Haytham atau Alhazen (w. 1039 M). Ibn al-Haytham menentang teori Eucleides dan Ptolemeus yang menyatakan bahwa sinar visual memancar dari mata ke obyeknya, dan mempertahankan pandangan kebalikannya bahwa cahayalah yang memancar dari obyek ke mata. Di bidang astronomi, al-Battānī (Albategnius) menghasilkan table-tabel astronomi yang luar biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M. Ketepatan observasi-observasinya tentang gerhana telah digunakan untuk tujuan-tujuan perbandingan sampai tahun 1749 M. Selain al-Battānī, ada Jābir ibn Aflaḥ (Geber) dan al-Biṭrūjī (Alpetragius). Jābir ibn Aflaḥ dikenal karena karyanya di bidang trigonometri sperik. Di bidang astronomi dan matematika, ada juga Maslamah al-Majrīṭī (w. 1007 M), Ibn al-Samḥ, dan Ibn al-Ṣaffār. Ibn Abī al-Rijāl (Abenragel) di bidang astrologi.

Dalam bidang kedokteran ada Abū Bakar Muḥammad ibn Zakariyyā al-Rāzī atau Rhazes (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M) , Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), Ibn Rushd atau Averroes (1126-1198 M), Abū al-Qāsim al-Zahrāwī (Abulcasis), dan Ibn Ẓuhr atau Avenzoar (w. 1161 M). Al-Ḥāwī karya al-Rāzī merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Untuk setiap penyakit dia menyertakan pandangan-pandangan dari para pengarang Yunani, Syiria, India, Persia, dan Arab, dan kemudian menambah catatan hasil observasi klinisnya sendiri dan menyatakan pendapat finalnya. Buku Canon of Medicine karya Ibnu Sīnā sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M dan terus mendominasi pengajaran kedokteran di Eropa setidak-setidaknya sampai akhir abad ke-16 M dan seterusnya. Tulisan Abū al-Qāsim al-Zahrāwī tentang pembedahan (operasi) dan alat-alatnya merupakan sumbangan yang berharga dalam bidang kedokteran.

Dalam bidang kimia ada Jābir ibn Ḥayyān (Geber) dan al-Bīrūnī (362-442 H/973-1050 M). Sebagian karya Jābir ibn Ḥayyān memaparkan metode-metode pengolahan berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang belakangan menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara itu, al-Bīrūnī mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang mencapai ketepatan tinggi.

Dalam bidang botani, zoologi, mineralogi, karya orang Arab mencakup gambaran dan daftar berbagai macam tanaman, binatang, dan batuan. Beberapa di antaranya memiliki kegunaan praktis, yakni ketika karya tersebut dihubungkan dengan bidang farmakologi dan perawatan medis.

Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat Islam juga menekuni logika dan filsafat. Sebut saja al-Kindī, al-Fārābī (w. 950 M), Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), al-Ghazālī (w. 1111 M), Ibn Bājah atau Avempace (w. 1138 M), Ibn Ṭufayl atau Abubacer (w. 1185 M), dan Ibn Rushd atau Averroes (w. 1198 M). Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindī berjasa membuat filsafat dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi filsafat dalam Islam dari sumber-sumber yang jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh al-Fārābī. Al-Kindī sangat ingin memperkenalkan filsafat dan sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab, seperti yang sering dia tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks yang menolak pengetahuan asing. Menurut Betrand Russell, Ibn Rushd lebih terkenal dalam filsafat Kristen daripada filsafat Islam. Dalam filsafat Islam dia sudah berakhir, dalam filsafat Kristen dia baru lahir. Pengaruhnya di Eropa sangat besar, bukan hanya terhadap para skolastik, tetapi juga pada sebagian besar pemikir-pemikir bebas non-profesional, yang menentang keabadian dan disebut Averroists. Di Kalangan filosof profesional, para pengagumnya pertama-tama adalah dari kalangan Franciscan dan di Universitas Paris. Rasionalisme Ibn Rushd inilah yang mengilhami orang Barat pada abad pertengahan dan mulai membangun kembali peradaban mereka yang sudah terpuruk berabad-abad lamanya yang terwujud dengan lahirnya zaman pencerahan atau renaisans.

Ilmu Pengetahuan Zaman Renaisans dan Modern

Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Bisa dikatakan abad pertengahan berakhir tatkala datangnya zaman renaisans. Sebagian orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans. Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat humanisme.

Tokoh penemu di bidang sains pada masa renaisans (abad 15-16 M): Nicolaus Copernicus (1473-1543 M), Johanes Kepler (1571-1630 M), Galileo Galilei (1564-1643 M), dan Francis Bacon (1561-1626 M). Copernicus menemukan teori heliosentrisme, yaitu matahari adalah pusat jagad raya, bukan bumi sebagaimana teori geosentrisme yang dikemukakan oleh Ptolomeus (127-151). Menurutnya, bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerak tahunan mengelilingi matahari. Teori ini melahirkan revolusi pemikiran tentang alam semesta, terutama astronomi. Kepler adalah ahli astronomi Jerman yang terpengaruh ajaran Copernicus. Dialah yang menemukan bahwa orbit planet berbentuk elips; bahwa planet bergerak cepat bila berada di dekat matahari dan lambat bila jauh darinya. Galileo adalah ahli astronomi Italia yang melakukan pengamatan teleskopik dan mengukuhkan gagasan Copernicus bahwa tata surya berpusat pada matahari. Inkuisi takut akan penemuannya dan memaksanya meninggalkan studi astronominya. Dia juga berjasa dalam menetapkan hukum lintasan peluru, gerak, dan percepatan. Dialah penemu planet Jupiter yang dikelilingi oleh empat buah bulan.

Selanjutnya tokoh penemu di bidang sains pada zaman modern (abad 17-19 M): Sir Isaac Newton (1643-1727 M), Leibniz (1646-1716 M), Joseph Black (1728-1799 M), Joseph Prestley (1733-1804 M), Antonie Laurent Lavoiser (1743-1794 M), dan J.J. Thompson. Newton adalah penemu teori gravitasi, perhitungan calculus, dan optika yang mendasari ilmu alam. Pada masa Newton, ilmu yang berkembang adalah matematika, fisika, dan astronomi. Pada periode selanjutnya ilmu kimia menjadi kajian yang amat menarik. Black adalah pelopor dalam pemeriksaan kualitatif dan penemu gas CO2. Prestley menemukan sembilan macam hawa No dan oksigen yang antara lain dapat dihasilkan oleh tanaman. Lavoiser adalah peletak dasar ilmu kimia sebagaimana kita kenal sekarang. J.J. Thompson menemukan elektron. Dengan penemuannya ini, maka runtuhlah anggapan bahwa atom adalah bahan terkecil dan mulailah ilmu baru dalam kerangka kimia-fisika yaitu fisika nuklir. Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika, sementara pada abad ke-19 lahirlah pharmakologi, geofisika, geomophologi, palaentologi, arkeologi, dan sosiologi. Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu zaman modern memengaruhi perkembangan ilmu zaman kontemporer.

Ilmu Pengetahuan Zaman Kontemporer

Perbedaan antara zaman modern dengan zaman kontemporer yaitu zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan zaman kontemporer adalah era perkembangan terakhir yang terjadi hingga sekarang. Perkembangan ilmu di zaman ini meliputi hampir seluruh bidang ilmu dan teknologi, ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, hukum, dan politik serta ilmu-ilmu eksakta seperti fisika, kimia, dan biologi serta aplikasi-aplikasinya di bidang teknologi rekayasa genetika, informasi, dan komunikasi. Zaman kontemporer identik dengan rekonstruksi, dekonstruksi, dan inovasi-inovasi teknologi di berbagai bidang.

Sasaran rekonstruksi dan dekonstruksi biasanya teori-teori ilmu sosial, eksakta, dan filsafat yang ada sudah ada sebelumnya, sementara inovasi-inovasi teknologi semakin hari semakin cepat seperti yang kita saksikan dan nikmati sekarang ini. Teknologi merupakan buah dari perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan dari generasi ke generasi. Komputer merupakan hasil pengembangan dari perkembangan listrik (elektronika) yang pada awal penemuannya oleh Faraday belum diketahui kegunaannya. Penemuan bola lampu oleh Edison disusul oleh penemuan radio, televisi, dan komputer.[35] Dari komputer berkembang ke PC (private computer), lap top, dan terakhir simuter yaitu komputer jenis PDA (personal digital assistans).[36] Semua contoh ini merupakan bukti bahwa penemuan teknologi sebagai buah perkembangan ilmu masih berkaitan dengan penemuan-penemuan sebelumnya yang kemudian dikembangkan dengan ukuran fisik yang semakin kecil, tetapi memiliki beragam keunggulan yang lebih besar.

Salah satu hasil teknologi yang menakjubkan dan kontroversial adalah teknologi rekayasa genetika yang berupa teknologi kloning. Dr. Gurdon dari Universitas Cambridge adalah orang pertama yang melakukan teknologi ini pada tahun 1961. Gurdon berhasil memanipulasi telur-telur katak sehingga tumbuh menjadi kecebong kloning. Pada tahun 1993, Dr. Jerry Hall berhasil mengkloning embrio manusia dengan teknik pembelahan. Pada tahun 1997, Dr. Ian Wilmut berhasil melakukan kloning mamalia pertama dengan kelahiran domba yang diberi nama Dolly. Pada tahun yang sama lahir lembu kloning pertama yang diberi mana Gene. Pada tahun 1998, para peneliti di Universitas Hawai yang dipimpin oleh Dr. Teruhiko Wakayama berhasil melakukan kloning terhadap tikus hingga lebih dari lima generasi. Pada tahun 2000, Prof. Gerald Schatten berhasil membuat kera kloning yang diberi nama Tetra. Setelah berbagai keberhasilan teknik kloning yang pernah dilakukan, para ahli malah lebih berencana menerapkan teknik kloning pada manusia. Menurut Jujun Suriasumantri, ilmu pengetahuan dewasa ini telah berkembang menjadi sekitar 650 cabang. Di samping sudah ada pemberdayaan antara ilmu-ilmu alam atau natural science dengan ilmu-ilmu sosial, dikenal pula dengan pembedaan ilmu dan ilmu terapan. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, menurut Chalmers, diperkirakan sejak 400 tahun yang lalu, yaitu sejak Copernicus, Galileo, Kepler, dan yang lebih jelas lagi sejak Francis Bacon pada abad ke-15 dan 16 sebagai ahli filsafat ilmu yang mengemukakan perlunya suatu metode dalam mempelajari pengalaman. Bacon menekankan bahwa eksperimen dan observasi yang intensif merupakan landasan perkembangan ilmu.

Fakta-fakta di atas menunukkan bahwa perkembangan ilmu tidak bisa dilepaskan dari rasa keingintahuan yang besar diiringi dengan usaha-usaha yang sungguh-sungguh melalui penalaran, percobaan, penyempurnaan, dan berani mengambil resiko tinggi sehingga menghasilkan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi suatu generasi dan menjadi acuan pertimbangan bagi generasi selanjutnya untuk mengoreksi, menyempurnakan, mengembangkan, dan menemukan penemuan selanjutnya. Faktor-faktor inilah yang kemudian menjadi pemacu bagi pesatnya perkembangan ilmu yang melatarbelakangi semakin cepatnya penemuan dalam bidang teknologi yang kadang membuat sebagian orang terlena karenanya sehingga tidak sadar bahwa sebagian ilmu yang disalahgunakan bisa menjadi ancaman serius bagi kehidupan mereka.

Poin penting yang perlu dicatat di sini adalah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan harus diimbangi dengan pengembangan moral-spiritual manusianya, karena sebagaimana kita tahu, perkembangan ilmu pengetahuan selain berdampak positif, ia juga berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Dampak positifnya adalah semakin mempermudah kehidupan manusia, sementara dampak negatifnya adalah semakin mengancam kehidupan mereka. Oleh karena itu, agar tatanan kehidupan manusia di dunia ini tetap lestari, maka perkembangan ilmu mesti diiringi dengan pengembangan moral-spiritual manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu tanpa pengembangan moral-spiritual bisa menjadi ancaman bagi kehidupan manusia seperti yang bisa kita rasakan akhir-akhir ini yang berupa penyalahgunaan teknologi nuklir. Demikian pula pengembangan moral-spiritual tanpa diiringi perkembangan ilmu bisa menjadikan sebagian manusia kurang kreatif seperti yang terjadi pada orang Kristen pada zaman kegelapan Eropa. Dengan kata lain, antara otak dan hati harus mendapatkan porsi perhatian yang seimbang. Sejarah sudah membuktikannya. Sejarah merupakan disiplin ilmu yang memiliki validitas kebenaran yang tinggi sehingga layak dijadikan bahan untuk mengambil pelajaran

3. A. Apa yang terkandung di dalam epistemologi, aksiologi dan ontologi?

Jawaban:

 ONTOLOGI

Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno.Awal pikiran yunani telah menunjukan munculnya perenungan di bidang ontologi.Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikatdari segala yang ada ini?Pertama kali orang dihadapi pada adanya berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang perupa rohani (kejiwaan).

Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada.Hakikat adalah realitas; realitas adalah ke-real-an, artinya kenyataan yang sebenarnya. Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab ” apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-benda Untuk lebih jelasnya penulisan mengemukakan pengertian dan aliran pemikiran dalam ontologi ini.

Dari beberapa pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani Yaitu, On/ontos = ada, dan logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.

2. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan Ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkrit maupun rohani/absterak.

 EPISTEMOLOGI

Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengendalaian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian mengenai pengetahuan yang dimiliki mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalanya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya. Mereka mengandaiakan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai kodrat itu mungki, meskipun beberapa di antara mereka menyarabkan bahwa pengetahuan mengenai struktur kenyataan dapat lebih dimunculkan dari sumber-sumber tertentu ketimbang sumber-sumber lainya. Pengertian yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain mempunyai metode tersebdiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:

A. Metode Induktif

Induktif yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.

B. Metode Deduktif

Deduktif ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.

C. Metode Positivisme

Metode ini dikeluarkan oleh Agus Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui.

 AKSIOLOGI

Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transfortasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai.

Pekembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan berbagai bentuk kemudahan bagi manusia, bahwa ilmu pengetahuan dan tekniloginya merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia, terbebas dari tutuk yang membawa malapetaka dan kesengsaraan? Memang dengan jalan mempelajari teknologi seperti pembuatan bom atom, manusi bisa memanfaatkan wujudnya sebagai sumber energi

Di bidang etika, tanggugung jawab seorang ilmuan, bukan bukan lagi memberi informasi namun harus memberi contoh. Dia harus bersifat objektif, terbuka, menerima, keritik menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar dan kalau berani mengakuai kesalahan.

Berdasarkan sejarah tradisi Islam ilmu tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, tapai ia harus bergerak pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya. Ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu pengetahuan bukan ” melulu” untuk mendesak kemanusiaan, tetapi kemanusiaanlah yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk pepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada sang Pencipta. Menurut mereka ilmu pengetahuan hanyalah sebagi objek kajian untuk mengembangkan ilmu pengetahaun sendiri. Tujuan ilmu pengetahuan merupakan upaya peneliti atau ilmuwan menjadiakan ilmu pengetahuan sebagi alat untuk menambahahkan kesenangan manusia dalam kehidupan yang sangat terbatas di muka bumi ini, pengetahuan itulah yang nantinya akan melahirkan teknologi. Teknologi jelas sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mengatasi berbagi masalah, dan lain sebaginya.

B. Ada tiga fungsi ilmu, yaitu fungsi eksplanatif, prediktif, dan kontrol. Jelaskan tiga fungsi itu dengan contoh dalam bidang pendidikan?

Jawaban:

Tiga fungsi ilmu, yaitu fungsi eksplanatif, prediktif, dan kontrol, yaitu:

1. Fungsi eksplanatif yang dilakukan oleh seseorang untuk mengekspos kemampuan guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat pada bidang pendidikan.

Contoh:

”seorang siswa dapat menciptakan atau memuat rangkaian listrik sederhana dengan memanfaatkan media/barang yang ada”.

2. Fungsi prediktif merupakan cara seseorang menggunakan pola pikirnya untuk memprediksikan sebab dan akibat sesuatu yang di ciptakannya.

Contoh:

”Dari rangkaian listrik sederhana tadi siswa dapat memperkirakan tentang rangkaian yang dibuatnya”.

3. Fungsi kontrol pada pendidikan adalah mengawasi atau memantau tentang apa yang sudah dilakukan oleh seseorang.

Contoh:

”aktifitas siswa yang membuat rangka”.

silakan mencopy dengan mencantumkan link blog ini 😳