Tuliskan tiga tindakan yang dapat memecah persatuan dan kesatuan


Jakarta - Hoax telah menjadi 'senjata' bagi kaum radikalisme untuk merusak mental dan moral bangsa melalui berita-berita bohong. Tidak hanya itu, hoax bahkan bisa membuat perpecahan antaranak bangsa yang bisa mengganggu persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Hoax sudah menyebar dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Bahkan banyak keluarga tak harmonis, perkawanan putus, dan terjadi kerusuhan di berbagai daerah akibat 'termakan' berita hoax. Karena itu kami mengimbau marilah kita sama-sama menggunakan media sosial (medsos) untuk hal-hal yang sifatnya sinergis dan edukatif, jangan saling memecah belah," ujar Ketua Masyarakat Indonesia Antihoax (MIAH) Septiaji Eko Nugroho di Jakarta, Rabu (25/1).

Seperti diketahui, saat ini bangsa Indonesia tengah menghadapi berbagai macam ancaman. Tidak hanya ancaman terorisme, bangsa Indonesia juga diuji keteguhan sebagai bangsa dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Utamanya seiring dengan pelaksanaan Pilkada serentak yang banyak menimbulkan percikan perbedaan dan perpecahan di tengah masyarakat. Kondisi itulah yang dimanfaatkan, pihak-pihak yang ingin merusak kedamaian Indonesia, dengan membuat berita hoax, baik di media massa, maupun medsos. Ironisnya, masyarakat Indonesia masih rentan dalam menghadapi serangan hoax ini.

Septiaji menjelaskan, meski masih seumur jagung, MIAH sudah melakukan gerakan nasional antihoax ke seluruh Indonesia. Langkah pertama, MIAH lebih bermain di hulu dari masyarakat ke masyarakat. Gerakan ini lebih banyak gerakan moral untuk menyadarkan masyarakat tentang bagaimana menyikapi keberadaan media dan medsos untuk digunakan secara positif. Kedua mengajarkan dan mengajak masyarakat untuk memahami bahaya penyebaran hoax dari sisi hukum, agama, kesusilaan, dan kesopanan.

Kegiatan di hulu ini lebih banyak melakukan edukasi, literasi, sosialisasi, dan silaturahmi dengan berbagai lembaga pendidikan, ormas, tokoh lintas agama, profesi, budaya, pendidikan. MIAH juga mensinergikan kekuatan relawan dari berbagai daerah untuk bersama menjadi pendorong sebagai duta anti hoax.

Dari sisi hilir, lanjut Septiaji, pemerintah sebenarnya sudah menyuarakan antisipasi hoax ini. MIAH sendiri telah beraudiensi dengan Polri dan diterima langsung Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Diharapkan ke depan, ada sinergi antara Polri dan MIAH untuk mensosialisasikan penyebaran ditinjau dari sisi hukum karena di Indonesia sudah ada KUHP tentang fitnah dan hasut, serta UU ITE Pasal 28 tentang penyebar berita bohong yang menyesatkan. MIAH juga telah bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara. Ke depan MIAH dan Kemenkominfo akan bersinergi untuk memberi masukan ke kementerian tentang kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki.

Menurutnya, hoax ini menyebar karena banyaknya akun anonim. "Kami ingin dari pemerintah dalam hal ini Kominfo minimal bisa meminta dan memberikan ketegasan operator agar tidak menjual kartu perdana tanpa identitas yang jelas. Saat ini sudah ada mekanisme tapi kenyataanya masih ada yang bisa mendapatkan kartu perdana tanpa memberikan identitas. Ini masalah awal yang harus ditangani pemerintah," terang Septiaji.

Kedua, lanjut Septiaji, pemerintah harus berani menekan penyedia media sosial seperti facebook, google, twitter, instagram, untuk serius menangani konten yang menyesatkan. Seperti di Jerman, sudah ada rancangan undang-undang untuk mendenda berita hoax di media sosial dengan ancaman denda Rp 7 miliar.

MIAH juga telah beraudiensi dengan Wantimpres. "Kami berharap bisa sinergi dengan Kemdikbud dan Kemag untuk memasukkan konten-konten bagaimana bermedsos secara positif dan menghindari hoax melalui kurikulum pendidikan. Kedua kementerian itu kami rangkul karena memiliki jaringan ke sekolah dan madrasah, dan mungkin jaringan ke pendakwah besar. Kami juga mencoba kolaborasi dengan komunitas NU, Muhammadiyah, dan hobi untuk sama-sama menyuarakan isu ini," terang Septiaji.

Sejauh ini, MIAH di berbagai daerah telah melakukan deklarasi antihoax. Di awali Solo, 11 Desember, kemudian deklarasi digelar serentak di Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Solo, Wonosobo, 8 Januari, diikuti Yogyakarta, Batam, 22 Januari, juga Tuban, Bogor, Purwakarta.

"Gerakan kami lebih banyak literasi, membaca, dan menulis di medsos supaya masyarakat tidak main share, tanpa tahu berita itu benar atau tidak, tapi bisa memilah mana berita benar, mana yang tidak. Kalau bisa masyarakat bisa mengambil informasi dari berita itu untuk membuat tulisan lagi yang menginspirasi," pungkas Septiaji.

sumber : http://www.beritasatu.com/nasional/410985-miah-jangan-gunakan-medsos-untuk-memecah-belah.html

Tuliskan tiga tindakan yang dapat memecah persatuan dan kesatuan

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Widodo Muktiyo mengatakan, jelang pemilih Selengkapnya

Tuliskan tiga tindakan yang dapat memecah persatuan dan kesatuan

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI menggandeng perusahaan teknologi IBM untuk meningkatkan keterampilan, keahlian angkat Selengkapnya

Tuliskan tiga tindakan yang dapat memecah persatuan dan kesatuan

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyiapkan desk khusus untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Ini sebagai p Selengkapnya

Tuliskan tiga tindakan yang dapat memecah persatuan dan kesatuan

Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mendorong nelayan untuk menggunakan perangkat radio komunikasi maritim yang aman dan legal. Selengkapnya

Peribahasa “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh,” bukan sekedar slogan kosong. Melainkan sebuah pengingat agar bangsa Indonesia selalu sadar dan melaksanakan sikap-sikap positif untuk mempertahankan persatuan.

Jakarta (21/06/2021) Indonesia memiliki sebuah peribahasa yang menarik untuk mengingatkan persatuan dan kesatuan bangsa, yaitu “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Jika ditelusuri sejarahnya, ternyata peribahasa ini bukan monopoli Indonesia, melainkan bersifat global. Artinya, hampir semua negara di dunia memiliki peribahasa yang mirip. Namun yang paling mirip adalah peribahasa dari Amerika Serikat yang berbunyi, “United we stand, devided we fall.” Menurut sejarahnya, peribahasa Amerika ini dikutip dari salah satu lirik lagu yang berjudul Liberty Song yang diciptakan oleh John Dickinson pada tahun 1768. Salah satu bait dari lagu tersebut berbunyi, “Then join hand in hand, brave Americans all! By uniting we stand, by dividing we fall.”

Tidak dapat dipastikan mana yang terlebih dulu diciptakan. Namun yang pasti hampir setiap negara memiliki peribahasa mengenai persatuan. Tujuan diciptakannya peribahasa itu adalah sebagai slogan, simbol atau pengingat betapa pentingnya sebuah bangsa untuk bersatu, sebab jika tidak maka bangsa tersebut akan mengalami perpecahan. Sobat Revmen pasti sudah tahu arti dari semboyan bersatu kita teguh. Namun sebagai pengingat, berikut makna dari penggalan peribahasa itu.

Seperti dikutip Kompas.com (2020), dalam buku Kronik Revolusi Indonesia: 1945 karya Pramoedya Ananta Toer, makna bersatu kita teguh adalah menyatunya berbagai unsur dan perbedaan yang ada menjadi suatu kesatuan yang utuh dan serasi. Jika melihat definisi dari Pramoedya ini, maka titik tekan dari persatuan adalah adanya keragaman, adanya harmoni, dan adanya sikap saling menghormati.

Namun Indonesia merupakan sebuah negara yang terdiri dari begitu banyak suku bangsa, etnis, agama dan kebudayaan. Bahkan Indonesia memiliki kondisi geografis yang terpencar-pencar. Kondisi ini memiliki tantangan tersendiri. Tantangan akan menjadi semakin berat untuk dihadapi jika setiap individu tidak memiliki kesamaan visi untuk mempertahankan persatuan. Biasanya, dengan alasan HAM dan kebebasan, individu memiliki logika alternatif untuk menyangkal persatuan. Ini merupakan bahaya dan ancaman bagi keutuhan NKRI.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menemukan sikap yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, yaitu: Pertama, sikap egois atau mementingkan diri sendiri. Individu yang egois biasanya masa bodoh dengan kondisi bangsa dan negara. Satu-satunya hal penting untuk dipikirkan adalah dirinya sendiri. Sikap ini membuat sulit seseorang untuk berkolaborasi dan bergotong royong untuk menanamkan rasa persatuan antar anak bangsa. Sikap egois ini dalam konteks yang lebih besar dapat berbentuk etnosentrisme, primordialisme, chauvinism, bahkan radikalisme.

Kedua, sikap tidak peduli. Sikap ini muncul dalam banyak bentuk, seperti tidak peduli dengan kondisi ekonomi bangsa, kemiskinan atau pemerintahan yang korup. Dalam kehidupan sehari-hari, sikap ini biasanya muncul dalam bentuk malas belajar, gemar melakukan pelanggaran hukum atau tidak mengindahkan kesetiakawanan sosial. Jika setiap individu tidak peduli dengan kondisi bangsa dan negaranya, maka persatuan dapat runtuh.

Ketiga, kurangnya kesadaran terhadap dampak globalisasi. Sangat realistis jika negara-negara asing selalu memiliki kepentingan terhadap Indonesia. Itu wajar. Namun yang tidak wajar adalah jika dalam kepentingannya itu, negara-negara asing memiliki keinginan untuk menguasai Indonesia. Maka tanpa kesadaran dari setiap anggota masyarakat, gangguan asing dapat menjadi ancaman terhadap persatuan. Dalam kehidupan sehari-hari, sikap ini dapat berwujud seperti tidak suka menggunakan produk dalam negeri sendiri, terlalu gandrung dengan kebudayaan asing atau tidak mencintai kebudayaan sendiri.

Keempat, provokatif. Tidak dapat disangkal bahwa ada sebagian kecil masyarakat yang merasa tidak puas dengan kinerja pemerintah atau karena tidak bersedia menerima kondisi lingkungannya sendiri. Mereka berimajinasi tentang sebuah kondisi ideal, namun melupakan kondisi riil. Mereka kemudian senang melakukan provokasi kepada masyarakat untuk melakukan kegaduhan-kegaduhan yang dapat mengancam persatuan. Contoh sehari-harinya adalah mencemarkan nama baik, menyebarkan berita bohong atau melakukan fitnah di media sosial.

Kelima, mudah termakan isu. Tidak semua anggota masyarakat memiliki tingkat literasi dan kontrol emosi yang baik. Mereka mudah termakan oleh isu, terutama saat ini dunia memasuki era digital, di mana hoaks, berita palsu, ujaran kebencian dan fitnah begitu massif muncul di media sosial. Hoaks, yang selalu membidik emosi massa, biasanya menggunakan isu SARA untuk merobek-robek persatuan sebuah bangsa.

Banyak masyarakat yang bersukur bahwa kita hidup di Indonesia, negara yang aman, damai dan bersatu. Di beberapa negara di dunia, kondisi demikian tidak bisa didapatkan. Mereka hidup dalam ketakutan dan ancaman. Konflik dan perang selalu terjadi. Tapi di Indonesia tidak demikian. Untuk itu persatuan harus dijaga sebagai salah satu aset penting dalam mempertahankan perdamaian dan kemerdekaan.

Sobat Revmen, kita bisa menjaga persatuan selama yang kita mau. Kuncinya adalah jangan egois dan selalu peduli. Mempertahankan persatuan bisa dimulai dari hal-hal kecil yang penting, seperti saling menghormati perbedaan, tidak mudah termakan isu, tidak sombong, selalu menghormati hukum, menjunjung solidaritas dan mencintai sesama anak bangsa. Seperti filosofi sapu lidi, “sendiri kita lemah, namun bersama-sama kita akan kuat.” Bersatu kita taguh! #AyoBerubah #GerakanIndonesiaBersatu

Referensi:

Amhistory.com. (2012). Available at: https://amhistory.si.edu/1942/campaign/campaign24.html#:~:text=It%20originated%20in%20the%20fourth,struggle%20for%20better%20working%20conditions. Diakses tanggal 26 Mei 2021.

Kemdikbud.go.id. (2021). Available at: http://ditsmp.kemdikbud.go.id/indahnya-keberagaman-dan-pentingnya-toleransi-di-indonesia/. Diakses tanggal 26 Mei 2021.

Kompas.com. (2020). Available at: https://www.kompas.com/skola/read/2020/09/11/162139269/makna-bersatu-kita-teguh. Diakses tanggal 26 Mei 2021.

Penulis: Robby Milana

Editor: Wahyu Sujatmoko

Tuliskan tiga tindakan yang dapat memecah persatuan dan kesatuan

Diunggah oleh:

Administrator
Sekertariat Revolusi Mental

Satker Revolusi Mental

  • Tuliskan tiga tindakan yang dapat memecah persatuan dan kesatuan

  • Tuliskan tiga tindakan yang dapat memecah persatuan dan kesatuan

  • Tuliskan tiga tindakan yang dapat memecah persatuan dan kesatuan