Tuliskan klasifikasi Perikanan tangkap berdasarkan batas Wilayah PENANGKAPAN

Tuliskan klasifikasi Perikanan tangkap berdasarkan batas Wilayah PENANGKAPAN

Tuliskan klasifikasi Perikanan tangkap berdasarkan batas Wilayah PENANGKAPAN
Lihat Foto

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Nelayan melintasi deretan bagan yang tersebar di perairan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin (7/12/2015). Bagan menjadi salah satu alat tangkap ikan para nelayan yang menggunakan bantuan cahaya lampu pada malam hari untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul di dekat jaring.

KOMPAS.com - Jalur penangkapan ikan dalam sebuah negara harus diatur di atas hukum. Begitu pula dengan Indonesia.

Jalur penangkapan ikan diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 71/PERMEN-KP/2016 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Jalur penangkapan ikan adalah wilayah perairan yang merupakan bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).

Hal ini untuk mengatur dan mengelola kegiatan penangkapan yang menggunakan alat penangkapan ikan yang diperbolehkan dan/atau yang dilarang.

WPPNRI merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia.

Baca juga: Kekayaan dan Potensi Natuna

Tujuan diaturnya jalur penangkapan ikan untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan yang bertanggung jawab, optimal, dan berkelanjutan.

Selain itu untu mengurangi konflik pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya ikan.

Lihat Foto KOMPAS.com/FARID ASSIFA Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat berolahraga paddle board ketika matahari beranjak naik di Pantai Sujung, Natuna, Kepulauan Riau, Selasa (8/10/2019). (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); Jalur penangkapan ikan

Jalur penangkapan ikan di WPPNRI terdiri dari tiga, yaitu:

Sesuai Permen Nomor 71/PERMEN-KP/2016 Pasal 4 jalur ini meliputi perairan pantai sampai dengan 2 mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah.

Selain itu pada jalur ini juga meliputi perairan pantai di luar 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut.

  • Jalur penangkapan ikan II

Jalur ini meliputi perairan di luar jalur penangkapan ikan I sampai dengan 12 mil laut. Diukur dari permukaan air laut pada surut terendah.

  • Jalur penangkapan ikan III

Jalur penangkapan ikan ini meliputi Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan perairan di luar jalur penangkapan ikan II.

Karakteristik kedalaman perairan

Baca juga: Sejarah Konflik Natuna dan Upaya Indonesia

Sesuai Pasal 5 jalur penangkapan ikan di WPPNRI ditetapkan berdasarkan karakteristik kedalaman perairan yang terbagi menjadi dua, yaitu:

Perairan dangkal dengan ukuran kurang dari 200 meter. Terdiri dari lima wilayah, yaitu:

  1. WPPNRI 571, meliputi perairan Selat Malaka dan Laut Andaman.
  2. WPPNRI 711, meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan.
  3. WPPNRI 712, meliputi perairan Laut Jawa.
  4. WPPNRI 713, meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali.
  5. WPPNRI 718, meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian timur.

Perairan dalam memiliki kedalaman lebih dari 200 meter. Terdiri enam wilayah, sebagai berikut:

  1. WPPNRI 572, meliputi perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda.
  2. WPPNRI 573, meliputi perairan Samudra Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian barat.
  3. WPNNRI 714, meliputi perairan Teluk Toto dan Laut Banda.
  4. WPPNRI 715, meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau.
  5. WPPNRI 716, meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera.
  6. WPPNRI 717, meliputi perairan Teluk Cendrawasih an Samudra Pasifik.

Baca juga: Kini Urus Izin Penangkapan Ikan di KKP Bisa Online, Prosesnya Hanya 1 Jam

Alat penangkapan ikan

Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tersebut juga mengatur mengenai penggunaan alat penangkapan ikan.

Menurut Pasal 6, alat penangkapan ikan (API) di WPPNRI terdiri dari 10 kelompok, yaitu:

  • Jaring lingkar (surrounding nets)
  • Pukat tarik (seine nets)
  • Pukat hela (trawls)
  • Penggaruk (dredges)
  • Jaring angkat (lift nets)
  • Alat yang dijatuhkan (falling gears)
  • Jaring insang (gillnet and entangling nets)
  • Perangkap (traps)
  • Pancing (hooks and lines)

Alat penjepit dan melukai (grappling and wounding), seperti tombak, ladung, dan panah.

Alat bantu penangkapan ikan

Sesuai Pasal 18 alat bantu penangkapan ikan (ABPI) terdiri dari dua, sebagai berikut:

Merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan berbagai bentuk dan jenis pemikat atau atraktor dari benda padat yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul.

Baca juga: Sepanjang 2018, Korpolairud Polri Tindak 17 Kapal Asing atas Penangkapan Ikan Ilegal

Rumpon terdiri dari dua jenis:

  1. Rumpon hanyut, tidak dilengkapi dengan jangkar dan hanyut mengikuti arah arus.
  2. Rumpon menetap, ditetapkan secara menetap menggunakan jangkar baik di permukaan untuk menangkap ikan pelagis dan dasar untuk menangkap ikan demersal.

Merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan pemikat atau atraktor berupa lampu atau cahaya agar ikan berkumpul.

Lampu dibedakan menjadi dua, terdiri dari lampu listrik dan lampu non-listrik.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Perikanan tangkap, berbeda dengan perikanan budi daya, adalah usaha penangkapan ikan dan organisme air lainnya di alam liar (laut, sungai, danau, dan badan air lainnya). Kehidupan organisme air di alam liar dan faktor-faktornya (biotik dan abiotik) tidak dikendalikan secara sengaja oleh manusia. Perikanan tangkap sebagian besar dilakukan di laut, terutama di sekitar pantai dan landasan kontinen. Perikanan tangkap juga ada di danau dan sungai. Masalah yang mengemuka di dalam perikanan tangkap adalah penangkapan ikan berlebih dan polusi laut. Sejumlah spesies mengalami penurunan populasi dalam jumlah yang signifikan dan berada dalam ancaman punah. Hal ini mengakibatkan jumlah tangkapan ikan di alam liar dapat mengalami penurunan secara umum.

Tuliskan klasifikasi Perikanan tangkap berdasarkan batas Wilayah PENANGKAPAN

Perahu penjaring kepiting bekerja di Laut Utara

Tuliskan klasifikasi Perikanan tangkap berdasarkan batas Wilayah PENANGKAPAN

Total tangkapan organisme akuatik dunia, dalam juta ton tahun 1950–2011[1]

Berlawanan dengan perikanan tangkap, perikanan budi daya dioperasikan di daratan menggunakan kolam air atau tangki, dan di badan air yang terpagari sehingga organisme air yang dipelihara tidak lepas ke alam liar. Budi daya perikanan meniru sistem yang terdapat di alam untuk membiakan dan membesarkan ikan. Meski perikanan budi daya terus berkembang, tetapi sumber ikan utama yang dikonsumsi manusia masih didapatkan dari perikanan tangkap, bahkan sumber protein utama yang didapatkan dari alam liar.

Berdasarkan data FAO, hasil tangkapan dunia oleh perikanan komersial pada tahun 2010 mencapai 88.6 juta ton dan 0.9 juta ton berupa tanaman air (rumput laut, dan sebagainya). Jumlah ini bisa dibedakan dengan 59.9 juta ton 19.0 juta ton tanaman air yang dihasilkan budi daya perairan.[1]

Faktor yang mempengaruhi perikanan tangkap antara lain:

Topografi laut

Produktivitas perikanan tangkap sebagian besar masih ditentukan oleh topografi laut, termasuk interaksinya dengan arus laut dan tingkat pencahayaan sinar matahari pada kedalaman tertentu. Topografi laut dibentuk dengan berbagai jenis pantai, delta sungai, landasan benua, terumbu karang, dan ciri khas laut dalam seperti palung dan punggung laut.

Arus laut

Arus laut adalah pergerakan air laut yang terarah dan kontinu. Arus laut adalah aliran air yang bergerak karena gaya yang bekerja pada air seperti rotasi bumi, angin, perbedaan temperatur dan kadar garam, dan gravitasi bulan. Kontur dasar laut dan garis pantai juga mempengaruhi arah dan kekuatan arus laut.

Biomassa

Di lautan, rantai makanan umumnya mengikuti pola:

Fitoplankton → zooplankton → zooplankton predator → hewan penyaring → ikan predator

Fitoplankton adalah produsen utama dalam rantai makanan, yang mengubah karbon menjadi biomassa dengan bantuan sinar matahari. Fitoplankton dikonsumsi zooplankton yang merupakan tingkat kedua dari rantai makanan, termasuk krill, larva ikan, cumi, lobster, dan kepiting juga crustacea kecil lainnya seperti copepod. Zooplankton dikonsumsi oleh zooplankton lain dan hewan penyaring (ikan kecil, porifera, timun laut, dan sebagainya). Setelah itu, mereka dikonsumsi oleh tingkatan yang lebih tinggi, seperti ikan predator (salmon dan sebagainya) maupun mamalian air lain seperti singa laut. Namun hewan besar seperti paus memangsa plankton secara langsung.

Perairan dekat pantai
  • Estuari adalah badan air dekat pantai di mana satu atau lebih sungai terhubung dengan laut melalui estuari.[2] Estuari sering kali dikaitkan dengan laju produktivitas biologis yang tinggi. Estuari hampir tidak merasakan efek polusi yang berasal dari lautan namun menerima dampak terbesar dari polusi yang terjadi di sungai.[3][4]
  • Laguna adalah badan air asin atau air payau yang relatif dangkal, terpisah dari laut yang dalam oleh karakteristik geologi seperti gosong pasir, terumbu karang, dan sebagainya. Laguna dihidupi oleh nutrisi dari laut. Laguna yang dihidupi oleh nutrisi dari sungai disebut estuari.
  • Zona pasang surut adalah bagian dari laut yang terpapar udara ketika air surut dan tenggelam ketika pasang tinggi. Area ini bisa beruba habitat dengan berbagai jenis, dari bebatuan terjal, pantai berpasir, hingga lapisan lumpur. Bentuk dan luas zona ini bervariasi.
  • Zona litoral adalah bagian dari laut yang terdekat dengan garis pantai. Istilah litoral berasal dari bahasa latin, litoralis yang berarti "pantai laut"[5] Definisi dari zona litoral menurut Encyclopædia Britannica adalah "bentang alam ekologi laut yang mengalami efek ombak pasang surut dengan kedalaman antara lima higga sepuluh meter di bawah titik terendah permukaan laut ketika surut."[6]
  • Zona neritik adalah bagian dari laut yang melebar dari zona litoral sampai ke landasan benua.[7] Zona neritik atau zona sublitoral relatif dangkal, dengan kedalaman mencapai 200 meter dan umumnya merupakan perairan yang memiliki kandungan oksigen yang cukup, tekanan yang rendah, dan temperatur dan kadar garam yang relatif stabil. Pada zona neritik cahaya dapat menembus dengan baik sehingga terdapat kehidupan fotosintetik seperti fitoplankton dan sargassum yang mengapung,[8] menjadikan zona neritik lokasi di mana mayoritas kehidupan laut berada.
Terumbu karang

Terumbu karang adakah struktur aragonite yang diproduksi oleh organisme hidup, berada di perairan tropis dangkal dengan sedikit nutrisi di dalam air. Aliran dari sungai yang mengandung sisa pupuk pertanian mengangung nutrisi tinggi dan dapat merusak terumbu karang karena mempercepat pertumbuhan alga yang menempel di terumbu karang.[9] Terumbu karang dapat ditemukan di perairan beriklim sedang dan tropis, tetapi terumbu karang umumnya diterbentuk di zona antara 30°N hingga 30°S dari ekuator. Terumbu karang merupakan tempat pembiakan alami bagi organisme laut

Jaring ikan yang hilang atau ditinggalkan di laut oleh nelayan disebut dengan jaring hantu, dan dapat menjerat ikan, lumba-lumba, penyu, hiu, hingga burung laut yang mencari makan dengan menyelam. Jaring ini berperilaku seperti ketika ia dibuat, yaitu menahan pergerakan hewan yang tertangkap, sehingga dapat menyebabkan kelaparan, luka, hingga sesak nafas bagi hewan air yang membutuhkan udara.[10]

Penangkapan ikan berlebih

Contoh penangkapan ikan berlebih dan dampaknya:

  • Di pantai timur Amerika Serikat, ketersediaan simping telah berkurang akibat tingginya populasi Batoidea. Hal ini disebabkan oleh penangkapan ikan hiu berlebih, yang merupakan predator alami Batoidea. Hal ini menyebabkan Batoidea dapat memangsa simping dengan leluasa.
  • Di Teluk Chesapeake populasi tiram pernah mencapai jumlah yang sangat banyak dan mereka menyaring nutrisi berlebih dari sungai yang bermuara ke teluk tersebut. Sekarang dengan jumlah tiram yang semakin sedikit, aktivitas penyaringan alami menjadi terhambat sehingga menyebabkan tumpukan sedimen, nutrisi, dan alga menjadi masalah di perairan setempat.[11]
  • Pada tahun 2006, pemerintah Australia menuduh Jepang telah mengambil ikan tuna Thunnus maccoyii dengan mengambil hingga 20000 ton per tahun dari yang disetujui sebanyak 6000 ton. Hal ini menyebabkan ikan tuna Thunnus maccoyii berada pada status kritis.[12][13][14]

Hilangnya keanekaragaman hayati

Setiap spesies di ekosistem memiliki pengaruh atau dipengaruhi oleh spesies lain dalam ekosistem tersebut. Hanya terdapat sedikit sekali hubungan antara predator dan mangsa yang tunggal. Kebanyakan memakan, atau dimakan oleh, lebih dari satu spesies. Hubungan mereka dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dalam banyak kasus, jika satu spesies dihilangkan dari ekosistem, maka spesies lain akan terpengaruh.

Keanekaragaman spesies adalah kontribusi utama dalam menjaga stabilitas ekosistem. Ketika suatu organisme mengeksploitasi berbagai jenis sumber daya cenderung memiliki dampak yang kecil. Namun organisme yang hanya mengeksploitasi jenis sumber daya yang terbatas akan memiliki dampak yang kuat.

Standar dunia mengenai pencatatan spesies laut yang spesies adalah IUCN Red List of Threatened Species.[15] Daftar ini adalah dasar dari prioritas konservasi kelautan di dunia. Satu spesies terdaftar dalam kategori jika diperhitungkan dalam kondisi kritis, terancam, atau rentan. Kategori lainnya seperti hampir terancam dan kekurangan data.

Spesies laut

Hingga tahun 2008, IUCN telah menilai sebanyak 3000 spesies laut. Hal ini termasuk penilaian spesies dalam kategori Elasmobranchii (hiu dan pari), kerapu, terumbu karang, penyu, burung laut, dan mamalia laut. Hampir seperempat dari kelompok tersebut dikategorikan terancam.[16]

Kelompok Spesies terancam Hampir terancam Kekurangan data
Elasmobranchii 17% 13% 47%
Kerapu 12% 14% 30%
Terumbu karang 845 27% 20% 17%
Mamalia laut 25%
Burung laut 27%
Penyu 7 86%
  • Elasmobranchii seperti hiu dan pari adalah ikan air dalam yang membuat mereka sulit untuk dipelajari di alam liar. Tidak banyak diketahui tentang ekologi dan status populasi mereka. Kebanyakan informasi dari mereka datang dari spesies yang ditangkap nelayan secara sengaja maupun tidak disengaja. Banyak dari spesies tersebut merupakan hewan yang tumbuh dengan lambat dan tidak dapat mengembalikan jumlah mereka akibat penangkapan ikan berlebih yang terjadi di seluruh dunia.
  • Kerapu terancam karena penangkapan ikan berlebih, terutama karena ikan yang ditangkap merupakan ikan yang siap bertelur dan ikan yang terlalu muda.
  • Terumbu karang terancam karena pemutihan karang yang terkait dengan meningkatnya temperatur laut. Ancaman lainnya yaitu pembangunan di sekitar pantai, ekstraksi terumbu karang, dan sedimentasi polusi.
  • Mamalia laut mencakup paus, lumba-lumba, ajing laut, singa laut, walrus, duyung, dan beruang kutub. Ancaman utama yaitu jaring hantu yang membuat mereka sulit untuk mengambil nafas kembali. Penangkapan ikan, polusi dari kapal, dan tabrakan dengan perahu juga menjadi ancaman.
  • Burung laut sering tertangkap kail nelayan karena mencuri ikan yang telah tertangkap. Ancaman lainnya yaitu jaring ikan di mana mereka terperangkap ketika menyelam mencari ikan, dan tumpahan minyak.
  • Penyu, terutama telur mereka, terancam pembangunan pantai, penambangan pasir, dan aktivitas manusia yang memburu telur penyu Di laut, penyu menjadi sasaran pemancingan, menjadi tangkapan sampingan nelayan, dan jaring hantu.

IUCN pada tahun 2012 melakukan penilaian terhadap 17000 spesies laut. Penilaian mencakup spesies yang berada di perairan hutan bakau dan yang mendiami terumbu karang dan rumput laut, serta invertebrata penting seperti mollusc dan echinodermata.[16]

Spesies air tawar

Perikanan air tawar memiliki keragaman spesies yang kurang seimbang jika dibandingkan dengan luasnya ekosistem mereka. Air tawar merupakan rumah bagi seperempat spesies ikan meski luas perairan air tawar hanya 1% dari luas permukaan dunia.[16] Pembangunan industri dan pertanian memberikan tekanan bagi ekosistem air tawar. Air mulai tercemar atau diekstraksi dalam jumlah besar. Rawa-rawa mulai dikeringkan, sungai dibelokkan arusnya, dan hutan dihilangkan sehingga meningkatkan erosi dan sedimentasi sungai. Spesies invasif juga dipaparkan ke ekosistem air tawar.

Pada tahun 2008, IUCN telah menilan sebanyak 6000 spesies air tawar dan sebanyak 21000 masih dalam proses. Namun dari data yang telah dihasilkan, secara global spesies air tawar banyak yang terancam, dan mungkin lebih terancam dari spesies laut.[17]

  • Manajemen perikanan

  1. ^ a b c d FishStat database
  2. ^ Pritchard, D. W. (1967) What is an estuary: physical viewpoint. p. 3–5 in: G. H. Lauf (ed.) Estuaries, A.A.A.S. Publ. No. 83, Washington, D.C.
  3. ^ G.Branch, Estuarine vulnerability and ecological impacts, TREE vol. 14, no. 12 Dec. 1999
  4. ^ Mangroves and estuaries
  5. ^ Littoral (2008). Merriam-Webster Online Dictionary. Retrieved 13 August 2008
  6. ^ Encyclopaedia Britannica (2008) Littoral zone
  7. ^ Neritic zone Webster's New Millennium Dictionary of English, Preview Edition (v 0.9.7). Lexico Publishing Group, LLC. Accessed: 12 August 2008.
  8. ^ "Office of Naval Research". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-12-13. Diakses tanggal 2013-08-30. 
  9. ^ "Corals reveal impact of land use". ARC Centre of Excellence for Coral Reef Studies. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-08-01. Diakses tanggal 2007-07-12. 
  10. ^ "'Ghost fishing' killing seabirds". BBC News. 28 June 2007. Diakses tanggal 2008-04-01. 
  11. ^ "Oyster Reefs: Ecological importance". US National Oceanic and Atmospheric Administration. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-10-03. Diakses tanggal 2008-01-16. 
  12. ^ Japan warned tuna stocks face extinction Justin McCurry, guardian.co.uk, Monday January 22, 2007. Retrieved 2008-04-02.
  13. ^ TheAge.com.au
  14. ^ "IHT.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-12-14. Diakses tanggal 2006-12-14. 
  15. ^ The 2008 IUCN Red List of Threatened Species
  16. ^ a b c IUCN: Status of the world's marine species Diarsipkan 2010-03-20 di Wayback Machine. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "IUCN factsheet" didefinisikan berulang dengan isi berbeda Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "IUCN factsheet" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  17. ^ IUCN: Freshwater biodiversity a hidden resource under threat

  • Voigt, Brian (1998) Glossary of Coastal Terminology Diarsipkan 2008-09-16 di Wayback Machine. Washington State Department of Ecology, publication 98-105
  • Pawson, M G; Pickett, G D and Walker, P (2002) The coastal fisheries of England and Wales, Part IV: A review of their status 1999–2001 Science Series, Technical Report 116.
  • Jackson, Jeremy B C et al. (2001) Historical overfishing and the recent collapse of coastal ecosystems Science 293:629-638.
  • International Nitrogen Initiative: Web site
  • Population Distribution within 100 km of Coastlines Diarsipkan 2008-11-06 di Wayback Machine. (2000) World Resources Institute.
  • NOAA: Carbon cycle science

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Perikanan_tangkap&oldid=20963881"