Tata cara pembagian harta gono gini

Ditulis oleh Super User on 27 Agustus 2022. Dilihat: 1853

Tanya Hukum : Pembagian Harta Gono Gini Ketika Istri yang Paling Berkontribusi dalam Keluarga

Oleh : Wahita Damayanti, S.H

Salah satu perkara yang sering muncul akibat adanya perceraian antara suami dan istri adalah gugatan harta bersama atau di masyarakat sering disebut sebagai harta gono-gini. Sesuai Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Lebih lanjut dalam ketentuan umu Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam, dijelaskan bahwa “harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun”. Artinya, kecuali terdapat perjanjian perkawinan atas harta, maka selama berlangsungnya perkawinan, tidak peduli siapa yang menghasilkan harta, baik suami ataupun istri, maka kekayaan yang ada tersebut disebut sebagai harta bersama. Sering menjadi pertanyaan, bagaimana bila dalam perkawinan istri menghasilkan lebih banyak harta daripada suami? Apakah harta tetap dibagi sama rata?

Pertanyaan atas hal tersebut pernah terjadi dalam kasus konkret sekaligus melahirkan yurisprudensi melalui putusan Nomor 266 K/AG/2010. Seorang suami bernama S digugat cerai oleh istrinya T. T sekaligus mengajukan gugatan atas harta bersama yang diperoleh selama perkawinan mereka. T sebagai penggugat mendalilkan bahwa S selama perkawinan tidak menafkahi T dan anak-anaknya bahkan sering melakukan kekerasan terhadap T. Pengadilan Agama Bantul yang mengadili perkara tersebut menilai, oleh karena kontribusi T yang lebih besar selama perkawinan serta kurangnya peran S sebagai suami dalam rumah tangga, memutus dengan membagi harta perkawinan keduanya dengan proporsi yang tidak sama besar yaitu 3/4 (tiga per empat) untuk T dan 1/4 (seperempat) untuk S. Putusan ini dikuatkan hingga tingkat kasasi sehingga melahirkan kaidah hukum “Istri dapat memperoleh bagian lebih besar dari suami dalam pembagian harta bersama”.

Berdasarkan yurisprudensi Nomor 266 K/AG/2010, maka menjadi sebuah pedoman hukum bahwa pembagian atas harta bersama tidaklah mutlak harus dibagi sama rata sama besar antara suami dan istri. Majelsi Hakim akan menilai dan mempertimbangkan faktor-faktor yang ada selama berdirinya rumah tangga dan pengumpulan harta bersama yang sangat mungkin mempengaruhi besaran pembagian harta untuk masing-masing pihak.

Abstrak

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pembagian harta gono-gini akibat perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan dan bagaimana penetapan hak asuh anak akibat perceraian. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan : 1.Pembagian harta gono-gini akibat perceraian berdasarkan ketentuan Pasal 36 Undang-undang Perkawinan, suami istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Atas dasar musyawrah harta gono-gini dapat dibagi atas dasar kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak. Dapat dibagi dua karena kedudukan suami dan istri seimbang dalam perkawinan atau pembagian lain sesuai kesepakatan. 2. Penetapan hak asuh anak akibat perceraian menurut Inpres Nomor 1 Tahun 1991, untuk anak yang belum dewasa atau belum berumur 12 (dua belas) tahun adalah hak ibunya. Sedangkan untuk anak yang sudah dewasa diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah dan ibunya sebagai pemegang hak anaknya. Atau menurut pertimbangan hakim berdasarkakn kondisi perilaku istri maupun suami untuk mengasuh anak. Penetapan pengadilan tentang hak asuh anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua kandungnya dan tidak menghilangkan kewajiban kedua orang tuanya untuk membiayai hidup anaknya.

OLEH ANDRIAN SAPUTRA

Setiap pasangan suami istri tentunya tidak mengharapkan pernikahan mereka berakhir di tengah jalan karena perceraian. Hanya, apabila perceraian terjadi, maka pasangan suami istri perlu mencermati tentang ketentuan dalam pembagian harta gono gini. Bagaimana ketentuannya dalam fiqih Islam?

Pakar fiqih Muamalah yang juga Founder Institut Muamalah Indonesia, KH Muhammad Shiddiq Al Jawi menjelaskan, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang diberlakukan di Pengadilan Agama pasal 1 ayat f, harta gono gini adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa.

Menurut Kiai Shiddiq, dalam kasus cerai hidup, mengacu KHI pasal 97 menetapkan bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak mendapat seperdua atau 50 persen dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Yang dimaksud perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat suami-istri saat awal menikah tentang pembagian harta bila terjadi perceraian.

"Dalam kasus cerai hidup menurut KHI intinya 50 persen untuk suami dan 50 persen istri, itu prinsip dasarnya. Tetapi bisa ketentuan lain. Bila ada perjanjian nikah, pada saat ijab kabul ada perjanjian tertulis misalnya kalau terjadi perceraian maka pembagian harta jadi 60 persen 40 persen. Kalau ada perjanjian, maka yang diikuti di perjanjian perkawinan," kata Kiai Shiddiq dalam kajian virtual fiqih kontemporer yang diselenggarakan Ngaji Subuh beberapa waktu lalu.

Dalam kasus cerai hidup menurut KHI intinya 50 persen untuk suami dan 50 persen istri, itu prinsip dasarnya. Tetapi bisa ketentuan lain.

Dalam perspektif fiqh Islam, Kiai Shiddiq menjelaskan, sebagian ulama menggolongkan harta gono gini sebagai syirkah. Menurut Kiai Shiddiq, kendati tergolong syirkah tetapi bukan syirkah akad (syirkah 'ukud) yaitu akad untuk bersyirkah dengan objek akad berupa kerja dan atau modal untuk melakukan usaha dengan tujuan mendapatkan keuntungan seperti syirkah mudharabah.

Menurut Kiai Shiddiq, harta gono gini lebih tepat digolongkan syirkah kepemilikan (syirkah amlak) atau ada yang menyebut harta yang dimiliki bersama (al amwal al musytarakah).

Dalam kitab An Nizham Al Iqtishadi fil Islam karya Taqiyuddin An Nabhani dijelaskan, syirkah kepemilikan adalah kepemilikan bersama atas suatu barang di antara dua orang atau lebih yang terjadi karena adanya salah satu sebab kepemilikan, seperti jual beli, hibah, wasiat dan waris, atau karena adanya percampuran harta benda yang sudah sulit untuk dipilah-pilah dan dibedakan lagi. 

Kiai Shiddiq mencontohkan, syirkah kepemilikan antara suami dan istri yang iuran untuk membeli sebuah rumah masing-masing 50 persen dari harga rumah. Maka kepemilikan rumah itu dalam fiqih Islam disebut syirkah amlak.

Contohnya, suami dan istri iuran uang masing-masing Rp 500 juta untuk bisa memiliki rumah. Rumah tersebut menjadi syirkah amlak atau kepemilikannya bersama.

Dalam kasus lain, ada orang lain yang menghibahkan rumah bagi suami istri, maka rumah tersebut menjadi syirkah amlak atau kepemilikannya bersama istri dan suami. Kondisi lainnya jika harta benda yang dimiliki suami istri sudah tercampur dan sulit untuk memisahkannya atau memilihnya, maka itu juga syirkah amlak.

Lantas bagaimana pembagiannya? Kiai Shiddiq menjelaskan, pembagian harta gono gini menurut fiqih Islam tidak mutlak sebagaimana dalam KHI pasal 97 yaitu dibagi masing-masing 50 persen. Menurut dia, pembagian harta gono gini bisa dilakukan dengan musyawarah.

"Menurut kami pasal 97 dalam Kompilasi Hukum Islam bukanlah ketentuan yang wajib secara syar'i, sebab tidak ada dalilnya dalam Alquran dan hadis. Maka dari itu, jika suami istri tidak berperkara di Pengadilan Agama, yaitu melakukan musyawarah sendiri, maka harta gono gini sebenarnya bisa dibagi menurut cara lain," kata dia.

Kiai Shiddiq menjelaskan ada dua alternatif dalam membagi harta gono gini. Pertama, melakukan pembagian harta gono gini menurut persentase masing-masing pihak jika diketahui persentasenya. Kedua, melakukan perdamaian (ishlah) yaitu pembagian harta gono gini atas dasar kesepakatan dan kerelaan dari suami istri yang bercerai. Baca Selengkapnya';

Gimana pembagian harta gono gini?

Pembagian harta gono gini berdasarkan Islam, hanya sebatas nafkah yang diberikan suami pada istri dan bukan harta secara keseluruhan milik suami. Ketika keduanya bercerai, maka pembagiannya akan berdasarkan masing-masing harta yang dimiliki sesuai dengan hukum Islam yang berlaku.

Bagaimana pembagian harta gono gini setelah bercerai?

Kedudukan harta bersama setelah perceraian diatur menurut hukumnya masing-masing, sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UU Perkawinan. Berdasarkan Pasal 97 KHI apabila putus perkawinan karena perceraian maka harta bersama dibagi dua.

Bagaimana prosedur penanganan harta gono gini?

Tahapan Apa Saja yang Dilalui Dalam Gugatan Harta Gono Gini?.
Mediasi. ... .
Pembacaan Surat Gugatan Permohonan Cerai. ... .
Jawaban Termohon atau Tergugat atas Gugatan Cerai. ... .
Replik dan Duplik. ... .
Pembuktian. ... .
Kesimpulan. ... .
Musyawarah Majelis Hakim Putusan Sidang..

Apakah uang tabungan di bank termasuk harta gono gini?

Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Harjono, harta bersama (gono-gini) yang diperoleh selama pernikahan, termasuk harta yang disimpan oleh suami dan/atau isteri di satu bank baik dalam bentuk tabungan, deposito dan produk perbankan lainnya merupakan harta benda milik bersama suami isteri yang ...