Sumber hukum Hindu yang berisikan tentang adat disebut

SUMBER-SUMBER HUKUM HINDU oleh : I Nengah Sumantre A. Sumber Hukum Menurut Ilmu Berdasarkan perbedaan pengertian dan penggunaan maka sumber-sumber hukum menurut ilmu antara lain: 1. Sumber hukum dalam arti sejarah 2. Sumber hukum dalam arti sosiologis 3. Sumber hukum dalam arti filsafat 4. Sumber hukum dalam arti formil 1.1 Sumber Hukum dalam Arti Sejarah Adalah peninjauan dasar-dasar hukum yang dipergunakan oleh para ahli sejarah dalam menyusun dan meninjau pertumbuhan dalam suatu bangsa terutama di bidang politik, sosial, kebudayaan, hukum dll, termasuk berbagai lembaga Negara. Perkembangan dan pertumbuhan Negara Indonesia dari jaman kerajaan Hindu sampai jaman merdeka, telah memperlihatkan berbagai perkembangan hukum dan sistem pemerintahan. Untuk dapat menemukan sumber-sumber ini, dapat kita jumpai berbagai prasasti-prasasti, piagam-piagam, dan tulisan-tulisan yang mempunyai sifat hukum yang dikembangkan atau ditulis pada jaman-jaman tertentu. Sumber-sumber tulisan inilah yang juga dipergunakan untuk menyusun konsep-konsep hukum dalam usaha pembentukan masyarakat yang dicita-citakan. Sejarah telah membuktikan bahwa lahirnya Pancasila digali dari sumber-sumber yang diangkat dari sejarah dan pengalaman bangsa, falsafah yang dianut masyarakat dan struktur yang telah ada dalam masyarakat. Bukti-bukti pengaruh hukum Hindu di Indonesia dapat ditemukan dalam catatan-catatan seperti Siwasasana dan Kuttaramanawa. 1.2 Sumber Hukum dalam Arti Sosiologis Penggunaan sumber hukum ini biasanya dipergunakan oleh para sosiolog dalam menyusun thesa-thesanya, sumber hukum itu dilihat dari keadaan ekonomi masyarakat pada jaman-jaman sebelumnya. Sumber hukum ini tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus di tunjang oleh data-data sejarah dari masyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu sumber hukum ini tidak bersifat murni berdasarkan ilmu sosial semata melainkan memerlukan ilmu bantu lainnya. 1.3 Sumber Hukum dalam Arti Filsafat Merupakan dasar pembentukan kaedah-kaedah hukum itu sendiri. Sumber hukum ini dapat bersumber dari banyak sumber dan luas, karena isi sumber hukum ini meliputi seluruh proses pembentukan sumber kukum sejak jaman dahulu hingga sekarang. Daya mengikat hukum ini terhadap para anggotanya tergantung pada sifat dan bentuk kaedah-kaedah hukum ini, apakah bersifat normatif atau bersifat mengatur. 1.4 Sumber Hukum dalam Arti Formil Menurut Prof. Mr. Dr. J.L. Van Appeldoorn sumber hukum ini timbul dan dibuat berdasarkan cara dan bentuk yang dapat menimbulkan hukum positif, seperti:  Undang-Undang  Kebiasaan  Traktat Undang-Undang dibedakan menjadi dua, yaitu Undang-Undang dalam arti formil dan undang-undang dalam arti materil. Undang-undang dalam arti formil bersifat mengabdi pada hukum materil, sedangkan undang-undang dalam arti meteril menunjuk pada kaedah-kaedah yang berlaku dan menjadi sandaran dalam bertingkah laku bagi seseorang di dalam peninjauan masalah materi sumber-sumber hukum, peninjauan masalah sumber hukum dalam arti formil inilah yang paling penting. Masalah sumber hukum dalam arti formil inipun memerlukan pembuktian yang berdasarkan peninjauan sejarah sumber sosial dan falsafah yang dianutnya. Kebiasaan dianggap sumber hukum karena kecenderungan manusia mengikuti tata cara atau tingkah laku yang bersifat ajeg. Kebiasaan ini bersumber pada dasar hukum yang bersifat normatif. Traktat adalah perjanjian yang dilakukan oleh Negara-negara tertentu mengenai hal-hal tertentu pula. Traktat merupakan sumber hukum yang mengikat Negara-negara yang mengadakan perjanjian dan mempunyai kekuatan sumber hukum yang jelas. Cara-cara lain yang menunjuk masalah sumber-sumber itu antara lain: 1) Undang-undang 2) Kebiasaan dan adat 3) Traktat 4) Yurispundensi 5) Pendapat ahli hukum yang terkenal B. Sumber Hukum Menurut Weda Menurut Manawadharmasastra, sumber hukum Hindu berturut-turut sesuai urutan adalah sebagai berikut : 1. Sruti 2. Smerti 3. Sila 4. Sadacara 5. Atmanastuti Menurut Dr. P.N. Sen, Dr. G.C. Sangkar dll, sumber-sumber hukum Hindu berdasarkan ilmu dan tradisi adalah : 1. Sruti 2. Smerti 3. Sila 4. Sadacara 5. Atmanastuti 6. Nibanda Nibanda adalah nama kelompok buku atau tulisan yang dibuat oleh para ahli pada jaman dahulu yang isinya bersifat pembahasan atau kritik terhadap materi hukum yang terdapat dalam kitab-kitab terdahulu. a. Sruti sebgai Sumber Hukum Hindu Pertama Di dalam Manawadharmasastra 11.10 dikatakana ‘Srutistu wedo wijneyo dharma sastram tu wai smerti, te sarwatha wam imamsye tabhyam dharmohi nirbhabhau”. Artinya: sesungguhnya Sruti adalah Weda, Smerti itu Dharmasastra, keduanya tidak boleh diragukan apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber dari pada hukum. Selanjutnya mengenai Weda sebagai sumber hukum utama, dapat kita lihat dari sloka 11.6 dirumuskan sebagai berikut: Wedo khilo dharma mulam smerti sile ca tad widam, acarasca iwa sadhunam atmanas tustirewa ca. Artinya : seluruh Weda sumber utama dari pada hukum, kemudian barulah smerti dan tingkah laku orang-orang baik, kebiasaan dan atmanastuti. Pengertian Weda sebagai sumber ilmu menyangkut bidang yang sangat luas sehinga Sruti dan Smerti diartikan sebagai Weda dalam tradisi Hindu. Sedangakan ilmu hukum Hindu itu sendiri telah membatasi arti Weda pada kitab Sruti saja. Kitab-kitab yang tergolong Sruti menurut tradisi Hindu adalah : Kitab Mantra, Brahmana dan Aranyaka. Kitab Mantra terdiri dari : Rg Weda, Sama Weda, Yajur Weda dan Atharwa Weda. b. Smrti sebagai Sumber Hukum Hindu Kedua Smrti merupakan kitab-kitab teknis yang merupakan kodifikasi berbagai masalah yang terdapat di dalam Sruti. Smrti bersifat pengkhususan yang memuat penjelasan yang bersifat authentik, penafsiran dan penjelasan ini menurut ajaran Hukum Hindu dihimpun dalam satu buku yang disebut Dharmasastra. Dari semua jenis kitab Smrti yang terpenting adalah kitab Dharmasastra, karena kitab inilah yang merupakan kitab Hukum Hindu. Ada beberapa penulis kitab Dharmasastra antara lain: *. Manu *. Apastambha *. Baudhayana *. Wasistha *. Sankha Likhita *. Yanjawalkya *. Parasara Dari ketujuh penulis tersebut, Manu yang terbanyak menulis buku dan dianggap sebagai standard dari penulisan Hukum Hindu itu. Secara tradisional Dharmasastra telah dikelompokkan manjadi empat kelompok menurut jamannya masing- masing yaitu: -. Jaman Satya Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Manu. -. Jaman Treta Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Yajnawalkya. -. Jaman Dwapara Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Sankha Likhita. -. Jaman Kali Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Parasara. c. Sila sebagai Sumber Hukum Hindu Ketiga Sila di sini berarti tingkah laku. Bila diberi awalan su maka menjadi susila yang berarti tingkah laku orang-orang yang baik atau suci. Tingkah laku tersebut meliputi pikiran, perkataan dan perbuatan yang suci. Pada umumnya tingkah laku para maharsi atau nabi dijadikan standar penilaian yang patut ditauladani. Kaedah-kaedah tingkah laku yang baik tersebut tidak tertulis di dalam Smerti, sehingga sila tidak dapat diartikan sebagai hukum dalam pengertian yang sebenarnya, walaupun nilai-nilainya dijadikan sebagai dasar dalam hukum positif. d. Sadacara sebagai Sumber Hukum Hindu Keempat Sadacara dianggap sebagai sumber hukum Hindu positif. Dalam bahasa Jawa Kuna Sadacara disebut Drsta yang berarti kebiasaan. Untuk memahami pemikiran hukum Sadacara ini, maka hakekat dasar Sadacara adalah penerimaan Drsta sebagai hukum yang telah ada di tempat mana Hindu itu dikembangkan. Dengan demikian sifat hukum Hindu adalah fleksibel. e. Atmanastuti sebagai Sumber Hukum Hindu Kelima. Atmanastuti artinya rasa puas pada diri sendiri. Perasaan ini dijadikan ukuran untuk suatu hukum, karena setiap keputusan atau tingkah laku seseorang mempunyai akibat. Atmanastuti dinilai sangat relatif dan subyektif, oleh karena itu berdasarkan Manawadharmasastra109/115, bila memutuskan kaedah-kaedah hukum yang masih diragukan kebenarannya, keputusan diserahkan kepada majelis yang terdiri dari para ahli dalam bidang kitab suci dan logika agar keputusan yang dilakukan dapat menjamin rasa keadilan dan kepuasan yang menerimanya. f. Nibanda sebagai Sumber Hukum Hindu Keenam Nibanda merupakan kitab yang berisi kritikan, gubahan-gubahan baru dengan komentar yang memberikan pandangan tertentu terhadap suatu hal yang telah dibicarakan. Nibanda dijadikan pedoman dalam memberikan definisi dari suatu hukum atau tingkah laku sosial antar umat beragama Hindu. Istilah lain Nibanda adalah Bhasya yaitu jenis-jenis rontal yang membahas pandangan tertentu yang telah ada sebelumnya, dengan demikian Kuttaramanawa, Manusasana, Putrasasana, Rsisasana dll, semuanya termasuk ke dalam kelompok Nibandha. DAFTAR PUSTAKA Seregig, I Kt. 2007. Organisasi dan Hukum Adat Bal. Mutiara.

Bandar Lampng. Hal 1-160

Hukum Hindu juga berarti perundang-undangan yang merupakan bagian terpenting dari kehidupan beragama dan bermasyarakat. 

Ada kode etik yang harus dihayati dan diamal- kan oleh umat Hindu Dharma sehingga menjadi kebiasaan- kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. 

Dengan demikian pemerintah dapat menggunakan hukum ini sebagai kewenangan mengatur tata pemerintahan dan pengadilan, dapat menggunakan sebagai hukuman (atau "Pamidanda"; Hukum Adat) bagi masyarakat yang melanggarnya.

Sejarah keberadaan Hukum Hindu :

Menurut bukti-bukti sejarah, dokumen tertua yang memuat pokok-pokok hukum Hindu, untuk pertama kalinya kita jumpai di dalam Veda yang dikenal dengan nama Sruti. Kitab Veda Sruti tertua adalah kitab Reg Veda yang diduga mulai ada pada tahun 2000 SM. 

# Telah berkembang dan sejalan dengan peradaban budaya Bangsa Austronesia yang ada di Bali.

Adapun kitab-kitab berikutnya yang merupakan sumber hukum pula timbul dan berkembang pada jaman Smerti. Dalam jaman ini terdapat Yajur Veda, Atharwa Veda dan Sama Veda. Kemudian dikembangkan pula :

  • Kitab Brahmana;
    • Seperti halnya : Sata patha brahmana yang berkaitan dengan uraian panjang tentang ketuhanan/teologi, teristimewa observasi tentang jalannya upacara kurban suci.
  • dan Aranyaka.

Fase berikutnya dalam sejarah pertumbuhan sumber hukum Hindu adalah adanya kitab Dharmasastra yang merupakan kitab undang-undang murni bila dibandingkan dengan kitab Sruti.

Kitab ini dikenal dengan nama kitab smerti, yang memiliki jenis-jenis buku dalam jumlah yang banyak dan mulai berkembang sejak abad ke 10 SM. 

Kitab Smerti ini dikelompokkan menjadi enam jenis yang dikenal dengan istilah Sad Vedangga. Dalam kaitannya dengan hukum yang terpenting dari Sad Vedangga tersebut adalah dharma sastra (Ilmu Hukum). 

Kitab dharma sastra menurut bentuk penulisannya dapat dibedakan menjadi dua macam, antara lain; 

  • Sutra, yaitu bentuk penulisan yang amat singkat yakni semacam aphorisme. 
  • Sastra, yaitu bentuk penulisan yang berupa uraian-uraian panjang atau lebih terinci. 

Di samping kitab-kitab tersebut di atas yang digunakan sebagai sumber hukum Hindu, juga diberlakukan adat-istiadat. Hal ini merupakan langkah maju dalam perkembangan hukum Hindu.

Menurut catatan sejarah perkembangan hukum Hindu, periode berlakunya hukum tersebut pun dibedakan menjadi beberapa bagiandalam setiap zaman, antara lain; 

  • Pada zaman Krta Yuga, berlaku hukum Hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis oleh Manu.
  • Pada zaman Treta Yuga, berlaku hukum Hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis oleh Gautama.
  • Pada zaman Dwapara Yuga, berlaku hukum Hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis oleh Samkhalikhita.
  • Pada zaman Kali Yuga, berlaku hukum Hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis oleh Parasara.Selanjutnya sejarah pertumbuhan hukum Hindu dinyatakan terus berkembang. Hal ini ditandai dengan munculnya tiga mazhab dalam hukum Hindu di antaranya adalah, 1) Aliran Yajnawalkya oleh Yajnawalkya, 2) Aliran Mitaksara oleh Wijnaneswara, 3) Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana. 

Di Indonesia kita warisi berbagai macam lontar dengan berbagai nama, seperti Usana, Gajahmada, Sarasamuscaya, Kutara Manawa, Agama, Adigama, Purwadigama, Krtapati, Krtasima, dan berbagai macam sasana di antaranya Rajasasana, Siwasasana, Putrasasana, Rsisasana dan yang lainnya.

Semuanya itu adalah merupakan gubahan yang sebagian bersifat penyalinan dan sebagian lagi bersifat pengembangan. 

Perlu dan penting kita ketahui sumber hukum dalam arti sejarah adalah adanya Rajasasana yang dituangkan dalam berbagai prasasti dan paswara-paswara yang digunakan sebagai yurisprudensi hukum Hindu yang dilembagakan oleh raja- raja Hindu.

Hal semacam inilah yang nampak pada kita secara garis besarnya mengenai sumber-sumber Hukum Hindu berdasarkan sejarahnya. 

Kebutuhan akan pengetahuan tentang hukum Hindu juga dirasakan sangat perlu oleh umat Hindu untuk dipelajari dan dipahami. 

  • Untuk memahami bahwa berlakunya hukum Hindu di Indonesia dibatasi oleh filsafah negara Pancasila dan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
  • Untuk dapat mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan antara hukum adat Bali dengan hukum agama Hindu atau hukum Hindu.
  • Untuk dapat membedakan antara adat murni dengan adat yang bersumber kepada ajaran-ajaran agama Hindu.

Bentuk hukum Tuhan yang murni dalam ajaran agama Hindu disebut Rta atau Rita,yaitu hukum Tuhan yang murni bersifat absolut transendental. 

  • Rta yaitu hukum Tuhan yang bersifat abadi. 
  • Rta ini kemudian dijabarkan ke dalam tingkah laku manusia dan disebut Dharma. 
Dalam Weda, kitab Smrti dianggap sebagai kitab hukum Hindu karena didalamnya banyak memuat tentang syarat hukum yang disebut Dharma.

Istilah lain tentang hukum dalam ajaran agama Hindu yaitu Widhi, Dresta, Acara Agama, Wyawahara, Nitisastra, Rajaniti, dan Artasastra. 

Namun, dari sekian banyak istilah tersebut yang paling umum dalam ilmu hukum Hindu yaitu Dharma sebagai aturan, hukum, dan kewajiban agar selalu dapat berbuat kebaikan untuk dapat mencapai kebahagiaan dan kebenaran sejati.

***

Page 2

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA