Seseorang yang selalu mengutamakan kejujuran akan mendapatkan kemuliaan lebih tinggi

بسم الله الرحمن الرحيم

KEUTAMAAN PEDAGANG YANG JUJUR DAN AMANAH

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: « التَّاجِرُ الأَمِينُ الصَّدُوقُ الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِ – وفي رواية: مع النبيين و الصديقين و الشهداء –  يَوْمَ الْقِيَامَةِ » رواه ابن ماجه والحاكم والدارقطني وغيرهم

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Rasuluillah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti).”[1]

Hadis yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan seorang pedagang yang memiliki sifat-sifat ini, karena dia akan dimuliakan dengan keutamaan besar dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan dikumpulkan bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat. Imam ath-Thiibi mengomentari hadis ini dengan mengatakan, “Barangsiapa yang selalu mengutamakan sifat jujur dan amanah, maka dia termasuk golongan orang-orang yang taat (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala); dari kalangan orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid, tapi barangsiapa yang selalu memilih sifat dusta dan khianat, maka dia termasuk golongan orang-orang yang durhaka (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala); dari kalangan orang-orang yang fasik (buruk/rusak agamanya) atau pelaku maksiat”.[2]

Beberapa faidah penting yang dapat kita petik dari hadis ini:

– Maksud sifat jujur dan amanah dalam berdagang adalah dalam keterangan yang disampaikan sehubungan dengan jual beli tersebut dan penjelasan tentang cacat atau kekurangan pada barang dagangan yang dijual jika memang ada cacatnya.[3]

– Inilah sebab yang menjadikan keberkahan dan kebaikan dalam perdagangan dan jual beli, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kalau keduanya (pedagang dan pembeli) bersifat jujur dan menjelaskan (keadaan barang dagangan atau uang pembayaran), maka Allah akan memberkahi keduanya dalam jual beli tersebut. Akan tetapi kalau kaduanya berdusta dan menyembunyikan (hal tersebut), maka akan hilang keberkahan jual beli tersebut”.[4]

– Berdagang yang halal dengan sifat-sifat terpuji yang disebutkan dalam hadis ini adalah pekerjaan yang disukai dan dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat y, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang shahih.[5] Adapun hadis “Sembilan persepuluh (90 %) rezeki adalah dari perniagaan”, maka ini adalah hadis yang lemah, sebagaimana yang dijelaskan oleh syaikh al-Albani.[6]

– Maksud dari keutamaan dalam hadis ini: “…bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti)” bukanlah berarti derajat dan kedudukannya sama persis dengan derajat dan kedudukan mereka, tapi maksudnya dikumpulkan di dalam golongan mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا. ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ عَلِيمًا

“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan (dikumpulkan) bersama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.” (QS an-Nisaa’: 69-70)[7].

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

                                                                              Kota Kendari, 11 Jumadal Akhir 1433 H

                                                                                      Abdullah bin Taslim al-Buthoni

[1] HR Ibnu Majah (no. 2139), al-Hakim (no. 2142) dan ad-Daraquthni (no. 17), dalam sanadnya ada kelemahan, akan tetapi ada hadits lain yang menguatkannya, dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, HR at-Tirmidzi (no. 1209) dan lain-lain. Oleh karena itu, hadits dinyatakan baik sanadnya oleh imam adz-Dzahabi dan syaikh al-Albani (lihat “ash-Shahiihah” no. 3453).

[2] Lihat kitab “Syarhu sunani Ibni Majah” (hal. 155).

[3] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (3/278).

[4] HSR al-Bukhari (no. 1973) dan Muslim (no. 1532).

[5] HR ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabiir” (23/300, no. 674) dan dinyatakan jayyid (baik/shahih) oleh syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaa-ditsish shahiihah” (no. 2929).

[6] Dalam “Silsilatul ahaa-ditsidh dha’iifah” (no. 3402).

[7] Lihat keterangan imam adz-Dzahabi dalam “Miizaanul i’tidaal” (3/413).

Artikel www.PengusahaMuslim.com

Seseorang yang selalu mengutamakan kejujuran akan mendapatkan kemuliaan lebih tinggi

Dalam kehidupan bermasyarakat, komunikasi adalah salah satu modal utama untuk menjalin relasi yang baik. Karakter dan kepribadian seseorang dapat mempengaruhi baik dan buruknya hubungan orang tersebut dengan rekan- rekannya. Mendapatkan kepercayaan rekan menjadi hal yang begitu harus dimiliki oleh seseorang. Alangkah bangga dan bahagianya jika kita mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Tentu saja, untuk mendapat kepercayaan itu kita harus memiliki kepribadian yang baik.
Keto Bodybuilding: Kan du få muskler uten karbohydrater? primobolan ‘keto og kroppsbygging hjalp meg med å overvinne overstadig spiseforstyrrelse’ Dalam hal ini, tentunya kita harus memiliki pribadi yang jujur agar dapat dipercayai oleh rekan kita tersebut. Dalam hal agama, kejujuran merupakan sebuah akhlak terpuji yang tentunya akan mendapatkan ganjaran dari setiap perbuatannya.

La guida definitiva per costruire il proprio piano di allenamento per il bodybuilding | BarBend anastrozolo le migliori tecniche di bodybuilding per ragazzi | salute dell’uomo


Namun, kejujuran yang seperti apa yang akan mendapatkan sebuah reward baik dari sesama manusia maupun dari pencipta-Nya. Maka, dengan ditulisnya makalah ini diharapkan dapat menjadi pencerahan agar kita menjadi pribadi yang memiliki akhlak yang disenangi tersebut, yaitu kejujuran. Seperti apa kejujuran itu, bagaimana kita berlaku jujur, dan apa manfaat dari kejujuran itu akan dijelaskan dalam artikel di bawah ini.

Definisi Kejujuran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kejujuran berasal dari kata “jujur” yang berimbuhan ke- dan -an, dan mempunyai arti lurus hati, tidak berbohong, tidak curang dan tulus atau ikhlas.[1] Dalam Bahasa Arab, Tabrani Rusyan mengatakan bahwa jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang berarti benar, dapat dipercaya. Itu berarti bahwa jujur adalah kesesuaian dan kebenaran dari  perkataan dan perbuatan yang sesuai dengan kenyataan.[2]

Jujur adalah sebuah upaya perbuatan untuk menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya baik ucapan, perbuatan dan tindakan[3]

Selain itu, Sawitri Supardi Sadarjoen mengatakan bahwa jujur merupakan sebuah kepribadian sifat yang ada pada diri seseorang. Jujur ditunjukkan dengan perilaku dan perkataan tanpa menipu dan disembunyikan untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Dan jujur merupakan sebuah energi positif.[4]

Jadi dapat disimpulkan bahwa jujur adalah sebuah perilaku positif yang apabila kita berkata dan berbuat sesuatu, keduanya selalu berkesinambungan. Tidak melakukan kecurangang- kecurangan itu juga merupakan bentuk kejujuran. Jujur menyebabkan kita menjadi orang yang dapat dipercaya

Ayat- Ayat tentang Kejujuran dan Tafsirnya

Qs. Al- Maidah: 8

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Diperintahkan kepada orang- orang beriman agar membiasakan diri untuk selalu menegakkan kebenaran dalam melakukan perkara dunia maupun akhirat (agama) dengan penuh rasa ikhlas. Yaitu jika beramal dilakukan dengan baik dan benar tanpa berbuat dzalim terhadap yang lain. Melakukan ‘amr ma’ruf dan nahyi munkar adalah salah satu bentuk menegakkan kebenaran untuk mengharap ridha Allah.

Dalam ayat ini diterangkan bahwa bentuk kejujuran adalah menyatakan kebenaran dalam persaksian secara adil, tanpa didasari unsur apapun, kepada siapapun sekalipun terhadap musuh. Karena apabila terjadi ketidak adilan maka akan timbul perpecahan di masyarakat karena telah hilangnya rasa percaya.

Keadilan adalah salah satu jalan untuk mendapat ridho Allah, dan menunjukkan bahwa kita adalah orang yang bertaqwa. Dengan berlaku adil, kita menghindarkan diri dari murka Allah. Setiap perbuatan tentu ada balasannya, termasuk berlaku adil. Jika seseorang meninggalkan keadilan makan balasan yang ia dapat di dunia adalah kehinaan dan kenistaan. Sedangkan balasan di akhirat adalah murka Allah.[5]

Salah satu dari bentuk kejujuran adalah adil dalam persaksian. Memberikan keterangan yang benar dalam persaksian secara adil dan ikhlas terhadap siapapun sekalipun terhadap musuh, menunjukkan bahwa kita benar orang yang bertaqwa. Memberikan kesaksian yang adil adalah suatu bentuk kejujuran agar kita senantiasa mendapatkan ridho dari Allah swt.

Qs At Taubah: 119

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”

Dalam ayat ini diterangkan bahwa orang yang beriman akan memenuhi perintah Allah untuk bertaqwa dan merasa takut kepadaNya. Dan meninggalkan segala larangannya. Termasuk larangan untuk tidak Bersama- sama dengan orang munafik melakukan dosa yaitu dengan berdusta dan bersumpah untuk kedustaan itu.

Kebohongan itu hanya boleh dilakukan (rukhsohnya) dalam 3 hal:

  • Tipu daya dalam berperang (beradu strategi)
  • Mendamaikan dua pihak yang bersengketa
  • Seorang suami yang berbohong bertujuan untuk menyenangkan hati sang istri.[6]

Sebagai orang yang beriman kita harus selalu taat terhadap perintah dan larangan Allah swt. Dan Allah melarang kita untuk menjauhi perbuatan dusta agar kita tidak temasuk orang yang munafik. Kita harus senantiasa jujur dalam hal apapun. Karena tidak jujur adalah perbuatan dosa.

Kebohongan hanya boleh dilakukan atas dasar 3 hal diatas, itu merupakan sebuah keringanan yang diberikan oleh Allah swt.

Qs Al- Ahzab: 35

وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ ……

“…laki-laki dan perempuan yang benar,…”

Allah swt menjelaskan dalam ayat ini tentang sifat- sifat hambanya yang akan masuk surga dan diampuni segala salah dan dosanya, yaitu:

  • Tunduk dan taat terhadap hukum Islam, baik perbuatan ataupun ucapan.
  • Mempercayai dan membenarkan ajaran Allah dan RasulNya.
  • Selalu khusyu dan tenang dalam menjalankan perintah agama.
  • Menunjukkan tanda keimanan dengan berucap dan berbuatan kebenaran.[7]

Allah akan mengampuni dan memasukkan hambanya ke dalam surga jika ia beriman dengan selalu menjalankan perintah Allah, juga berlaku dan berkata yang benar.

Qs Az- Zumar: 33

وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.”

Dalam ayat ini yang dimaksud dengan kebenaran adalah agama Islam dan yang membawanya adalah Nabi Muhammad. Kaum mu’min yaitu orang yang mempercayai kebenaran. Dan orang- orang yang bertaqwa adalah Rosul dan semua kaum mu’min ini.[8]

Rosul dan kaum mu’min merupakan orang yang bertaqwa. Dan salah satu ciri orang mu’min itu ialah mempercayai ajaran Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, dan berbuat kebenaran itu sendiri.

Qs Muhammad: 21

طَاعَةٌ وَقَوْلٌ مَعْرُوفٌ ۚ فَإِذَا عَزَمَ الْأَمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ

“Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.”

Untuk orang munafik dijelaskan dalam ayat ini adalah daripada takut dan gentar menghadapi musuh lebih baik taat kepada Allah dan Nabi Muhammad saw dan berkata dengan ucapan yang ma’ruf. Itu jika mereka mengaku benar- benar beriman.[9]

Untuk menujukkan keimanan kita, kita harus menjauhi sifat orang munafik yang kebih takut terhadap musuh daripada kepada Allah. Dan kita harus selalu mengucapkan perkataan yang baik.

Qs Al- Ankabut: 3

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”.

Dalam ayat ini Allah menunjukkan perbedaan antara orang yang benar- benar beriman dan orang yang imannya dusta yaitu dengan cara menimpakan kepada mereka sesuatu yang menyerupai sebuah ujian dan cobaan. Dan Allah akan membalas masing- masing sesuai haknya.[10]

Jadi, orang yang berdusta dalam keimanannya akan Allah timapakan ujian kepadanya. Setiap perbuatan akan Allah berikan balasannya sesuai hak nya, yang berdusta Allah timpakan cobaan kepadanya dan yang benar dalam keimanannya Allah membalas sesuai haknya atas kejujurannya.

QS Al- Anfal: 58

وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ خِيَانَةً فَانْبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَىٰ سَوَاءٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ

“Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat”.

Ketika mengadakan perjanjian dengan suatu kaum tetapi kamu mengkhawatirkan kaum tersebut mengkhianati perjanjian itu karena kamu melihat jelas tanda- tandanya, maka sebelum pengkhianatan itu terjadi hendaklah untuk segera menutup pintu pengkhianatan itu. Yaitu dengan cara memberi tahu kepada mereka dengan cara terang- terangan, tanpa menipu dan tidak tertutup dihadapan mereka dengan sebuah peringatan bahwa kalian tidak akan terikat lagi dengan mereka dan tidak akan lagi mengurusi urusan mereka.

Segala bentuk pengkhianatan sangat dilarang dalam Islam. Ringkasnya dalam ayat ini diterangkan bahwa kita tidak boleh memerangi lawan tanpa memberi tahu terlebih dahulu jika perjanjian tersebut telah dibatalkan. Hal itu bertujuan agar kita tidak dituduh sebagai pelanggar janji.

Segala bentuk pengkhianatan dibenci. Tidak ada jalan lain ketika telah mengetahui tanda- tandanya untuk melemparkan perjanjian tersebut kepada secara terang- terangan kepada mereka agar terhindar dari bahaya orang-orang kafir.[11]

Agar kita terhindar dari bahaya orang kafir, jika kita mengadakan sebuah perjanjian dengan suatu kaum dan kita melihat tanda- tanda pengkhianatan maka kita harus segera menutup pintu pengkhianatan tersebut. Dan kita harus memberikan peringatan secara terang- terang kepada mereka dengan tidak lagi terikat dan mengurusi urusan mereka.

QS An- Nahl: 105

إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.”

Sebagai dalil dari wujud dan ke-EsaanNya Allah menegakkan hujjah dan ayat- ayat nya di alam ini. Namun ada orang- orang yang tidak mempercayainya, orang- orang itu adalah orang yang berbuat dusta dan kebatilan. Mereka berbuat dusta karena mereka merasa tidak takut terhadap siksa Allah, dan mereka tidak mengharapkan pahala dari kepercayaan mereka terhadap ayat- ayat Allah itu. Hal demikian bukan termasuk sifat Nabi saw dan kaum mu’min, melainkan itu adalah sifat- sifat kaum musyrik. Maka Allah menghukum mereka sebagai pendusta yang hina.[12]

Jika kita ingin mengikuti sifat Nabi dan tergolong kaum mu’min maka kita tidak boleh melakukan perbuatan dusta yang tidak mempercayai ayat- ayat bukti wujud dan k e- Esaan Allah seperti sifat- sifat kaum musyrik. Agar kita terlepas dari siksa Allah swt.

Indikator Kejujuran

  1. Berkata yang benar
  2. Bertindak sesuai dengan apa yang dipikirkan
  3. Berkata benar walau orang lain tidak menyetujui[13]
  4. Sesuai antara perkataan dan perbuatan
  5. Memberikan kesaksian dengan adil
  6. Mempercayai dan membenarkan ajaran Allah dan Rasulnya
  7. Taat terhadap perintah dan larangan Allah
  8. Menepati janji (tidak ingkar)

.

Macam-macam Bentuk Kejujuran

Kejujuran dapat dilihat dari berbagai bentuk, berikut adalah uraian dari macam- macam bentuk kejujuran:

Niat merupakan suatu makna disertai maksud dan keinginan. Suatu amal jika tidak disertai niat maka tidak sah dan tidak akan diterima. Dengan niat, dapat menentukan atau menjadikan besar dan kecilnya suatu amalan.[14] Hal tersebut sesuai dengan sebuah hadits yang berbunyi  اِنَّمَا الْاَعْمَالُ بِا النِّيَاتِ وَ اِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى  “sesungguhnya tiap- tiap amalan itu tergantung pada niatnya dan seseorang hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan”. Al fudhail berkata: Allah hanya menginginkan niat dan keinginanmu darimu. Jika suatu amalan dilakukan karena Allah, dinamakan ikhlas dan berarti tidak ada amalan untuk selain Allah. Amalan tersebut jika dilakukan untuk selain Allah maka dinamakan nifak, riya dan lain sebagainya.[15]

Bentuk kejujuran yang paling popular di masyarakat adalah jujur dalam perkataan. Seorang yang senantiasa berkata jujur akan mendapatkan kepercayaan dari orang lain dan tentunya dikasihi oleh Allah swt. Namun, jika seorang itu berdusta orang lain tidak akan mempercayainya.[16]

Cerminan dari seseorang yang memiliki sifat jujur salah satunya adalah menempati janjinya kepada siapapun, walaupun terhadap anak kecil sekalipun. Dalam sebuah hadits dikatakan: “Barangsiapa berkata kepada anak kecil, kemari saya beri korma ini, kemudian dia tidak memberinya, maka dia telah melakukan kebohongan” (HR. Ahmad).[17] Dan Allahpun memberikan pujian kepada orang yang berbuat jujur dalam menepati janjinya. Hal itu terdapat dalam Q.s Maryam ayat 54, yang artinya: “dan ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ismail dalam Al- Quran. Sesungguhnya ia adalah orang yang jujur dalam janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi”.

Jujur dalam bermu’amalah merupakan salah satu penyempurna dari bentuk- bentuk kejujuran yang lain. Sikap yang mencerminkan seorang muslim adalah tidak pernah menipu, memalsukan, dan berkhianat walau kepada non muslim sekalipun. Dalam melakukan jual beli tidak melakukan kecurangan dengan mengurangi atau menambah takaran dan timbangan.[18]

Jujur dalam hal ini merupakan amalan yang paling mulia dan memiliki derajat tertinggi. Bukti dari bentuk shidiq (benar antara perkataan dan perbuatan) yaitu dengan benar  dalam seluruh amalan hati seperti takut, zuhud, ridha, tawakal dan lain- lain.[19] Nabi saw bersabda:

عَلَيْكُمْ بِا الصِّدْقِ فَاِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى أِلَى الْبِرِّ وَ اِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى أِلَى الْجَنَّةِ وَ مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَ يَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ الَّلهِ صِدِّيْقًا

“hendaklah kalian bersikap benar/ jujur, karena kebenaran itu akan mengantarkan pada kebaikan dan kebaikan akan menyampaikan ke surga. Seseorang itu selalu berlaku benar dan berusaha mencarinya hingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang suka berlaku benar”

Manfaat kejujuran

Jujur merupakan salah satu akhlak mahmudah (perbuatan terpuji), maka tentu saja apabila kita mengamalkannya kita akan mendapatkan banyak manfaat, diantara manfaat dari kejujuran adalah:

Orang yang berprilaku jujur tentu akan banyak disenangi orang. Karena ia tidak membuat perasaan khawatir dan curiga terhadap temannya. Maka dari itu orang yang berprilaku jujur akan dipermudah dalam bersosialisasi.

Hidup damai dan tentram akan tercipta atas terbiasanya kita berprilaku jujur. Karna akan menimbulkan sikap saling mempercayai, menghargai, saling peduli juga tidak saling merugikan.[20]

Perilaku jujur adalah perilaku yang selalu membawa kebaikan. Maka perilaku jujur juga pasti akan mendatangkan ridho Allah karena jujur merupakan suatu perbuatan yang disenangi Allah swt.

Catatan Kaki

 [1] Muhamad Arifin Bin Badri, Sifat Perniagaan Nabi, (Bogor: Pustaka Darul Ilmi, 2008), h. 76.

[2] A. Tabrani Rusyan, Pendidikan Budi Pekerti, (Jakarta: Inti Cipta Media Nusantara, 2006), h. 25.

[3] Humamah, Kamus Psikologi Super Lengkap, ( Yogyakarta: Cv. Andi Office, 2015), h. 182

[4] http://mustamitatan.blogspot.co.id/2015/06/kejujuran-jujur-merupakan-salah-satu.html

diakses  pada 30/12/17 17:14

[5] Ahmad Mushtafa Al- Maraghi, Tafsir Al Maraghi jilid 6, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1987), h. 128- 130

[6] Ahmad Mushtafa Al- Maraghi, Tafsir Al Maraghi jilid 11, h. 76-78

[7] Universitas Islam Indonesia, Al- Quran dan Tafsirnya Jilid VII, (Yogyakarta: Pt. Verisia Yogya Grafika, 1995), h. 10

[8] Moh. E. Hasim, Ayat Suci Lenyepaneun, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1993), h. 2

[9] Universitas Islam Indonesia, Al- Quran dan Tafsirnya Jilid IX, h. 353-354

[10] Ahmad Mushtafa Al- Maraghi, Tafsir Al Maraghi jilid 20, h. 200

[11] Ahmad Mushtafa Al- Maraghi, Tafsir Al Maraghi jilid 10, h. 33

[12] Ahmad Mushtafa Al- Maraghi, Tafsir Al Maraghi jilid 14, h. 260

[13] Mahmud Yaumi, Pendidikan Karakter Landasan, Pilar dan Implementasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2014), h. 65- 66

[14] Tafsir Al- ‘Usyr Al- Akhir dari Al- Quran Al Karim, h. 100

[15] Tafsir Al- ‘Usyr Al- Akhir dari Al- Quran Al Karim, h. 100

[16] Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin, Meneladani Akhlak Nabi Membangun Kepribadian Muslim, (Bandung: Rosdakarya, 2006), h. 189

[17] https://www.scribd.com/document/320513565/KEJUJURAN-pdf, diakses pada 30/12/17 20:45

[18] Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin, Meneladani Akhlak Nabi Membangun Kepribadian Muslim, h. 191

[19] Tafsir Al- ‘Usyr Al- Akhir dari Al- Quran Al Karim, h. 104

[20] http://mustamitatan.blogspot.co.id/2015/06/kejujuran-jujur-merupakan-salah-satu.html

diakses  pada 3/1/18 10:14

[21] Mahmud Yaumi, Pendidikan Karakter Landasan, Pilar dan Implementasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2014), h. 65- 66