Tweet Tue 21 February 2006 03:37 | Shalat > Shalat Jama | 9.674 views
Pertanyaan : Assalaamu'alaikum wr. wb. Moga Ustadz dalam keadaan sehat wal afiat. Saya minta pencerahan dari Ustadz untuk saya yang bekerja harus bergerak terus, dalam artian harus mengadakan perjalanan yang jauh selama sehari. Saya ingin bertanya mengenai jama' Sholat Fardhu jika kita mengadakan perjalanan pulang pergi dalam satu hari. Di mana jarak antara kota A dan kota B sekitar 50 km. Sehingga perjalanan keseluruhan menjadi 100 km? Di mana syarat boleh jama' adalah 81 km. Dan juga batasan lama waktu untuk boleh menjama' Sholat Fardhu adalah selama 3 hari, kurang lebih begitu yang saya tahu. Bagaimana pula jika saya dalam sehari mengadakan perjalanan di dalam Kota yang bertotal jarak yang ditempuh lebih dari 81 km? Apalagi contohnya di kota Jakarta yang luas ini. Atas jawabannya saya ucapkan Syukron. Jawaban : Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Masalah hukum shalat dalam safar memang cukup banyak mengalami perbedaan pendapat di kalangan ulama. Hal itu terjadi karena begitu banyaknya dalil yang satu sama lain kelihatan saling berbeda. Meski tetap masih bisa dicarikan titik temuanya. Dan sebelum kita membuat suatu dalil bila berbenturan dengan dalil lainnya, sebaiknya memang dicarikan titik temua di antara keduanya. Dengan demikian kita akan selamat dari bahaya menafikan suatu dalil yang ada di hadapan mata. Karena itulah sangat wajar bila kita mendapati para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan menjama` shalat dilihat dari segi batas minimal jarak perjalanan. Paling tidak yang bisa kita tampilkan di sini adalah pendapat yang cukup mewakili dari keberagaman pendapat. 1. Pendapat Pertama: 2. Pendapat Kedua: Langkah kakinya pun bukan langkah yang terburu-buru, tidak terlalu cepat juga tidak terlalu lambat. Perjalanan dalam seharinya tidak diharuskan perjalanan yang terus menerus, melainkan sejak pagi hingga tengah hari, lalu istirahat. 3. Pendapat Ketiga: Seorang musafir dapat mengambil rukhsah (keringanan) shalat dengan mengqashar dan menjama’ jika telah memenuhi jarak tertentu. Rasulullah SAW bersabda: Dari Yahya bin Yazid al-Hana’i berkata, saya bertanya pada Anas bin Malik tentang jarak shalat Qashar. Anas menjawab, "Adalah Rasulullah SAW jika keluar menempuh jarak 3 mil atau 3 farsakh beliau shalat dua rakaat.” (HR Muslim) Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda, ”Wahai penduduk Makkah janganlah kalian mengqashar shalat kurang dari 4 burd dari Mekah ke Asfaan.” (HR at-Tabrani, ad-Daruqutni, hadits mauquf) Dari Ibnu Syaibah dari arah yang lain berkata, ” Qashar shalat dalam jarak perjalanan sehari semalam”. Dan begitulah yang dilaksanakan sahabat seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. Sedangkan hadits Ibnu Syaibah menunjukkan bahwa qashar shalat adalah perjalanan sehari semalam. Dan ini adalah perjalanan kaki normal atau perjalanan unta normal. Dan setelah diukur ternyata jaraknya adalah sekitar 4 burd atau 16 farsakh. Dan pendapat inilah yang diyakini mayoritas ulama seperti imam Malik, imam asy-Syafi’i dan imam Ahmad serta pengikut ketiga imam tadi. Perhatian: 1. Lazimnya yang disebut safar itu adalah perjalanan ke luar kota. Sedangkan berputar-putar di dalam kota meski jaraknya lebih dari 100 km, belum dikatakan sebagai safar, melainkan keliling-keliling. 2. Jarak 16 farsakh yang telah ditetapkan oleh banyak ulama ini tidak diukur pulang pergi, melainkan sekali jalan. Meski pun demikian, seseorang sudah boleh mengqashar atau menjama' shalatnya sebelum mencapai jarak 16 farsakh itu, asalkan posisinya sudah keluar dari batas kota dan jarak perjalanan yang akan ditujunya minimal mencapai 16 farksah itu. Misalnya anda berniat mau pergi ke puncak pass dari Jakarta. Jaraknya diperkirakan 90 km. Begitu anda keluar dari kota Jakarta, anda sudah boleh melakukan qashar atau jama`. Anda bisa shalat di pemberhentian Sentul atau Ciawi. Tetapi anda belum boleh melakukannya di rumah anda, atau di masjid depan rumah, karena anda masih beradadi dalam kota Jakarta. Hal seperti ini banyak kita dapati keterangannya dari para ulama. Wallahu a'lam bishshawab Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Baca Lainnya :
TOTAL : 2.296 tanya-jawab | 46,583,796 views
Ilustrasi mudik dengan mobil pribadi Berapa kilometer jarak perjalanan yang memperbolehkan seorang muslim tidak diwajibkan berpuasa? Andika Satria Putra Jawab: Sesuai dengan Surat Al-Baqarah 184 dan 185, seseorang yang sedang bepergian dan musafir boleh tidak berpuasa dengan kewajiban men-qadha pada hari lain di luar Bulan Ramadhan. Musafir yang mendapatkan rukhsah (keringanan) adalah mereka yang bepergian untuk tujuan yang baik dan menimbulkan kesulitan dan membahayakan keselamatan (masyaqqah). Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat mengenai jarak perjalanan. Menurut Imam Hanafi seseorang yang bepergian 1 farsah (sekitar 1 mil) boleh tidak berpuasa. Menurut Imam Syafii, jarak minimal musafir boleh tidak berpuasa adalah 83 kilometer. Akan tetapi, seiring dengan kemajuan teknologi transportasi yang memungkinkan manusia melakukan perjalanan dengan aman dan nyaman, jarak perjalanan menjadi relatif. Karena itu yang menjadi ukuran bukanlah jarak, tetapi tingkat kesulitan dan keselamatan perjalanan. Walaupun seseorang yang bepergian boleh tidak berpuasa, Alquran lebih mengutamakan mereka yang mampu untuk tetap berpuasa karena keutamaan-keutamaan yang diberikan oleh Allah dalam Bulan Ramadhan. Wallahu alam.DR. H. Abdul Mu'ti, M.Ed Jawab: pada prinsipnya Islam adalah agama yang mudah. khusus dalam masalah puasa Allah menegaskan bahwa bagi yang sakit atau melakukan perjalanan, Dia hanya menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan bagi hamba-hamba-Nya (Al-baqarah:185). dengan demikian jika sakit atau safar (bepergian) yang dialami seseorang dirasa berat jika ia sambil berpuasa, maka pada prinsipnya dia boleh berbuka dengan kewajiban mengganti pada hari yang lain. namun Allah menegaskan pada ayat sebelumnya (184) bahwa puasa itu lebih baik (jika masih kuat untuk melakukannya). jadi kita harus jujur pada diri sendiri, dan Allah Maha Mengetahui bisikan hati kita. mengenai jarak, para ulama kebanyakan menghubungkannya dengan jarak bolehnya mengqashar shalat. Ada beberapa pendapat ulama dalam permasalahan ini :
|