Sedekah jariyah untuk orang tua yang sudah meninggal

Bagaimana hukumnya bersedekah untuk orang yang sudah meninggal? Pertanyaan ini sering kali muncul dari seorang anak, sanak saudara, atau kerabat dekat dari orang-orang yang sudah ditinggalkan orang tersayang.

Kematian memang tidak bisa dipisahkan dari hidup manusia. Saat ajal menjemput, saat itulah kita harus siap menghadapinya. Namun, bagaimana sebenarnya? Apakah bersedekah untuk orang yang sudah meninggal ini diperbolehkan?

Dalil Hukum Tentang Sedekah untuk Orang yang Sudah Meninggal

Sebagai pendasaran untuk membahas apakah boleh bersedekah untuk orang yang sudah meninggal, maka kita bisa merujuk dari hadits-hadits yang berkaitan erat dengan hal tersebut. Berikut ini adalah penjelasannya.

  1. Hadits yang Diriwayatkan oleh Bukhari & Muslim 

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah SAW: Sesungguhnya ibuku telah wafat, apakah bermanfaat baginya jika saya bersedekah atas namanya? Jawab beliau: “Ya”. Orang itu berkata: Sesungguhnya saya mempunyai kebun yang berbuah, maka saya mempersaksikan kepadamu bahwa saya telah menyedekahkannya atas namanya.” (HR. Bukhari)

Sabda beliau, 

Diriwayatkan dari Aisyah RA: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW: Sesungguhnya ibuku meninggal secara mendadak, dan saya menduga jika dia berkata pasti dia bersedekah, maka apakah dia mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya? Jawab beliau: “Ya” (HR Bukhari & Muslim) 

Sabda beliau lagi, 

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw: Sesungguhnya ayahku wafat dan meninggalkan harta akan tetapi beliau belum berwasiat. Maka apakah dia dihapuskan (dosanya) jika saya bersedekah atas namanya? Jawab beliau: “Ya” (HR Bukhari & Muslim)

Dari ketiga hadits di atas kita bisa melihat bahwa sedekah bisa mengatasnamakan orang yang sudah meninggal, khususnya atas nama orang tua kita. Adapun pahalanya, akan sampai kepada mereka walau sudah tidak ada lagi di dunia ini. 

  1. Dalam Al-Quran Surat An-Najm Ayat 39

Berapa ulama juga menyandarkan penafsiran hadits di atas dengan QS An-Najm ayat 39. Di dalam ayat tersebut berbunyi “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”

Diambil dari laman suaramuhammadiyah, dapat diambil beberapa kesimpulan berikut ini:

  • Sesuai dengan yang disampaikan dari QS An-Najm Ayat 39, sebenarnya manusia tidak memperoleh pahala dari Allah selain dari apa yang diusahakan dan dikerjakannya di dunia, atau sebelum ia meninggal. Setelah meninggal, orang tersebut tidak akan mendapatkan pahala apa-apa karena ia tidak lagi beramal shaleh 
  • Namun, ayat tersebut bersifat umum dan dijelaskan atau dikhususkan oleh hadits-hadits dari Bukhari dan Muslim. Bahwa sedekah yang dilakukan dari seorang anak dengan atas nama orang tuanya, pahalanya akan sampai kepada orang tua yang sudah meninggal. Sebagian ulama menjelaskan bahwa niat dan perilaku anak untuk bersedekah tersebut, itu adalah hasil didikan orang tuanya ketika ia masih di dunia dulu. Untuk itu jelas layak jika sedekah sampai kepadanya
  • Sedekah atas nama orang tua yang sudah meninggal, terdapat dalil atau sandaran hukumnya, sehingga bukan perkara yang bid’ah.

Selain itu, seperti yang dilansir dari website Nahdlatul Ulama, para ulama juga menguatkan pandangannya dari hadits berikut ini. 

“Dari Ibnu Abbas ra: bahwasannya ibu Sa’d bin Ubadah ra meninggal dunia, sementara saat itu, ia (Sa’d) tidak berada disisinya. Kemudian Sa’d bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia sementara aku tidak mengikuti prosesi pengurusan jenazah (tidak hadir di tempat), apabila aku bersedekah untuknya, apakah hal itu berguna baginya? Rasulullah menjawab: iya. Lalu Sa’d berkata: sesungguhnya aku mempersaksikan kepadamu wahai Rasulullah bahwasannya kebunku yang sedang berbuah kusedekahkan kepadanya (ibuku).”

Hadits yang lain juga menyampaikan,

“Dari Abi Hurairah ra, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seorang manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shalih yang mendoakannya.”

Baca Juga: Inilah Perbedaan Antara Zakat, Infak, Sedekah

Berdasarkan hadits di atas, para ulama ahlussunnah, berpandangan bahwa pahala dari sedekah, infak, bacaan Al-Quran, dzikir, serta amal shaleh lainnya yang disampaikan oleh orang yang masih hidup dan ditujukan untuk sesama muslim yang sudah meninggal, pahalanya akan sampai kepadanya. 

Potensi Perbedaan Pendapat

Tidak dipungkiri bahwa setiap penafsiran dalam Islam, bisa saja melahirkan perbedaan pendapat. Untuk itu dalam hal ini, kita bisa mengembalikan persoalan kepada Al-Quran dan Hadits serta bagaimana para ulama dalam menafsirkannya.

Jika dilihat dan apa yang disampaikan dari para ulama, sedekah dari anak akan sampai kepada orang tua yang sudah meninggal. Tidak ada larangan untuk melaksanakannya. Begitupun dengan saudara sesama muslim.

Namun, sebagai manusia kita tidak bisa memastikan persoalan pahala. Semuanya adalah rahasia Allah begitupun penilaian dan perhitungannya bukanlah kuasa diri kita. Wallahualam bishawab. 

Tentang sedekah untuk orang yang sudah meninggal, sahabat juga bisa membaca artikel berikut ini Cara Berbakti Kepada Orang Tua yang Sudah Meninggal.

Sedekah jariyah untuk orang tua yang sudah meninggal

BANGKAPOS.COM - Berikut ini ulasan mengenai contoh sedekah untuk orang tua yang sudah meninggal.

Termasuk bagaimana sebaiknya berniat melakukannya.

Seperti diketahui, dalam Islam, sedekah merupakan satu di antara amalan yang sangat dianjurkan.

Rasulullah SAW juga sangat menganjurkan ini.

Sedekah juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata.

Sedekah dimaknai sebagai sesuatu yang diberikan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala.

Sedekah juga dapat kita maknai dengan segala bentuk / macam kebaikan yang dilakukan oleh seseorang karena membenarkan adanya pahala / balasan dari Allah SWT.

Baca juga: Niat Sedekah untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal Dunia dan Bagaimana Pahalanya

Sedekah dapat berbentuk harta seperti zakat atau infaq, tetapi dapat pula sesuatu hal yang tidak
berbentuk harta.

Misalnya seperti senyum, membantu kesulitan orang lain, menyingkirkan rintangan di jalan, dan berbagai macam kebaikan lainnya.

Seperti halnya infaq, dalam shadaqah tidak di tetapkan bentuknya, bisa berupa barang, harta maupun satu sikap yang baik.

Halaman selanjutnya arrow_forward

Sumber: bangkapos.com

Tags:

BANGKAPOS.COM - Sedekah merupakan satu di antara amalan dalam Islam yang sangat dianjurkan.

Rasulullah SAW juga sangat menganjurkan ini.

Selain membahas mengenai niat sedekah untuk orang tua yang sudah meninggal dunia, keseluruhan artikel ini juga akan membahas mengenai niat sedekah untuk anak yatim dan niat sedekah agar cepat kaya.

Sebelum sampai ke sana, perlu dipahami sedekah dalam bahasa Arab disebut shadaqoh berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu.

Kemudian sedekah juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata.

Baca juga: Arti Innamal Amalu Binniyat Beserta Contoh Hadisnya dan Penjelasan Pentingnya Niat dalam Islam

Sedekah dimaknai sebagai Sesuatu yang diberikan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala.

Artinya ini adalah dengan satu tindakan yang dilakukan karena membenarkan adanya pahala / balasan dari Allah SWT.

Sehingga sedekah dapat kita maknai dengan segala bentuk / macam kebaikan yang dilakukan oleh seseorang karena membenarkan adanya pahala / balasan dari Allah SWT.

Sedekah dapat berbentuk harta seperti zakat atau infaq, tetapi dapat pula sesuatu hal yang tidak
berbentuk harta.

Misalnya seperti senyum, membantu kesulitan orang lain, menyingkirkan rintangan di jalan, dan berbagai macam kebaikan lainnya.

Halaman selanjutnya arrow_forward

Sumber: bangkapos.com

Tags:

SEDEKAH UNTUK ORANG TUA YANG TELAH MENINGGAL DUNIA[1]

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه الله

Sedekah yang dikeluarkan seorang anak untuk salah satu atau untuk kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia, maka pahalanya akan sampai kepada keduanya. Selain itu segala amal shalih yang diamalkan anaknya maka pahalanya akan sampai kepada kedua orang tuanya tanpa mengurangi pahala si anak tersebut, sebab si anak merupakan hasil usaha kedua orang tuanya.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya. [an-Najm/53:39].

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَطْـيَبَ مَـا أَكَـلَ الرَّجُلُ مِـنْ كَـسْبِهِ ، وَإِنَّ وَلَـدَهُ مِنْ كَسْبِـهِ.

Sesungguhnya sebaik-baik apa yang dimakan oleh seseorang adalah dari hasil usahanya sendiri, dan sesungguhnya anaknya adalah hasil usahanya.[2]

Apa yang ditunjukkan oleh ayat al-Qur`ân dan hadits di atas diperkuat lagi oleh beberapa hadits yang secara khusus membahas tentang sampainya manfaat amal shalih sang anak kepada orang tua yang telah meninggal, seperti sedekah, puasa, memerdekakan budak, dan lain-lain semisalnya. Hadits-hadits tersebut ialah:

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma :

أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أُمّـِيْ افْـتُـلِـتَتْ نَـفْسُهَا (وَلَـمْ تُوْصِ) فَـأَظُنَّـهَا لَوْ تَـكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، فَـهَلْ لَـهَا أَجْـرٌ إِنْ تَـصَدَّقْتُ عَنْهَا (وَلِـيْ أَجْـرٌ)؟ قَالَ: «نَعَمْ» (فَـتَـصَدَّقَ عَـنْـهَا).

Bahwasanya ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara tiba-tiba (dan tidak memberikan wasiat), dan aku mengira jika ia bisa berbicara maka ia akan bersedekah, maka apakah ia memperoleh pahala jika aku bersedekah atas namanya (dan aku pun mendapatkan pahala)? Beliau menjawab, “Ya, (maka bersedekahlah untuknya).”[3]

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma :

أَنَّ سَعْـدَ بْنَ عُـبَـادَةَ -أَخَا بَـنِـيْ سَاعِدَةِ- تُـوُفّـِيَتْ أُمُّـهُ وَهُـوَ غَـائِـبٌ عَنْهَا، فَـقَالَ: يَـا رَسُوْلَ اللّٰـهِ! إِنَّ أُمّـِيْ تُـوُفّـِيَتْ، وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا، فَهَلْ يَنْـفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ بِـشَـيْءٍ عَنْهَا؟ قَـالَ: نَـعَمْ، قَالَ: فَـإِنّـِيْ أُشْهِـدُكَ أَنَّ حَائِـطَ الْـمِخْـرَافِ صَدَقَـةٌ عَلَـيْـهَا.

Bahwasanya Sa’ad bin ‘Ubadah –saudara Bani Sa’idah– ditinggal mati oleh ibunya, sedangkan ia tidak berada bersamanya, maka ia bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Sesungguhnya ibuku meninggal dunia, dan aku sedang tidak bersamanya. Apakah bermanfaat baginya apabila aku menyedekahkan sesuatu atas namanya?” Beliau menjawab, “Ya.” Dia berkata, “Sesungguhnya aku menjadikan engkau saksi bahwa kebun(ku) yang berbuah itu menjadi sedekah atas nama ibuku.”[4]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّ أَبِـيْ مَاتَ وَتَـرَكَ مَالًا، وَلَـمْ يُـوْصِ، فَهَلْ يُـكَـفّـِرُ عَنْـهُ أَنْ أَتـَصَدَّقَ عَنْـهُ؟ قَالَ: نَـعَمْ.

“Sesungguhnya ayahku meninggal dunia dan meninggalkan harta, tetapi ia tidak berwasiat. Apakah (Allâh) akan menghapuskan (kesalahan)nya karena sedekahku atas namanya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.”[5]

Imam asy-Syaukani t berkata, “Hadits-hadits bab ini menunjukkan bahwa sedekah dari anak itu bisa sampai kepada kedua orang tuanya setelah kematian keduanya meski tanpa adanya wasiat dari keduanya, pahalanya pun bisa sampai kepada kedua-nya. Dengan hadits-hadits ini, keumuman firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala berikut ini dikhususkan:

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya. [an-Najm/53:39].

Tetapi, di dalam hadits tersebut hanya menjelaskan sampainya sedekah anak kepada kedua orang tuanya. Dan telah ditetapkan pula bahwa seorang anak itu merupakan hasil usahanya sehingga tidak perlu lagi mendakwa ayat di atas dikhususkan oleh hadits-hadits tersebut. Sedangkan yang selain dari anak, maka menurut zhahir ayat-ayat al-Qur`ân, pahalanya tidak akan sampai kepada orang yang sudah meninggal dunia. Maka hal tersebut tidak perlu diteruskan hingga ada dalil yang mengkhususkannya.[6]

Syaikh al-Albani rahimahullah mengomentari pernyataan di atas dengan berkata, “Inilah pemahaman yang benar yang sesuai dengan tuntutan kaidah-kaidah ilmiah, yaitu bahwa ayat al-Qur`ân di atas tetap dengan keumumannya, sedangkan pahala sedekah dan lain-lainnya tetap sampai dari seorang anak kepada kedua orang tuanya, karena ia (anak) hasil dari usahanya, berbeda dengan selain anak…”[7]

Adapun pengiriman pahala bacaan al-Qur`ân, Yasin, al-Fâtihah, kepada orang yang sudah meninggal maka tidak akan sampai, karena semua riwayat-riwayat hanya menyebutkan tentang sampainya pahala sedekah anak kepada orang tua (bukan bacaan al-Qur`ân). Berdasarkan ayat:

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya. [an-Najm/53:39].

Ketika menafsirkan ayat di atas, al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sebagaimana dosa seseorang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, maka demikian pula ganjaran seseorang (tidak dapat dipindahkan/dikirimkan) kepada orang lain, kecuali apa yang didapat dari hasil usahanya sendiri. Dari ayat ini Imam asy-Syafi’i dan orang (para ulama) yang mengikuti beliau beristinbat (mengambil dalil) bahwa mengirimkan pahala bacaan al-Qur`ân tidak sampai kepada si mayit karena yang demikian bukanlah amal dan usaha mereka. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyunnahkan ummatnya (mengirimkan pahala bacaan al-Qur`ân kepada mayyit) dan tidak pernah mengajarkan kepada mereka dengan satu nash yang sah dan tidak pula dengan isyarat. Dan tidak pernah dinukil ada seorang sahabat pun yang melakukan demikian. Seandainya hal itu (menghadiahkan pahala bacaan al-Qur`ân kepada mayit) adalah baik, semestinya merekalah yang lebih dulu mengerjakan perbuatan yang baik itu. Tentang bab amal-amal qurbah (amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) hanya dibolehkan berdasarkan nash (dalil/contoh dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) dan tidak boleh memakai qiyas atau pendapat.”[8]

Baca Juga  Mengungkit Sedekah Merusak Berkah Ibadah

Apa yang telah disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Imam asy-Syafi’i itu merupakan pendapat sebagian besar ulama dan juga pendapatnya Imam Hanafi, sebagaimana dinukil oleh az-Zubaidi dalam Syarah Ihya’ ‘Ulumuddin (X/369)[9].

Wallâhu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XVI/1434H/2013M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196] ______ Footnote [1]. Lihat Ahkâmul-Janâ-iz, hlm. 216-219 dan az-Zakâh fil-Islâm, hlm. 597-600. [2]. Shahîh, HR Ahmad (VI/41, 126, 162, 173, 193, 201, 202, 220), Abu Dawud (no. 3528), at-Tirmidzi (no. 1358), an-Nasa-i (VII/241), Ibnu Majah (no. 2137), dan al-Hakim (II/46). [3]. Shahîh, HR al-Bukhari (no. 1388), Muslim (no. 1004), Ahmad (VI/51), Abu Dawud (no. 2881), an-Nasa-i (VI/250), Ibnu Majah (no. 2717), dan al-Baihaqi (IV/62; VI/277-278). Syaikh al-Albani rahimahullah berkata dalam Ahkâmul-Janâ-iz (hlm. 217), “Redaksi ini milik al-Bukhari di salah satu dari dua riwayatnya, tambahan yang terakhir adalah miliknya dalam riwayat lain. Juga Ibnu Majah dimana tambahan kedua miliknya, sedangkan tambahan pertama milik Muslim.” [4]. Shahîh. HR al-Bukhari (no. 2756), Ahmad (I/333, 370), Abu Dawud (no. 2882), at-Tirmidzi (no. 669), an-Nasa-i (VI/252-253), dan al-Baihaqi (VI/ 278). Lafazh ini milik Ahmad. [5]. Shahîh. HR Muslim (no. 1630), Ahmad (II/371), an-Nasa-i (VI/252), dan al-Baihaqi (VI/278). [6]. Nailul-Authâr, Cet. Dâr Ibnil-Qayyim, V/184. [7]. Ahkâmul-Janâ-iz, hlm. 219. [8]. Tafsîr Ibni Katsir (VII/465) tahqiq Sami bin Muhammad as-Salamah. Dan lihat Ahkâmul-Janâ-iz wa Bida’uhâ, Cet. Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, hlm. 220

[9]. Lihat Ahkâmul-Janâ-iz, hlm. 220.