Sebutkan tiga tokoh pahlawan yang memimpin perlawanan terhadap pemerintahan kolonial belanda

Sebutkan tiga tokoh pahlawan yang memimpin perlawanan terhadap pemerintahan kolonial belanda

No Sk 088 / TK / 1973 Tgl Sk 06 November 1973

Berasal dari Sumatera Barat

Lahir 24 Agustus 1903 di Talawi, Sawahlunto,Sumatera Barat

Meninggal 17 Oktober 1962 di Jakarta,Indonesia

Meninggal di usia 59 tahun

Di makamkan Talawi, Sawahlunto

Riwayat Singkat :

  • Aktifis Kemerdekaan Indonesia. Sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, ahli hukum. Anggota BPUPKI. Menteri Penerangan. Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan. Menteri Kehakiman. Menteri Sosial dan Budaya. Ketua Dewan Perancang Nasional. Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara, dsb.

  • Mohammad Yamin beraala dari kalangan ulama Minangkabau ayahnya adalah seorang pegawai mantri kopi. Ia menyesaikan sekolahnya di AMS dan melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi dan mandapat gelar Mr (Sarjana Hukum). Saat bersekolah di Sumatera Barat, ia memimpin Jong Soematranen Bond, ia juga memasuki Partai Partindo, dan juga menjadi anggota Volksraad (1938-1942).

  • Pada tahun 1923 ia mengemukakan gagasannya mengenai bahasa kebangsaan Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu dengan sajak yang ditulisnya yang berjudul “Indonesia, Tanah Tumpah Darah” yang dilanjutkan dalam Kongres Pemuda I yaitu perlunya memiliki bahasa persatuan.

  • Yamin memiliki kekuatan yang luar biasa membaca, menulis, dan berpidato. Ia menerbitkan banyak buku, diantarnya ken Arok dan Ken Dedes, Gajahmada, Diponegoro, Tan Malaha, Septa Darma, dan Tatanegara Majapahit.

Perlawanan rakyat terhadap Belanda, beberapa contoh yang dilakukan masyarakat Indonesia melakukan usaha perlawanan di daerah Indonesia.

1. Perang Saparua di Ambon

Merupakan perlawanan rakyat Ambon dipimpin Thomas Matulesi (Pattimura). Dalam pemberontakan tersebut, seorang pahlawan wanita bernama Christina Martha Tiahahu melakukan perlawanan dengan berani. Perlawanan Pattimura dapat dikalahkan setelah bantuan pasukan Belanda dari Jakarta datang. Pattimura bersama tiga pengikutnya ditangkap dan dihukum gantung.

2. Perang Paderi di Sumatra Barat

Perlawanan rakyat terhadap Belanda, merupakan perlawanan yang sangat menyita tenaga dan biaya sangat besar bagi rakyat Minang dan Belanda. Bersatunya Kaum Paderi (ulama) dan kaum adat melawan Belanda, menyebabkan Belanda kesulitan memadamkannya. Bantuan dari Aceh juga datang untuk mendukung pejuang Paderi. Belanda benar-benar menghadapi musuh yang tangguh.

Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel. Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi dan Benteng Fort van der Cappelen merupakan dua benteng pertahanannya. Dengan siasat tersebut akhirnya Belanda menang ditandai jatuhnya benteng pertahanan terakhir Paderi di Bonjol tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol ditangkap, kemudian diasingkan ke Priangan, kemudian ke Ambon, dan terakhir di Menado hingga wafat tahun 1864.

3. Perang Diponegoro 1825-1830

Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar yang dihadapi Belanda. Latar belakang perlawanan Pangeran Diponegoro diawali dari campur tangan Belanda dalam urusan politik Kerajaan Yogyakarta. Beberapa tindakan Belanda yang dianggap melecehkan harga diri dan nilai-nilai budaya masyarakat menjadi penyebab lain kebencian rakyat kepada Belanda. Belanda membangun jalan baru pada bulan Mei 1825. Mereka memasang patok-patok pada tanah leluhur Diponegoro. Terjadi perselisihan saat pengikut Diponegoro Patih Danureja IV mencabuti patok-patok tersebut. Belanda segera mengutus serdadu untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Perang tidak dapat dihindarkan, pada tanggal 20 Juli Tegalrejo sebagai basis pengikut Diponegoro direbut dan dibakar Belanda.

Pada bulan Maret 1830 Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda di Magelang, Jawa Tengah. Perundingan tersebut hanya sebagai jalan tipu muslihat karena ternyata Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian ke Makasar hingga wafat tahun 1855. Setelah berakhirnya Perang Jawa (Diponegoro), tidak lagi muncul perlawanan yang lebih berat di Jawa.

Renungkan!

Perang Diponegoro adalah perlawanan besar. Sebanyak 8.000 serdadu Belanda, dan 7.000 tentara sewaan Belanda mati. Lebih dari 200.000 penduduk Jawa Tengah dan Yogyakarta meninggal. Sehingga penduduk Yogyakarta hanya tinggal setengahnya. Betapa gigihnya bangsa kalian untuk menegakan keadilan dan mempertahankan harga diri! Pengorbanan dan kegigihan yang perlu kamu teladani.

Semangat jihad (perang membela agama Islam) merupakan spirit perlawanan rakyat Aceh. Jendral Kohler terbunuh saat pertempuran di depan masjid Baiturrahman Banda Aceh. Kohler meninggal dekat dengan pohon yang sekarang diberi nama Pohon Kohler. Siasat konsentrasi stelsel dengan sistem bertahan dalam benteng besar oleh Belanda tidak berhasil. Belanda semakin terdesak, korban semakin besar, dan keuangan terus terkuras.

Belanda sama sekali tidak mampu menghadapi secara fisik perlawanan rakyat Aceh. Menyadari hal tersebut, Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgroje yang memakai nama samaran Abdul Gafar seorang ahli bahasa, sejarah ,dan sosial Islam untuk mencari kelemahan rakyat Aceh. Setelah lama belajar di Arab, Snouck Hugronje memberikan saran-saran kepada Belanda mengenai cara mengalahkan orang Aceh. Menurut Hurgronje, Aceh tidak mungkin dilawan dengan kekerasan, sebab karakter orang Aceh tidak akan pernah menyerah, jiwa jihad orang Aceh sangat tinggi.

Taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang (bangsawan) dengan ulama. Belanda menjanjikan kedudukan pada Uleebalang yang bersedia damai. Taktik ini berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik pada tawaran Belanda. Belanda memberikan tawaran kedudukan kepada para Uleebalang apabila kaum ulama dapat dikalahkan. Sejak tahun 1898 kedudukan Aceh semakin terdesak. Belanda mengumumkan perang Aceh selesai tahun 1904. Namun demikian perlawanan sporadis rakyat Aceh masih berlangsung hingga tahun 1930-an.

5. Perlawanan Sisingamangaraja di Sumatra Utara

Perlawanan rakyat terhadap Belanda di Sumatra Utara dilakukan Sisingamangaraja XII, perlawanan di Sumatra Utara berlangsung selama 24 tahun. Pertempuran diawali dari Bahal Batu sebagai pusat pertahanan Belanda tahun 1877.

Untuk menghadapi Perang Batak (sebutan perang di Sumatra Utara), Belanda menarik pasukan dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak. Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur, sehingga seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda.

6. Perang Banjar

Perang Banjar berawal ketika Belanda campur tangan dalam urusan pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin. Belanda memberi dukungan kepada Pangeran Tamjid Ullah yang tidak disukai rakyat.

Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun 1859, Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom tertangkap Belanda, dengan bantuan pasukan dari Belanda, pasukan Pangeran Antasari dapat didesak. Tahun 1862 Pangeran Hidayat menyerah dan berakhirlah perlawanan Banjar di pulau Kalilmantan. Perlawanan benar-benar dapat dipadamkan pada tahun 1866.

7. Perang Jagaraga di Bali

Perang Jagaraga berawal ketika Belanda dan kerajaan di Bali bersengketa tentang hak tawan karang. Hak tawan karang berisi bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali merupakan hak penguasa di daerah tersebut. Pemerintah Belanda memprotes Raja Buleleng yang menyita dua kapal milik Belanda. Raja Buleleng tidak menerima tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya, persengketaan ini menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap kerajaan Buleleng tahun 1846. Belanda berhasil menguasai kerajaan Buleleng, sementara Raja Buleleng menyingkir ke Jagaraga dibantu oleh Kerajaan Karangasem.

Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Belanda melanjutkan ekspedisi militer tahun 1849. Dua kerajaan Bali, Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran Belanda. Tahun 1906, seluruh kerajaan di Bali jatuh ke pihak Belanda setelah rakyat melakukan perang habis-habisan sampai mati, yang dikenal dengan Perang Puputan.

Kamu telah melakukan kajian beberapa perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah. Para pahlawan telah menunjukkan kegigihan melawan Belanda. Namun, sampai akhir abad XIX, Belanda belum berhasil diusir dari Indonesia. Apakah kamu menemukan hubungan lokasi Indonesia dengan kesulitan mengusir penjajah? Pada bagian sebelumnya kamu telah mempelajari keunggulan lokasi Indonesia yang terdiri atas iklim, geostrategis, dan kondisi tanah. Ketiga hal tersebut berdampak langsung pada kegiatan ekonomi, transportasi, dan komunikasi. Kondisi Indonesia yang berpulau-pulau menyulitkan transportasi dan komunikasi masyarakat pada masa lalu. Akibatnya rakyat Indonesia melakukan perlawanan di daerahnya sendiri. Hal ini dimanfaatkan Belanda untuk melakukan strategi memecah belah bangsa Indonesia.

Belanda juga menggunakan strategi mengasingkan para pemimpin perlawanan. Sebagai contoh Pangeran Diponegoro diasingkan di Sulawesi, Cut Nya Dien diasingkan di Jawa Barat, Tuanku Iman Bonjol juga diasingkan ke Ambon. Strategi tersebut merupakan upaya Belanda memutus komunikasi pemimpin dengan rakyat. Terbatasnya komunikasi dan transportasi pada masa lalu, menyebabkan terputusnya hubungan pemimpin dengan pengikut. Para pemimpin tentu kesulitan untuk memimpin perlawanan dengan suratmenyurat bukan?

Wawasan

Secara umum, kegagalan perjuangan rakyat Indonesia di berbagai daerah dalam mengusir penjajah adalah:

  1. Bersifat – Bersifat lokal/kedaerahan Perlawanan di berbagai daerah di Indonesia melibatkan para pemimpin pada masyarakat setempat. Seandainya para pemimpin tersebut bersatu, tidak berjuang sendiri-sendiri, tentu perjuangan mengusir penjajah lebih mudah. Karena itu, kamu harus selalu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, agar tidak dapat dipecah belah.
  2. Lebih mengandalkan kekuatan senjata Masyarakat di berbagai daerah melakukan perlawanan dengan mengandalkan senjata. Sementara senjata lawan lebih modern, sehingga musuh mudah mengalahkan rakyat Indonesia.
  3. Tergantung pada pimpinan Perjuangan rakyat di berbagai daerah sangat tergantung pada pemimpin. Apabila pemimpin tertangkap atau terbunuh, rakyat kurang mampu mengkoordinasikan perlawanan. Musuh mengetahui kelemahan tersebut, sehingga mereka berusaha menangkap pemimpin kemudian membunuh atau mengasingkan.
  4. Belum terorganisir secara nasional dan modern Seandainya rakyat Indonesia pada masa tersebut memiliki organisasi modern, tentu tidak kesulitan melanjutkan kepemimpinan.