Sebutkan tiga makna penting rapat raksasa

KOMPAS.com - Hari ini 74 tahun lalu, tepatnya 19 September 1945, atau satu bulan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, sekitar 300.000 orang berkumpul di Lapangan Ikada (sekarang Monas).

Mereka yang berkumpul di Lapangan Ikada memiliki satu tekad bulat, yaitu mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru berumur satu bulan.

Mantan Wakil Presiden Indonesia, Adam Malik, dikutip dari Harian Kompas, 21 September 1979, menganggap rapat raksasa itu sebagai genderang perang melawan tentara Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan.

Hal itu bukan tanpa alasan.

Rapat tersebut mampu membakar semangat rakyat Indonesia, sehingga perang melawan Belanda pun tak terhindarkan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Peristiwa 10 November di Surabaya.

Latar belakang

Dikutip dari Harian Kompas, 20 September 1996, pada hari itu, Lapangan Ikada bak lautan manusia, dengan balutan warna-warni merah putih.

Sebanyak 300.000 orang berkumpul di lapangan itu. Sebagai perbandingan, jumlah penduduk Jakarta waktu sekitar 400.000 jiwa.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945

Rapat tersebut diinisiasi oleh para pemuda yang cemas dan khawatir ketika tentara Sekutu akan membentuk markas besar di Jakarta.

Tak hanya itu, para pemuda ini juga marah ketika mengetahui kapal berbendera Sekutu akan berlabuh di Tanjung Priok.

Soebagijo Ilham Notodidjojjo dalam Harian Kompas, 17 September 1976, menyebutkan, tak ada perubahan yang terjadi setelah sebulan sejak Proklamasi Kemerdekaan RI.

Sebutkan tiga makna penting rapat raksasa
Arsip KOMPAS Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada 19 September 1945.

Meski kabinet telah dibentuk dan tak ada lagi lagu Kimigayo setiap pagi, tetapi perubahan lainnya belum terasa.

Berkumpulnya ratusan ribu orang itu berkat kabar yang beredar dari mulut ke mulut.

Awalnya, rapat direncanakan pada 17 September 1945, tepat satu bulan setelah kemerdekaan.

Akan tetapi, karena adanya ancaman dari tentara Jepang dan Sekutu, rapat raksasa di Lapangan Ikada pun akhirnya diundur menjadi 19 September 1945.

Meski larangan mengadakan rapat raksasa telah dikeluarkan oleh tentara Jepang, namun rakyat tetap membanjiri Lapangan Ikada dengan penuh semangat.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Gembong Teroris Noordin M Top Tewas di Solo

Mereka berasal dari berbagai wilayah Jakarta da sekitarnya, seperti Penjaringan, Tanjungpriok, Mangga Besar, Senen, Tanahabang dan Jatinegara. Bahkan banyak dari mereka yang berasal Bekasi, Bogor, Tangerang, dan Banten

Sebagian besar peserta datang menggunakan kereta api dan berhenti di Stasiun Gambir.

Mereka datang dengan membawa poster-poster dan bendera merah putih.

Tentara Jepang pun melakukan penjagaan ketat dengan senjata lengkap.

Suasana yang tegang dan mencekam itu tak mampu membuat rakyat gentar.

Mereka menunjukkan satu semangat yang sama kepada dunia, yaitu Bangsa Indonesia sudah merdeka dan berdaulat!

Sidang Kabinet

Di hari yang sama, Presiden Republik Indonesia Soekarno mengadakan sidang kabinet pertama dengan sejumlah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Sebutkan tiga makna penting rapat raksasa
Arsip KOMPAS Sejak awal rakyat telah aktif berjuang menuju dan mempertahankan kemerdekaan. Mereka pun berbondong-bondong tanpa rasa takut untuk menghadiri rapat umum di Lapangan Ikada (Monas sekarang) di Jakarta, mendengar pidato Presiden Soekarno (barisan depan, di belakang polisi) pada 19 September 1945.

Sidang itu juga digelar untuk menanggapi usul pemuda untuk mengadakan rapat raksasa di Lapangan Ikada.

Harian Kompas, 18 September 1976, menyebutkan, sidang tersebut berlangsung dari pukul 09.00 WIB hingga 16.00 WIB tanpa jedah.

Baca juga: Museum Joang 45: Dari Hotel Mewah Zaman Belanda hingga Rencana Menculik Bung Karno

Selama tujuh jam berlangsung, sidang dipenuhi dengan ketegangan dan perbedaan pendapat.

Perbedaan pendapat tersebut berkisar pada setuju atau tidaknya pemerintah untuk mengadakan rapat raksasa di Ikada yang diinisiasi oleh para pemuda.

Dengan berbagai pertimbangan, Bung Karno pun memutuskan untuk menghadiri rapat raksasa itu.

"Saudara-saudara menteri, dengarkan keputusan saya. Saya akan pergi ke Lapangan Ikada untuk menenteramkan rakyat yang sudah berjam-jam menunggu. Saya tidak akan memaksa
Saudara-saudara untuk ikut saya. Siapa yang tidak mau, tinggal di rumah boleh, terserah kepada Saudara masing-masing," kata Bung Karno, dikutip dari Harian Kompas, 20 September 1996.

Setelah Bung Karno mengambil keputusan, sidang kabinet berakhir pada pukul 15.00 WIB.

Meski telah menunggu sejak pagi, rakyat Jakarta dan sekitarnya masih berkumpul di Lapangan Ikada.

Hal itu menjadi bukti betapa kuatnya tekad mereka untuk setia membela Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rapat raksasa

Para pemuda seakan sudah mengetahui bahwa Bung Karno akan menyetujui rapat itu.

Mereka telah menyiapkan dua mobil untuk membawa tokoh-tokoh pemerintah menuju titik kumpul, yaitu Lapangan Ikada.

Rombongan pemerintah dikawal oleh sepeda motor yang dikendarai oleh Daan Jahja dan Subianto untuk membuka jalan.

Kehadiran rombongan pemerintah di Lapangan Ikada disambut meriah oleh seluruh peserta yang hadir.

Gegap gempita dan teriakan "merdeka" mulai bergemuruh ketika Bung Karno naik ke podium.

"Kita sudah memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Proklamasi ini tetap kami pertahankan, sepatah pun tidak kami cabut. Dalam pada itu, kami sudah menyusun suatu
rancangan. Tunduklah pada rancangan kami. Tenang, tenteram, tetapi tetap siap sedia menerima perintah yang kami berikan," pida Bung Karno, dikutip dari Harian Kompas
(18/9/1976).

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tragedi 9/11 dan Kisah Tak Terungkap di Baliknya

Merespons ucapan itu, seruan "merdeka" dan "sanggup" menggelora dari seluruh rakyat yang hadir.

Meski hanya berlangsung sekitar lima menit, pidato Bung Karno itu seperti sengatan listrik yang mampu mengalirkan semangat juang ke seluruh penjuru negeri.

Pasca rapat itu, berbagai perlawanan dilakukan oleh para pemuda dan rakyat Indonesia untuk mengusir para penjajah.

Hari Bersejarah bagi Rakyat Jakarta

Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada 19 September 1945 untuk pertama kalinya diperingati sebagai Hari Bersejarah bagi Rakyat Jakarta pada tahun 1976.

Peringatan tersebut dilakukan di masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin, seperti diberitakan Harian Kompas, 20 September 1976.

Acara tersebut berlangsung di Balaikota dengan dihadiri oleh Bung Hatta.

Hingga saat ini, peingatan Rapat Raksasa Ikada menjadi agenda tahunan di Jakarta.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

KOMPAS.com - Setelah Sukarno dan Mohammad Hatta menyampaikan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, kehidupan berjalan seperti biasa saja.

Dalam buku Kisah-Kisah Jakarta Setelah Proklamasi (1977) karya H Rosihan Anwar, dalam pekan-pekan pertama September 1945 tak terjadi perubahan yang ekstrim.

Seolah-olah tidak ada peristiwa proklamasi kemerdekaan bangsa dan negara. Saat itu terdapat dua macam pemerintahan, yaitu Pemerintahan Balatentara Dai Nippon dan Pemerintah Republik Indonesia.

Saat itu Pemerintah Balatentara Dai Nippon sudah kehilangan semangat. Bersamaan dengan itu, Pemerintah Republik Indonesia belum berhasil mengokohkan kekuasaannya di semua bidang.

Baca juga: Arti dan Makna Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Pada tanggal 6 September keluar Pengumuman Badan Penerangan perihal sebutan P.Y.M yang ditandatangani Sukarno. Saat itu, dirinya sudah tiga minggu menjadi Presiden.

Pengumuman tersebut berisi sebagai berikut:

Kecuali dalam urusan yang resmi-resmi benar mengenai Negara Republik Indonesia, maka saya minta di dalam sebutan sehari-hari disebut BUNG KARNO saja, jangan Paduka Yang Mulia.

Dok. Kompas Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad HattaSukarno dinilai ragu

Kehidupan masyarakat setelah Proklamasi juga tidak ada yangistimewa. Bioskop masih terus buka, bahkan masih menangyangkan film-film buatan Jepang atau yang berbau tentara Jepang.

Pertunjukan tinju juga masih terus diadakan. Pada 9 September, petinju-petinju besar yang bermain. Selain itu kegiatan loterai saat itu juga masih berjalan.

Baca juga: Detik-detik Proklamasi Berkumandang

Bahkan uang dalam loterai tersebut masih dinyatakan dalam f atau florin, Gulden Hindia Belanda. Masyarakat pada waktu itu juga masih menggunakan penanggalan tahun Jepang. Karena tertulis 2605 dan bukan 1945 dalam kalender Indonesia.

Selain kehidupan berjalan biasa saja, suasana dalam masyarakat melempem. Hal ini karena kurang tegasnya pimpinan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pemuda merasa Sukarno-Hatta masih ragu dala memimpin.

Sukarno dan Hatta masih memperhitungkan sikap pembesar-pembesar Jepang yang sudah kalah perang. Sukarno memilih untuk menunggu kedatangan Sekutu, sehingga tidak ada pergerakan dari dirinya.

Karena merasa resah, para pemuda mulai melancarkan berbagai kegiatan untuk mengubah keadaan. Munculah beberapa kelompok dan pusat gerakan pemuda yang kemudian melahirkan Angkatan Pemuda Indoensia (API).

Selain melancarkan aksi coret-coret menuliskan semboyan perjuangan di tembok, kereta api, trem, seperti "Merdeka atau Mati", "Sekali merdeka tetap merdeka", para pemuda merebut senjara dan kendaraan dari Jepang.

Baca juga: Era Pemerintahan di Indonesia Sejak Kemerdekaan

historia.id Rapat raksasa di IkadaRapat raksasa Ikada

Inggris kemudian datang bersama beberapa orang Belanda. Merasa sangat geram, pemuda mencetuskan gagasan mengenai rapat raksasa di Ikada.

Tujuan rapat raksasa itu untuk memperkenalkan Pemerintah Republik Indonesia di muka umum dan menunjukkan kepada penjajah bahwa Indonesia sudah betul-betul merdeka.

Sukarno awalnya tidak setuju dengan rapat raksasa tersebut. Namun, melihat banyaknya rakyat yang datang ke Ikada, Sukarno memutuskan untuk datang.

Sukarno dan Hatta diiringi oleh berbagai mobil dan motor untuk berjaga-jaga dari serangan Jepang. Bahkan Sukarno dan Hatta menggunakan mobil Kempeitaicho, mobil Kepala Polisi Militer Jepang agar dapat masuk ke lapangan Ikada.

Baca juga: Janji Koiso, Janji Kemerdekaan Jepang kepada Indonesia

Dalam lautan manusia tersebut, Sukarno hanya berkata kepada rakyat yang hadir untuk terus percaya kepada pemerintah dan segera pulang meninggalkan lapangan dengan menunggu perintah dalam keadaan siap sedia.

Selesai berpidato tersebut, Sukarno meninggalkan lapangan Ikada. Rapat raksasa tersebut bubar dengan tertib. Tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Rapat ini membuktikan bahwa rakyat sangat patuh kepada pemerintah yang melaksanakan kehendak rakyat. Rapat tersebut memperlihatkan persatuan pemuda, mahasiswa, dan rakyat dalam tekad hendak membela kemerdekaan terhadap serangan penjajah.

historia.id Gerakan pemudaRakyat melawan

Pada 20 September, Menteng 31 yang menjadi pusat perkumpulan gerakan pemuda digrebek oleh Jepang. Berpuluh anggota API, anggota Barisan Buruh Indonesia, dan anggota Barisan Rakyat dari luar kota ditangkap oleh Jepang yang bekerja sebagai polisi Sekutu.

Baca juga: Media Penyebaran Proklamasi Kemerdekaan

Beberapa pasukan sekutu menyusul datang ke Indonesia. Namun, kedatangan mereka di saat perjuangan rakyat sedang tinggi. Sehingga rakyat mampu mengoper kekuasaan dari jepang dan merebut senjata Jepang.

Rakyat Indoensia sudah tidak melempem lagi. Rapat raksasa di Ikada tanggal 19 September itu mengobarkan semangat kemerdekaan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.