Kerajaan Tarumanegara menjadi salah satu pertanyaan belajar di rumah TVRI. Show Kamis , 30 Apr 2020, 11:43 WIB Tangkapan layar Red: Karta Raharja Ucu REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah Kerajaan Tarumanegara menjadi tema belajar dari rumah TVRI pada Kamis (30/4) untuk siswa SD kelas 4-6. Dalam tayangan tersebut, ada pertanyaan tentang bukti berdirinya kerajaan Tarumanegara. Lalu apa saja buktinya?Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menjelaskan, bukti berdirinya Kerajaan Tarumanegara bersumber dari tujuh prasasti yang tersebar di Jakarta, Bogor, dan Banten. Tujuh prasasti yang ditemukan dan menjadi bukti adalah:1. Prasasti Ciaruten yang di dalamnya terdapat gambar sepasang telapak kaki, lukisan laba-laba, dan huruf ikal melingkar. Dalam prasasti tersebut berisi: Vikkrantasyavanipateh Srimatah purnnavarmmanah Tarumanagarendrasya Visnoriva padadvayam (Inilah sepasang telapak kaki yang seperti kaki dewa wisnu ialah kaki yang mulya sang purnawarman raja di negeri taruma yang gagah berani di dunia).2. Prasasti Kebon Kopi yang ditemukan di Kebon Kopi di Kampung Muara Hilir, Bogor. Isi dari prasasti ditulis dengan aksara pallawa dengan bahasa Sansekerta. Isi kalimat tersebut adalah: Jayavisalasyya tarumendrasya hastinah... Airwaytabhasya vibatidampadadvayam (Di sini nampak sepasang kaki gajah seperti airawat. Gajah penguasa taruma yang agung dan bijaksana).3. Prasasti Jambu yang ditemukan di Pemukiman Jambu di Bukit Pasit Koleyangkak, Bogor. Dalam prasasti tersebut diterjemahkan "Telapak kaki ini milik Sri Purnawarman, Raja Tarumanegara. Baginda termasyhur gagah berani jujur dan setia dalam menjalankan tugasnya." 4. Prasasti Cidanghiyang yang ditemukan di Sungai Cidanghiang di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten. Prasasti yang ditemukan pada 1947 itu bertuliskan dua baris kalimat puisi yang ditulis dengan huruf palawa bahasa sansekerta. Isinya menyanjung keberanian Raja Purnawarman. 5. Prasasti Pasir Awi yang ditemukan di lereng selatan Bukit Pasir Awi, Bogor. Sayangnya belum ada sejarawan atau arkeolog yang mengartikan isi prasasti itu.6. Prasasti Muara Cianten yang juga belum ada arkeolog mengartikan. 7. Prasasti Tugu yang terbuat dari batu dan dipahat berbentuk lonjong telur itu ditemukan di Kampung Batutumbuh, Desa Tugu, Koja, Jakarta Utara. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6.112 tombak atau setara 11 kilometer oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai selama 21 hari tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau. Prasasti itu saat ini tersimpan di Museum Nasional.
Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...
Sejarah Kerajaan Tarumanegara menjadi tayangan edukatif Belajar dari Rumah di TVRI hari ini, Kamis (30/4/2020).Suara.com - Kerajaan Tarumanegara atau Tarumanagara adalah salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah Kerajaan bercorak agama Hindu Wisnu ini bertempat di wilayah sekitar muara Sungai Citarum (sesuai dengan kata ‘Tarum’ dalam Sungai Citarum dan Kerajaan Tarumanegara. Kurun waktu berlangsungnya kerajaan ini adalah antara tahun 358 M hingga 669 M. Beberapa tokoh ternama dalam kerajaan ini adalah Jayasingawarman (yang dianggap sebagai raja pertama), Dharmayawarman, Purnawarman, Linggawarman, dan lainnya. Baca Juga: Belajar dari Irrfan Khan, 5 Makanan Ini Bantu Cegah Infeksi Usus Besar! Dikutip dari zenius.net Raja Purnawarman dikabarkan pernah memiliki kekayaan berupa 1.000 ekor sapi untuk sesembahan kepada Dewa Siwa, yang mana hal tersebut dapat menjadi rujukan untuk menggambarkan kondisi kemakmuran Kerajaan Tarumanegara. Kerajaan Tarumanegara mengalami kemunduran, karena serangan Kerajaan Sriwijaya beserta perpecahan di kalangan istana. Kerajaan Tarumanegara terpecah menjadi dua yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh akibat perselisihan internal antara Tarusbawa (menantu raja Linggawarman) dengan Galuh (pemimpin sebuah daerah kerajaan Tarumanegara bernama Kawali). Namun pecahan kerajaan Tarumanegara itu bergabung kembali menjadi kerajaan yang bernama Kerajaan Padjadjaran. Beberapa peninggalan yang sering menjadi rujukan utama untuk mengkaji kerajaan ini adalah Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Tugu, Prasasti Cidanghiyang, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Jambu, dan Prasasti Pasir Awi. Baca Juga: Segarkan Waktu Berbuka Puasa, Yuk Coba Resep Minuman Blue Ocean Drink Terdapat juga sumber-sumber berita dari Cina semasa rezim Dinasti Sui, serta naskah tulisan seorang tokoh bernama Wangsakerta. Simak selengkapnya di halaman berikutnya 7 prasasti dan beberapa catatan dari luar negeri yang menceritakan Kerajaan Tarumanegara dikutip cagarbudaya.kemdikbud.go.id. Tarumanagara atau Kerajaan Taruma (bahasa Sunda: ᮊᮛᮏᮃᮔ᮪ ᮒᮛᮥᮙ) adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-5 hingga abad ke-7 M.[1] Tarumanegara merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.[2] Kata tarumanagara berasal dari kata taruma dan nagara. Nagara artinya kerajaan atau negara sedangkan taruma berasal dari kata tarum yang merupakan nama sungai yang membelah Jawa Barat yaitu Ci Tarum. Pada muara Ci Tarum ditemukan percandian yang luas yaitu Percandian Batujaya dan Percandian Cibuaya yang diduga merupakan peradaban peninggalan Kerajaan Taruma.[3][4] Tarumanagara Wilayah Tarumanagara • 358-382 • 395-434 • 666-669 Linggawarman Sejarah• Didirikan 358• Invasi Sriwijaya 669
Prasasti Ciaruteun yang ditemukan di sungai Tjiaroeteun dekat Bogor, difoto sebelum tahun 1900. Sejarah Kerajaan Tarumanegara bersumber dari sejumlah prasasti yang berasal dari abad ke-5 Masehi. Prasasti tersebut diberi nama berdasarkan lokasi penemuannya, yaitu prasasti Ciaruteun, prasasti Pasir Koleangkak, prasasti Kebonkopi, prasasti Tugu, prasasti Pasir Awi, prasasti Muara Cianten, dan prasasti Cidanghiang. Prasasti menyebutkan nama raja yang berkuasa adalah Purnawarman.[5][6][7] Prasasti Kebon Kopi (Prasasti Tapak Gajah)Lokasi prasasti ini di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Prasasti ini ditemukan pada awal abad XIX oleh N.W. Hoepermans, tertulis pada bongkahan andesit rata dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Dinamakan prasasti Tapak Gajah karena diapit oleh sepasang gambar kaki telapak gajah. Pahatan pada prasasti ini tidak terlalu dalam sehingga seiring dengan bertambahnya waktu tulisan pada prasasti sulit untuk terbaca.[8] Alih aksara:
Prasasti TuguLokasi saat ini Prasasti Tugu di Kampung Batu Tumbuh, Kelurahan Tugu, Koja, Jakarta Utara. Prasasti ini keluar pada masa pemerintahan Punawarman ditemukan pada abad ke-X Masehi tertulis dalam bahasa Sanskerta, aksara Pallawa dalam bentuk sloka dengan metrum anustubh. Dari sekian prasasti yang ditemukan saat pemerintahan raja Purnawarman, prasasti Tugu adalah yang terlengkap walaupun tidak menuliskan angka tahun.[10] Prasasti Tugu menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.[11] Prasasti Cidanghiang (Prasasti Munjul)Lokasi prasasti ini di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kapubaten Pandeglang. Lokasinya masih insitu, ditemukan di tepi sungai Cidanghiang. Pada prasasti ini tertulis dalam bahasa Sanskerta, dengan aksara Pallawa dan metrum anustubh, tampak keausan dan permukaan yang ditutupi lumut pada permukaan prasasti ini namun tulisan masih dapat dibaca.[12] Isi dari prasasti ini merupakan pujian dan pengagungan terhadap raja Purnawarman. Prasasti ini pertama kali ditemukan pada tahun 1947 oleh Toebagus Roesjan dan diteliti pada tahun 1947.[13] Alih aksara dari prasasti yaitu:
Prasasti CiaruteunLokasi Prasasti Ciaruteun di Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor[14] ditemukan di aliran Sungai Ciaruteun, Bogor pada tahun 1863, prasasti ini terbagi menjadi dua bagian yaitu Prasasti Ciaruteun A yang tertulis dengan bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa terdiri atas 4 baris puisi India (irama anustubh) , dan Prasasti Ciaruteun B berisikan goresan telapak kaki dan motif laba-laba yang belum diketahui maknanya, Menurut juru kunci Prasasti Ciaruteun, simbol yang terdapat pada prasasti tersebut menandakan Raja Purnawarman yang gagah perkasa dan berkuasa.[15][16] Prasasti ini memiliki ukuran 2 meter dengan tinggi 1.5 meter, berbobot 8 ton.[17] Alih aksara dari prasasti ini yaitu:
Artinya:
Berdasarkan pesan yang terdapat pada Prasasti Ciaruteun kita mengetahui bahwa prasasti ini dibuat pada abad ke-V dan menginformasikan bahwa pada masa lalu terdapat Kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Raja Purnawarmanyang memuja Dewa Wisnu yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan India, terbukti pada nama raja yang berakhiran -warman,[7] dan tapak kaki yang menandakan kuasa pada zamannya.[17][16] Pada tahun 1863, prasasti ini sempat hanyut diterjang banjir sehingga tulisan yang ada menjadi terbalik, kemudian pada 1903 prasasti ini dikembalikan ke tempat semula, dan pada 1981 barulah prasasti ini dilindungi.[17] Prasasti Muara CiantenLokasi Prasasti Muara Cianten di Kampung Muara, Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. [19] Prasasti ini ditemukan pada tahun 1864 oleh N.W. Hoepermans dan beberapa tokoh lainnya, ukuran Prasasti Muara Cianten sekitar 2,7 x 1.4 x 1.4 meter dengan jenis batu andesit, hingga saat ini isi prasasti ini belum dapat dibawa sebab menggunakan huruf sangkha atau ikal seperti huruf pada Prasasti Pasir Awi dan Ciaruteun B.[20] Prasasti Jambu (Prasasti Pasir Koleangkak)Lokasi Prasasti Jambu di Desa Parakanmuncung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, tempat ditemukannya prasasti ini merupakan Perkebunan Karet Sadeng Djamboe pada masa Kolonial Belanda, Prasasti ini ditemukan pada tahun 1854 oleh Jonathan Rigg, diduga dibuat pada abad ke-V. Tulisan pada prasasti ini dipahat pada batu menyerupai segitiga berukuran sekitar 2-3 meter tiap sisinya, tertulis dalam huruf Pallawa, dengan bahasa Sanskerta dan terdapat pahatan sepasang telapak kaki.[21] Alih aksara dari prasasti ini yaitu:
Arti dari aksara ini yaitu:
Berita dari Luar NegeriSumber berita lain yang membuktikan berdirinya Kerajaan Tarumanagara berasal dari berita Cina, berupa catatan perjalanan Fa-Hien (penjelajah dari Cina) dalam bentuk buku dengan judul "Fa-Kuo-Chi" menyebutkan bahwa pada awal abad ke-5 M, di Ye-Po-Ti banyak orang Brahmana dan animisme.[23] Pada tahun 414 M Fa-Hien datang ke tanah Jawa untuk membuat catatan sejarah kerajaan To-lo-mo (Kerajaan Tarumanagara), dan singgah di Ye-Po-Ti selama 5 bulan.[24] Selain itu, berita Dinasti Sui menuliskan bahwa pada tahun 528 dan 535, utusan To-lo-mo telah datang dari sebelah selatan. Berita Dinasti Tang menuliskan bahwa pada tahun 666 dan 669 utusan To-lo-mo telah datang. Dari berita tersebut dapat diketahui bahwa Kerajaan Tarumanagara berkembang antara tahun 400-600 M, yang pada saat itu masa kepemimpinan Raja Purnawarman dengan wilayah kekuasaan hampir seluruh Jawa Barat.[24] Naskah WangsakertaNaskah Wangsakerta menjadi polemik di kalangan sejarawan, sebab naskah-naskah ini diragukan keasliannya sehingga sulit untuk dijadikan patokan sejarah. Sebelumnya, pada tahun 1980-an polemik di majalah, surat kabar, kalangan arkeolog terjadi bahkan sampai diangkat ke percaturan nasional. Penulisan Naskah Wangsakerta berlangsung selama 21 tahun dibawah pimpinan Pangeran Wangsakerta menggunakan kertas daluang dan tinta hitam dan bertahan selama 100 tahun, dapat dikatakan bahwa naskah yang ada di Museum Sri Baduga merupakan naskah salinan. Isi dari naskah ini mendeskripsikan mengenai sejarah pulau-pulau di Nusantara. Bahkan uraian sejarah tertulis lengkap dan terperinci mulai dari kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara hingga daftar raja-raja yang memerintah lengkap beserta angka tahun pemerintahannya tertulis secara rinci. Naskah Wangsakerta terdiri atas 5 karangan dengan judul Carita Parahyangan, Nagarakrebhumi, Pustaka Dwipantaraparwa, Pustaka Pararatwan, Pustaka i Bhumi Jawadwipa dan Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara. Polemik muncul sebab naskah-naskah ini tergolong modern dan begitu lengkap.[25] Candi Jiwa di situs Percandian Batujaya Penginggalan-peninggalan pada masa Kerajaan Tarumanagara berupa 7 prasasti dan artefak lainnya, sebagai berikut:
Sejauh ini, sumber primer berupa prasasti hanya menyebutkan satu raja, yakni Purnawarman sebagai raja Tarumanagara. Silsilah nenek moyang maupun keturunan Purnawarman sama sekali tidak disebutkan dalam sumber primer berupa prasasti. Naskah Wangsakerta yang ditulis pada abad XVII menyebut kerajaan Tarumanagara dipimpin oleh 12 raja, diawali dengan Jayasingawarman (358-382 M) sebagai raja pertama dan diakhiri oleh Linggawarman pada tahun 669 M. Masih menurut Wangsakerta, kerajaan Tarumanagara jatuh pada menantu dari putri sulungnya yaitu Tarusbawa dari Sunda. Tarusbawa lebih menginginkan kerajaannya sendiri yaitu Sunda.[31] Namun, hingga hari in belum diketahui secara pasti kapan Kerajaan Tarumanagara berakhir mengingat satu-satunya sumber yang menyebutkan keruntuhannya (Naskah Wangsakerta) ditulis 1.000 tahun semenjak kejadian sebenarnya.[32] Kehidupan politik pada masa Kerajaan Tarumanagara diketahui berdasarkan prasasti yang telah ditemukan, berdasarkan prasasti tersebut raja yang berhasil meningkatkan kehidupan rakyat adalah Raja Purnawarman, dalam prasasti tugu yang menuliskan bahwa penggalian kali yang dilakukan membuat kehidupan rakyat makmur dan merasa aman. Selanjutnya kondisi sosial pada masa pemerintahan Raja Purnawarman terus meningkat dengan memperhatikan kedudukan kaum Brahmana sebagai tanda penghormatan kepada para dewa, agama yang dianut oleh Raja Purnawarman dan rakyatnya adalah Hindu Siwa dengan kaum Brahmana sebagai pemegang peran penting dalam upacara. Sikap toleransi beragama pada masa ini cukup tinggi dibuktikan dengan adanya agama Budha dan agama nenek moyang (animisme). Prasasti tugu menuliskan bahwa Raja Purnawarman membuat terusan 6122 tombak yang dipergunakan sebagai sarana lalu lintas pelayaran dan perdagangan dengan daerah sekitarnya, hal ini menandakan kehidupan ekonomi rakyatnya tertata rapi. Kehidupan budaya pada masa itu sudah tinggi, ditandai dengan teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti yang memperlihatkan perkembangan budaya tulis menulis.[24]
|