Sebutkan kelebihan dan kekurangan bahan tambahan pangan alami

Sebutkan kelebihan dan kekurangan bahan tambahan pangan alami

Sebutkan kelebihan dan kekurangan bahan tambahan pangan alami
Lihat Foto

SHUTTERSTOCK/ARIYANI TEDJO

Ilustrasi pulut tai tai, kue peranakan dari Malaysia.

KOMPAS.com - Zat aditif adalah zat yang ditambahkan untuk meningkatkan kualitas pada bahan makanan. Zat aditif terdiri dari zat aditif alami dan zat aditif sintesis atau buatan.

Lalu apakah perbedaan zat aditif alami dan buatan? Untuk mengetahuinya, mari kita simak pembahasan berikut ini!

Soal dan Pembahasan

Jelaskan perbedaan zat aditif alami dan sintesis!

Jawaban:

Dilansir dari U.S. Food & Drug Administration, zat aditif alami adalah zat aditif yang berasal dari sumber alam seperti buah, sayur, dan hewan.

Sedangkan zat aditif sintesis adalag zat aditif yang tidak dapat ditemukan dialamm melainkan dibuat oleh manusia menggunakan bantuan senyawa kimia.

Pada pewarna makanan, zat aditif alami memberikan warna yang tidak terlalu mencolok juga menambahkan rasa dan aroma pada makanan. Misalnya penggunaan kunyit untuk warna kuning pada makanan, akan memberikan aroma kunyit dan juga rasa dari kunyit.

Baca juga: Macam-macam Zat Aditif dan Namanya

Adapun zat aditif sintesis pewarna makanan hanya memberikan warna pada makanan tanpa merubah aroma ataupun memberikan rasa khas pada makanan tersebut. Pewarna makanan sintesis juga memiliki warna yang cerah dan pekat dibandingkan dengan pewarna alami.

Zat aditif sintesis cenderung lebih murah dibandingkan dengan zat aditif alami. Misalnya pada zat aditif penyedap rasa, untuk memberikan rasa kaldu ayam kita bisa merebus ayam dan menggunakan air rebusannya.

Tapi kita juga dapat mendapat rasa kaldu ayam hanya dengan memasukan penyedap makanan yang dijual murah kedalam air mendidih.

Pada zat aditif pemberi aroma makanan, buah-buahan dapat ditambahkan pada makanan untuk mendapatkan aroma. Namun penggunaan buah-buahan tidak memberi aroma yang kuat dan cenderung hilang setelah terkena panas.

Sedangkan pemberi aroma sintesis seperti senyawa ester dapat memberikan aroma buah-buahan yang kuat dan juga stabil.

Baca juga: Perbedaan Zat Aditif dan Zat Adiktif

Pemanis sintesis juga memiliki rasa manis berkali-kali lipat lebih tinggi dengan kalori yang lebih rendah dibanding pemanis alami seperti gula dan sirup fruktosa.

Inilah mengapa pemanis isntesis seperti siklamat dan aspartame sering digunakan untuk penderita diabetes sebagai pengganti gula.

Zat aditif sintesis memiliki banyak kelebihan dibandingkan zat aditif alami, namun tetap harus diperhatikan komposisinya. Namun jangan mengonsumsi zat aditif sintesis yang memiliki bahan berbahaya karena dapat merusak fungsi ginjal, hati, dan menyebabkan penyakit.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Beraneka ragam makanan yang dikonsumsi masyarakat luas, dengan berkembangnya teknologi maka pengolahan makanan pun semakin beragam. Cara pengolahan makanan berkembang, produsen berusaha bagaimana cara untuk membuat produknya terlihat menarik, dan juga tahan lama dengan biaya produksi yang dapat ditekan seminimal mungkin. Maka timbullah bahan tambahan pangan, yaitu bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan. Bahan tambahan pangan ini dapat berupa pemanis, pengawet, perasa, antioksidan, antikempal, pengemulsi, pewarna, penyedap rasa, dsb. Selain mempercantik penampilan, tekstur, dan rasa penambahan bahan pengawet juga dapat menakan biaya produksi. Seperti misalnya untuk pemanis buatan, sakarin dengan tingkat kemanisan 300 kali lipat lebih manis dibandingkan gula biasa (sukrosa) maka dengan digunakannya sakarin dapat menghemat biaya produksi berlipat lebih rendah. Suatu hal sintesis akan menimbulkan efek samping jika digunakan berlebihan, maka pemerintah juga turut mengatur ambang batas penggunaan zat-zat sintesis ini agar tidak disalah gunakan oleh produsen. Sebagai konsumen kita juga harus bersikap bijaksana dalam memilih makanan dan minuman yang akan kita konsumsi dengan melihat label yang tercantum pada suatu produk makanan, apakah makanan tersebut mengandung bahan makanan yang cukup aman atau tidak.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai salah satu bahan tambahan pangan yaitu pemanis buatan siklamat. Apakah itu siklamat, dan bagaimanakah efeknya pada tubuh akan dibahas kemudian. Akhir-akhir ini menjadi perbincangan mengenai apakah siklamat merupakan suatu karsinogen kimia, akan dipaparkan lebih mendalam di makalah ini.

Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2006).
Peraturan pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan.

Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut: 1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras. 2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis. Bahan tambahan pangan (BTP) sebaiknya digunakan dengan dosis dibawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis penggolongan BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan konsumen. Beberapa bahan tambahan pangan yang diijinkan digunakan dalam makanan menurut PP Permenkes No 33 tahun 2012 adalah sebagai berikut: antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang telur, pengemulsi, pemantap dan pengental, pengawet, pengeras, pewarna, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, dan sekuestrans. Peraturan ini dibuat untuk membatasi penggunaan bahan tambahan pangan yang dirasa masih cukup aman untuk dikonsumsi masyarakat terhadap timbulnya efek negatif yang dapat timbul akibat pemakaian yang berlebihan. Pemanis dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Yuliarti, 2007) Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama (Cahyadi, 2006). Tujuan ditambahkannya pemanis kedalam bahan pangan diantaranya: 1. Sebagai pangan bagi penderita diabetes mellitus karena tidak menimbulkan gula darah. Pada penderita diabetes mellitus disarankan mengunakan pemanis sintesis untuk menghindari bahaya gula. Dari tahun 1955 sampai 1966 digunakan campuran siklamat dan sakarin pada pangan dan minuman bagi penderita diabetes. 2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan. Kegemukan merupakan salah satu faktor penyakit jantung yang merupakan penyebab utama kematian. Untuk orang yang kurang aktif secara fisik disarankan untuk mengurangi masukan kalori per harinya. Pemanis sintesis merupakan salah satu bahan pengan untuk mengurangi masukan kalori. 3. Sebagai penyalut obat. Beberapa obat mempunyai rasa yan tidak menyenangkan, oleh karena itu untuk menutupi rasa yang tidak enak dari obat tersebut biasanya dibuat tablet yang bersalut. Pemanis lebih sering digunakan untuk menyalut obat karena umumnya bersifat higroskopis dan tidak menggumpal. 4. Menghindari kerusakan gigi. Pada pangan seperti permen lebih sering ditambahkan pemanis sintesis karena bahan permen ini mempunyai rasa manis yang lebih tingi dari gula, pemakaian dalam jumlah sedikit saja menimbulkan rasa manis yang diperlukan sehingga tidak merusak gigi. 5. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintesis yang dipergunakan denga tujuan untuk menekan biaya produksi karena pemanis sintesis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga harganya relatif murah dibandingkan dengan gula yang diproduksi di alam (Cahyadi, 2006).

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan

Berdasarkan proses produksi pemanis dibedakan menjadi: 1. Pemanis sintetis dihasilkan melalui proses kimia. Contoh: aspartam, sakarin dan siklamat. 2. Pemanis natural dihasilkan dari proses ekstraksi atau isolasi dari tanaman dan buah atau melalui enzimatis. Contoh: sukrosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, mantitol, dan isomalt. a. Aspartam

Aspartam ditemukan pada tahun 1965 secara kebetulan oleh James Schulter. Aspartam adalah senyawa metil ester dipeptida yaitu L-fenilalanin-metil ester. Mempunyai daya kemanisan ± 200x kemanisan gula. Aspartam merupakan pemanis sintesis non-karbohidrat, merupakan bentuk metil ester dari dipeptida (asam aspartat dan fenilalanin). Dijual dengan nama dagang komersial seperti Equal, Nutrasweet, dan Canderel. Tidak boleh digunakan oleh penderita PKU karena metabolisme aspartam meningkatkan kadar fenilalanin dalam darah.

b. Sakarin
Sakarin berupa Ca- atau Na-sakarin merupakan pemanis buatan yang paling lama dikenal ditemukan oleh John Hopkins (1879). Sakarin merupakan senyawa benzosulfimida atau o-sulfobenzimida dengan rumus molekul C7H5NO3S. Mempunyai daya kemanisan ± 300x kemanisan gula. Sakarin tidak mengandung kalori. Dalam tubuh sakarin diserap secara perlahan, tidak dimetabolisme, dan segera dikeluarkan lewat air seni. Tahun 1977 pemberian sakarin pada hewan percobaan meningkatkan resiko tumor kandung kemih pada anak tikus jika induknya diberi sakarin ketika mengandung.

c. Siklamat
Siklamat pertama kali ditemukan tahun 1939 oleh dan diperbolehkan untuk digunakan kedalam makanan di U.S.A. pada tahun 1950. Dilanjutkan dengan pengujian dalam keamanan untuk senyawa yang muncul ditemukan pada tahun 1967 bahwa siklamat dapat merubah usus ke cyclohexylamine dimana dapat menimbulkan karsinogenik. Rupanya, hanya beberapa individu yang memiliki kemampuan untuk merubah siklamat ke cyclohexylamine (Deman, 1980).

Tidak seperti sakarin, siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang kurang disenangi. Bersifat mudah larut dalam air dan intensitas kemanisanya ± 30 kali kemanisan sukrosa. Dalam industri pangan natrium siklamat dipakai sebagai bahan pemanis yang tidak mempunyai nilai gizi untuk pengganti sukrosa. Siklamat bersifat tahan panas, sehingga sering digunakan dalam pangan yang diproses dalam suhu tinggi misalnya pangan dalam kaleng. Meskipun memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan rasanya enak (tanpa rasa pahit) tetapi siklamat dapat membahayakan kesehatan. Hasil penelitian bahwa tikus yang diberikan siklamat dan sakarin dapat menimbulkan kanker kantong kemih. Hasil metabolisme siklamat, yaitu sikloheksiamin bersifat karsinogenik. Oleh karena itu ekskresinya melalui urine dapat merangsang pertumbuhan tumor. Penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa siklamat dapat menyebabkan atropi, yaitu terjadinya pengecilan testikular dan kerusakan kromosom ( Cahyadi, 2006 ).
Konsep adanya empat rasa pokok (manis, asin, pahit, dan asam) sebenarnya hanya penyederhanaan supaya praktis. Rangsangan yang diterima oleh otak karena rangsangan elektrik yang diteruskan dari sel perasa sebetulnya sangat kompleks. Rasa asin terutama disebabkan oleh rangsangan ion-ion negatif (anion) bahan kimia pada reseptor rasa. Tetapi tidak ada kelompok bahan kimia tertentu yang menyebabkan rasa manis meskipun telah diketahui bahwa struktur molekul sederhana kelompok senyawa-senyawa gula yang terbentuk tertutup sangat merangsang rasa manis. Sakarin yang struktur kimianya sangat berlainan dengan gula ternyata tidak dapat dibedakan rasa manisnya. Sampai saat ini mekanisme respons rasa manis belum diketahui dengan baik. Perubahan struktur molekul sedikit saja dapat menghasilkan senyawa baru dengan rasa yang berbeda.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui hubungan struktur kimia bahan pemanis dengan rasa manis adalah: 1. Mutu rasa manis Faktor ini sangat bergantung dari sifat kimia bahan pemanis dan kemurniannya. Bahan alam yang dapat mendekati rasa manis, kelompok gula yang dapat di pakai sebagai dasar pembuatan bahan pemanis sintesis adalah asam-asam amino. Salah satu dipeptida seperti aspartam memiliki rasa manis dengan mutu yang serupa dengan kelompok gula. Sedangkan pada sakarin dan siklamat menimbulkan rasa pahit yang semakin terasa dengan bertambah bahan pemanis. Rasa pahit tersebut diduga terkait dengan struktur molekulnya, karena dengan pemurnian yang bagaimanapun tidak dapat menghilangkan rasa pahit. 2. Intensitas rasa manis. Intensitas rasa manis menunjukkan kekuatan atau tingkat kadar kemanisan suatu bahan pemanis. Intensitas rasa manis berkaitan dengan nilai relatif rasa manis dalam yang sama maupun yang berbeda antara masing-masing bahan pemanis. Masing-masing pemanis berbeda kemampuannya untuk merangsang indra perasa. Kekuatan rasa manis yang ditimbulkan oleh bahan pemanis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantara adalah suhu dan sifat dan mediumnya (cair atau padat). Intensitas rasa manis biasanya diukur dengan membandingkannya dengan kemanisan sukrosa 10 %. 3. Kenikmatan rasa manis Bahan pemanis ditambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki rasa dan bau bahan pangan sehingga rasa manis yang tinbul dan menimbulkan kelezatan. Dari beberapa pemanis tidak sempurna dapat menimbulkan rasa nikmat yang dikehendaki. Pada pemanis sintesis seperti sakarin malah tidak dapat menimbulkan rasa nikmat malah memberikan rasa yang tidak menyenangkan. Tetapi penggunaan campuran sakarin dan siklamat pada bahan pangan dapat menimbulkan rasa manis tanpa menimbulka rasa pahit. Penggunaan pemanis buatan yang semula hanya ditujukan pada produk-produk khusus bagi penderita diabetes, saat ini penggunaannya semakin meluas pada berbagai produk pangan secara umum. Beberapa pemanis buatan bahkan tersedia untuk dapat langsung digunakan atau ditambahkan langsung oleh konsumen kedalam makanan atau minuman sebagai pengganti gula. Propaganda mengenai penggunaan pemanis buatan umumnya dikaitkan dengan isu-isu kesehatan seperti: pengaturan berat badan, pencegahan kerusakan gigi, dan bagi penderita diabetes dinyatakan dapat mengontrol peningkatan kadar glukosa dalam darah. Namun demikian, tidak selamanya penggunaan pemanis buatan tersebut aman bagi kesehatan (Cahyadi, 2006). Penggunaan pemanis buatan yang semula hanya ditujukan pada produk-produk khusus bagi penderita diabetes, saat ini penggunaannya semakin meluas pada berbagai produk pangan secara umum. Beberapa pemanis buatan bahkan tersedia untuk dapat langsung digunakan atau ditambahkan langsung oleh konsumen kedalam makanan atau minuman sebagai pengganti gula. Propaganda mengenai penggunaan pemanis buatan umumnya dikaitkan dengan isu-isu kesehatan seperti: pengaturan berat badan, pencegahan kerusakan gigi, dan bagi penderita diabetes dinyatakan dapat mengontrol peningkatan kadar glukosa dalam darah. Namun demikian, tidak selamanya penggunaan pemanis buatan tersebut aman bagi kesehatan (Cahyadi, 2006). Siklamat berasal dari N-cyclo-heksil-sulfamic acid (CHS), dan dimanfaatkan sebagai pemanis buatan non-kalori dalam makanan dan minuman serta industri farmasi. Siklamat diproduksi dari sikloheksilamin (diperoleh dengan pengurangan anilin) oleh reaksi sulfonasi. Siklamat tidak berbau dan larut dalam air, alkohol dan propilene glikol dan lebih stabil dibandingkan dengan aspartam dan sakarin, dan lebih tahan pada suhu tinggi.(Martin et al, 2005)

Ikatan antara atom S dan N pada siklamat merupakan ikatan amida (amida sulfonat), sehingga disamping keasaman atom H yang terikat gugus sulfonat, atom yang terikat gugus N juga bersfat asam. Ikatan amida tersebut dapat diputus dengan reaksi hidrolisis dengan katalis asam maupun basa disertai dengan pemanasan, menghasilkan sulfat dan sikloheksilamin. Nmun demikian reaksi hidrolisis siklamat juga dapat terjadi pada saluran pencernaan dengan bantuan mikroba. (Renwick et al, 2004)

Akhir-akhir ini menjadi perbincangan yang hangat dimana siklamat digadang sebagai suatu zat karsinogen, bagaimana tingkat toksisitas siklamat akan dipaparkan melalui beberapa penelitian berikut. Takayama memaparkan hasil penelitiannya melalui uji toksisitas jangka panjang selama 24 tahun dengan menggunakan hewan coba (kera) yang menunjukkan terjadinya adenocarsinoma pada kolon, carcinoma hepatoselular metastatik, dan adenocarcinoma papilar pada prostat. Namun takayama merasa tidak cukup bukti mengenai karsinogenisitas siklamat karena tumor yang teramati pada hewan coba terjadi pada jaringan yang berbeda dan pada frekuensi yang lazim teramati pada kera. Martin et al menyatakan bahwa tikus yang diberikan natrium siklamat secara intraperitoneal selam 10 sampai 14 hari kehamilan menyebabkan berkurangnya berat janin, berat plasenta dan panjang tali pusat (retardasi perkembangan janin), dan juga terjadinya hipertrofi sel hati dengan sinusoi kaliber kecil.

Kamenickova et al juga telah mempelajari efek dari pemanis buatan seperti aspartam, asesulfam, siklamat dan sakarin terhadap ekspresi CYP1A1 (sitokrom P450 1A1) sebagai aktivator karsinogen dalam metabolisme obat dan aktivitas transkripsional AhR(aril hidrokarbon reseptor) dan GR (glukokrotikoid reseptor) reseptor yang menginduksi karsinogen kimia. Pemanis yang diuji tidak mempengaruhi aktivitas transkripsi dari AhR dan GR, seperti diungkapkan oleh gen reporter. Ekspresi CYP1A1 mRNA dan protein tidak disebabkan oleh salah satu pemanis diuji dalam hepatosit primer manusia dan di usus manusia LS174T dan sel-sel kanker hati HepG2. Secara keseluruhan, penggunaan aspartam, asesulfam, siklamat dan sakarin dalam makanan dapat dianggap aman, berkaitan dengan efek pada induksi CYP1A1 dan aktivasi AhR dan GR reseptor.

Siklamat merupakan salah satu pemanis sintetis yang rasa manisnya 30 kali lipat dari sukrosa. Siklamat diproduksi dari sikloheksilamin (diperoleh dengan pengurangan anilin) oleh reaksi sulfonasi. Siklamat lebih tahan terhadap panas dibandingkan pemanis buatan yang lain, yang diharapkan tidak menimbulkan efek karsinogen akibat pemanasan seperti yang dialami oleh pemanis buatan yang lain. Beberapa penelitian menunjukkan hasil dimana siklamat dapat berperan sebagai suatu karsinogen, namun penelitian lain tidak menunjukkan hasil yang negatif dengan pengkonsumsian siklamat. Sehingga penulis rasa dibutuhkan penelitian yang lebih intensf dalam jangka panjang untuk menguji keamanan siklamat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi,S. 2006. Analisis dan aspek kesehatan bahan tambahan pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Kamenickova et al. Effect of artificial sweeteners on the AhR and GR dependent CYP1A1 expression in primary human hepatocytes and human cancer cells. Toxicology in vitro. 27: 2283-2288 Martin et al. 2005. Effect of Sodium Cyclamate on the Rat Fetal Liver : a karyometric and stereological study. Int. J. Morphol. 23(3): 221-226. Renwick et al. The metabolism of cyclamate to cyclohexylamine in humans during long term administration. Toxicology and applied pharmacology. 196: 367-380. Takayama et al. 2000. Long term toxicity and carcinogenicity study of cyclamate in nonhuman primates. Toxicological science. 53:33-39.

Yuliarti,N. 2007. Awas bahaya dibalik lezatnya makanan. Yogyakarta: penerbit Andi.