Kamis, 07 Apr 2016 09:58 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Pasti ada di pikiranmu, bila ada benda bertengger di angkasa mengapa tidak jatuh ke bumi? Bulan yang menjadi satelit alami bumi, tidak pernah jatuh. Kira-kira mengapa demikian ya?Satelit umumnya terbagi dua yaitu: satelit alam dan satelit buatan atau disebut satelit artifisial. Keduanya bergerak berdasarkan orbitnya masingmasing. Orbit merupakan jalur lintasan benda langit yang melingkar mengitari bumi.Lalu, mengapa tidak jatuh? Satelit mengitari bumi dalam keadaan cepat agar tidak jatuh, bayangkan saja bola tenis yang kamu lempar cepat pasti akan meluncur jauh dan jatuh lama, tapi bila lemparanmu lemah, bola tenis cepat jatuh, begitu pula dengan satelit.Alasan selanjutnya, satelit berada jauh dari gravitasi bumi. Selain bertujuan mencegah jatuh ke bumi, keberadaannya yang jauh dari bumi agar tidak bergesekan dengan atmosfer saat meluncur cepat.Agar bergerak cepat, satelit diluncurkan dari bumi menggunakan roket menuju orbitnya dengan kecepatan tinggi, setelah mencapai ketinggian tertentu satelit akan meluncur kencang mengikuti orbit secepat 29.000 km/jam, pada nantinya roket akan melepaskan satelit dan kembali ke bumi, satelit akan terus berputar dengan kecepatan konstan mengikuti orbitnya.Ketinggian satelit beragam, semakin tinggi keberadaannya berarti semakin lama ia akan mengudara. Semakin rendah satelit, semakin sebentar waktunya bertugas.Satelit yang pertama mengorbit dalam sejarah adalah Sputnik, buatan Rusia, pada 4 Oktober 1957. Satelit ini bikin kaget negara-negara barat lho. Soalnya mereka mengira Rusia tak mampu mengirimkan satelit ke orbit.Untuk saat ini satelit terbesar yang ada dimiliki oleh beberapa negara besar, seperti Amerika Serikat, yaitu International Space Station. Satelit ini telah diluncurkan sejak 1998 dan masih bertugas hingga kini, dan kemarin menjadi tempat percobaan bercocok tanam di ketinggian 600 kilometer dari permukaan bumi. (rkh/rkh)
LIVE REPORT Palapa D ialah nama bagi sejumlah satelit telekomunikasi geostasioner Indonesia. Nama ini diambil dari "Sumpah Palapa", yang pernah dicetuskan oleh Patih Gajah Mada dari Majapahit pada tahun 1334.
Satelit pertama diluncurkan pada tanggal 8 Juli 1976 oleh roket Amerika Serikat dan dilepas di atas Samudera Hindia pada 83° BT. Satelit pertama dari 2 satelit itu bertipe HS-333 dan bermassa 574 kg. Kemudian 4 satelit dari seri kedua dibuat, yang kesemuanya dari tipe Hughes HS-376. Ketika peluncuran Palapa B2 gagal, satelit ke-3 diatur. Awalnya bernama Palapa B3 dan dijadwalkan untuk STS-61-H, akhirnya diluncurkan sebagai Palapa B2P. Sementara itu Palapa B2 diperbaiki kembali oleh STS-51-A, diperbaharui dan diluncurkan lagi sebagai Palapa B2R. Palapa D dipesan[1] pada tanggal 29 Juni 2007 oleh perusahaan Indonesia PT Indosat Tbk, kepada Thales Alenia Space. Itu adalah Spacebus 4000B3 yang akan dibuat di Pusat Luar Angkasa Cannes Mandelieu. Hadirnya satelit Palapa adalah salah satu ide dan gagasan Presiden RI ke-2 HM Soeharto. Dikisahkan pada saat itu Pak Harto, panggilan akrabnya, sedang memikirkan bagaimana menyambungkan komunikasi di wilayah nusantara yang begitu luas dan terpisah jarak begitu jauh. Pentingnya kecepatan komunikasi ini diperlukan demi mempercepat pembangunan di Indonesia, setelah masa Orde Lama. Tanpa komunikasi yang cepat, impian Indonesia untuk maju sejajar dengan bangsa lainnya akan hanya jadi impian. Impian Presiden Soeharto itu menyebar, adalah dua orang yang kala itu bertanggung jawab atas kondisi telekomunikasi Indonesia, mereka adalah Mayjen TNI Soehardjono (dirjen pos dan telekomunikasi) serta Ir Sutanggar Tengker Yahya (direktur telekomunikasi di ditjen pos dan telekomunikasi yang juga mantan dirut PN Telekomunikasi Indonesia).[2] Sutanggar Tengker adalah alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan telekomunikasi. Sutanggar menyatakan kepada Soehardjono bahwa mustahil menyambungkan komunikasi di Indonesia tanpa menggunakan satelit. Mereka berdua pun paham, kala itu Indonesia juga belum menguasai tentang satelit. Hanya paham fungsi dan kegunaannya. Terdapat persoalan mengenai biaya. Hal ini karena satelit adalah barang yang sangat sangat mahal untuk Indonesia pada masa itu. Dengan kondisi masyarakat yang berkekurangan, tertinggal dari sisi pendidikan, dan kondisi perekonomian yang saat itu masih buruk.[3]
Page 28 Juli adalah hari ke-189 (hari ke-190 dalam tahun kabisat) dalam kalender Gregorian.
7 Juli - 8 Juli - 9 Juli
|