Salah satu paham yang masuk ke Indonesia di era globalisasi

Skip to content

Salah satu paham yang masuk ke Indonesia di era globalisasi

Dekan Fakultas Hukum
Dr. M. Citra Ramadhan, SH, M.H

Salah satu paham yang masuk ke Indonesia di era globalisasi


Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Anggreni Atmei Lubis, SH, M.Hum

Salah satu paham yang masuk ke Indonesia di era globalisasi


Wakil Dekan Bidang Inovasi, Kemahasiswaan dan Alumni
Nanang Tomi Sitorus, SH, M.H

Salah satu paham yang masuk ke Indonesia di era globalisasi

Salah satu paham yang masuk ke Indonesia di era globalisasi

Salah satu paham yang masuk ke Indonesia di era globalisasi

Salah satu paham yang masuk ke Indonesia di era globalisasi

Salah satu paham yang masuk ke Indonesia di era globalisasi

Salah satu paham yang masuk ke Indonesia di era globalisasi

Salah satu paham yang masuk ke Indonesia di era globalisasi

Globalisasi menyajikan tatanan yang menghapus batas antar negara yang saat ini telah sampai pada aspek penting kehidupan berbangsa bernegara dan menciptakan tantangan-tantangan baru, salah satunya dalam hal ideologi. Keterbukaan dan mudahnya akses informasi tak bisa dipungkiri menyebabkan masuknya ideologi-ideologi asing yang bertentangan dengan pancasila. Akibatnya, banyak masyarakat Indonesia yang ikut-ikutan ideologi asing tanpa memilah mana yang sesuai dengan pancasila dan mana yang tidak. Contohnya ideologi komunisme yang menganut paham ateisme (tidak adanya Tuhan) yang bertentangan dengan sila pertama Pancasila, ideologi liberalisme yang bersifat individualis dan bertentangan dengan sila keempat Pancasila, ideologi kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan dan bukan pada kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, kita harus dengan cermat menyaring paham-paham baru yang masuk. Kita perlu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dan disinilah peran Pancasila sebagai penyaring paham-paham baru tersebut sehingga nilai-nilai luhur tetap menjadi pondasi akan nilai-nilai baru yang muncul.

Sumber : Yuniar, Cinka. 2020. "Pancasila dan Perannya dalam Menghadapi Arus Globalisasi",http://lpmedentsundip.com/pancasila-dan-perannya-dalam-menghadapi-arus-globalisasi/, diakses pada 20 September 2021 pukul 08.32

Saya setuju bahwa kita harus dengan cermat menyaring paham-paham baru yang masuk. Untuk bisa melakukan hal tersebut maka diperlukannya pemahaman dan implementasi terhadap nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara supaya kita paham akan nilai-nilai Pancasila dan tahu batasannya. Sehingga kita bisa dengan cermat menyeleksi, menyaring, atau memilah paham-paham baru yang masuk yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dari Pancasila.

Saya setuju bahwa kita harus pandai dalam menyaring paham-paham baru yang masuk. Kita harus pastikan bahwa paham-paham baru yang masuk tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara. Karena Pancasila merupakan ideologi yang sangat sesuai dengan kebutuhan dan nilai budaya asli Indonesia.

Salah satu paham yang masuk ke Indonesia di era globalisasi

Salah satu paham yang masuk ke Indonesia di era globalisasi
Lihat Foto

SHUTTERSTOCK

Ilustrasi nasionalisme Indonesia.

KOMPAS.‍com - Pada zaman pergerakan nasional, banyak paham-paham baru bermunculan  yang mendorong gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika seperti Indonesia

Dengan paham-paham yang lahir di Eropa tersebut dipakai untuk menentang kolonialisme dan imperalisme penjajah.

Penyebaran paham-paham tersebut di kawasan Asia dan Afrika tidak lepas dari dibukanya terusan Suez pada 1869.

Paham yang memengaruhi pergerakan nasional

Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud), munculnya paham-paham baru di Eropa dan Amerika yang masuk ke Indonesia, seperti liberalisme, demokrasi, nasionalisme, dan sosialisme, menjadi dorongan bagi gerakan kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Politik Etis Belanda: Awal Lahirnya Tokoh-Tokoh Pergerakan Nasional

Berikut paham-paham tersebut:

Nasionalisme

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nasionalisme adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri, sifat kenasionalan.

Nasionalisme sudah ada sejak akhir abad ke-18. Nasionalisme muncul pertama kali di Eropa dan Amerika, seperti Inggris, Perancis, Jerman, Italia, dan Amerika Serikat.

Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), nasionalisme adalah gerakan modern.

Pada akhir abad ke-18 nasionalisme menjadi sentimen yang dikenal secara umum di masyarakat dan menjadi penentu faktor terbesar dalam sejarah modern.

Pada awal abad ke-19 menyebar ke Eropa Tengah, selanjut di Eropa Timur dan Tenggara. Berkembang di Asia dan Afrika pada awal abad ke-20. Itu menjadi kebangkitan dan perjuangan yang kuat di dua benua tersebut.

“Ketahanan ideologi Pancasila kembali diuji ketika dunia masuk pada era globalisasi di mana banyaknya ideologi alternatif merasuki ke dalam segenap sendi-sendi bangsa melalui media informasi yang dapat dijangkau oleh seluruh anak bangsa,” kata Deputi Bidang Pengkajian Strategik Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. membuka Focus Group Discussion (FGD) tentang Mencari Bentuk Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Era Globalisasi bertempat di Ruang Gatot Kaca, Senin, 9 Maret 2020.

Reni menjelaskan bahwa Pancasila sejatinya merupakan ideologi terbuka, yakni ideologi yang terbuka dalam menyerap nilai-nilai baru yang dapat bermanfaat bagi keberlangsungan hidup bangsa. Namun, di sisi lain diharuskan adanya kewaspadaan nasional terhadap ideologi baru. Apabila Indonesia tidak cermat, maka masyarakat akan cenderung ikut arus ideologi luar tersebut, sedangkan ideologi asli bangsa Indonesia sendiri yakni Pancasila malah terlupakan baik nilai-nilainya maupun implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono, M.E., menjelaskan mengenai tantangan yang dihadapi saat ini. Tantangan pertama adalah banyaknya ideologi alternatif melalui media informasi yang mudah dijangkau oleh seluruh anak bangsa seperti radikalisme, ekstremisme, konsumerisme. Hal tersebut juga membuat masyarakat mengalami penurunan intensitas pembelajaran Pancasila dan juga kurangnya efektivitas serta daya tarik pembelajaran Pancasila.

Kemudian tantangan selanjutnya adalah eksklusivisme sosial yang terkait derasnya arus globalisasi yang mengarah kepada menguatnya kecenderungan politisasi identitas, gejala polarisasi dan fragmentasi sosial yang berbasis SARA. Bonus demografi yang akan segera dinikmati Bangsa Indonesia juga menjadi tantangan tersendiri untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda di tengah arus globalisasi.

Pada kesempatan tersebut Dave juga memberikan rekomendasi implementasi nilai-nilai Pancasila di era globalisasi. Pertama, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang menarik bagi generasi muda dan masyarakat.

Rekomendasi selanjutnya adalah membumikan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan dan/atau pembelajaran berkesinambungan yang berkelanjutan di semua lini dan wilayah. Oleh karena itu, Dave menganggap perlu ada kurikulum di satuan pendidikan dan perguruan tinggi yaitu Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (P3KN). 

Menanggapi pernyataan Dave, Analis Kebijakan Direktorat Sekolah Menengah Atas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) Dr. Juandanilsyah, S.E., M.A., menjelaskan bahwa Pancasila saat ini diajarkan dan diperkuat melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) dengan penekanan pada teori dan praktik. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh perkembangan global juga berdampak pada anak-anak. 

Menurut Juan, Pancasila di masa mendatang akan mempertahankan otoritas negara dan penegakan hukum serta menjadi pelindung hak-hak dasar warga negara sebagai manusia. Oleh karena itu, sangat penting untuk menanamkan kesadaran terhadap potensi bahaya gangguan dari luar yang dapat merusak dan mengajak siswa untuk mempertahankan identitas bangsa serta meningkatkan ketahanan mental dan ideologi bangsa.

“Seharusnya representasi sosial tentang Pancasila yang diingat orang adalah Pancasila ideologi toleransi, Pancasila ideologi pluralisme, dan Pancasila ideologi multikulturalisme,” kata Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia Prof. Dr. Hamdi Moeloek.

Representasi sosial tentang Pancasila yang dimaksud adalah kerangka acuan nilai bernegara dan berbangsa yang menjadi identitas Bangsa Indonesia. Hamdi menjelaskan bahwa jika Pancasila menjadi acuan, maka implementasi nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah terlihat dalam praktik bernegara, misalnya saat pengambilan kebijakan-kebijakan politik. Selanjutnya Hamdi menjelaskan bahwa terlihat Pancasila bisa memberikan solusi di tengah adanya beragam ideologi seperti sosialis dan liberal serta di tengah usaha politik identitas oleh agama, etnik, dan kepentingan.