Salah satu krisis yang muncul pada periode akhir Orde Baru adalah krisis kepercayaan

Jakarta -

Masa jabatan Presiden Soeharto sebagai Presiden kedua Indonesia dikenal sebagai orde baru. Rentang waktu kekuasan pemerintahan orde baru berlangsung selama 32 tahun. Diawali surat perintah yang dikeluarkan pada 11 Maret 1966 hingga tahun 1998.

Melalui Tap MPR No. XXXIII/MPRS/1967, masa orde baru yang dipimpin Presiden Soeharto mulai memimpin negara. Pemerintahan berusaha segera pulih usai berakhirnya era kepemimpinan Presiden Soekarno.

Dikutip dari Modul Sejarah Indonesia Kelas XII yang disusun Nansy Rahman, orde baru adalah tatanan kehidupan bangsa dan negara yang dikembalikan pada Pancasila dan UUD 1945. Di orde sebelumnya sempat terjadi penyelewengan dan penyimpangan prinsip utama.

Di masa pemerintahannya, Soeharto melakukan koreksi total sehingga penerapan Pancasila semakin kuat. Lebih lengkapnya, simak latar belakang kelahiran, sistem pemerintahan, hingga jatuhnya pemerintahan orde baru.

A. Latar Belakang Lahirnya Orde Baru

Lahirnya orde baru ditandai TRITURA atau Tri Tuntutan Rakyat yang merupakan ide perjuangan Angkatan 66/KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). TRITURA terdiri dari tiga tuntutan yaitu pembubaran PKI, perombakan Kabinet Dwikora, dan penurunan harga.

TRITURA semakin panas karena sikap Presiden Soekarno yang bertolak belakang dengan aksi-aksi mereka. Hingga terjadi peristiwa G30S/PKI yang membuat rakyat Indonesia menurunkan kepercayaannya terhadap pemerintahan Soekarno.

Peristiwa G30S/PKI adalah salah satu penyebab menurunnya kredibilitas Soekarno dan membuatnya mengeluarkan Surat Perintah kepada Letjen Soeharto yang disebut Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).

Dalam Surat Perintah tersebut Soekarno menunjuk Soeharto untuk melakukan segala tindakan demi keamanan, ketenangan, dan stabilitas politik. Supersemar menjadi titik awal berkembangnya kekuasaan Orde Baru.

B. Sistem Pemerintahan pada Masa Orde Baru

Pemerintahan orde baru menggunakan konsep Demokrasi Pancasila. Visi utama pemerintahan orde baru adalah menerapkan nilai Pancasila dan UUD 1945, secara murni serta konsekuen dalam aspek kehidupan masyarakat Indonesia.

Di masa orde lama, komunisme dan gagasan yang bertolak belakang dengan Pancasila sempat meluas. Hal ini membuat Soeharto di masa jabatannya melakukan indoktrinasi Pancasila. Beberapa metode indoktrinasi yang dilakukannya yaitu:

  • Menerapkan pengajaran P4 (Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) di sekolah
  • Soeharto mengizinkan masyarakat membentuk organisasi dengan syarat menggunakan asas pancasila
  • Melarang kritikan yang menjatuhkan pemerintah dengan alasan stabilitas negara.

Sistem pemerintahan pada masa orde baru adalah presidensial dengan bentuk pemerintahan Republik dan UUD 1945 sebagai dasar konstitusi yang berlaku. Dalam periode masa orde baru, terjadi banyak perubahan-perubahan politik dan ekonomi.

Ekonomi Indonesia berkembang pesat walaupun dibarengi dengan praktik korupsi yang merajalela. Lewat beberapa kebijakannya, politik dan ekonomi negara juga semakin kuat. Namun kondisi ini menurun ketika di tahun 1997 saat terjadi krisis moneter.

Krisis inilah yang membuat pemerintah kehilangan kepercayaan rakyat sehingga Soeharto sebagai presiden mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 yang mengakhiri kekuasaan Orde Baru.

C. Penyebab Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru

Meski selama masa tersebut perekonomian Indonesia melaju pesat dan pembangunan infrastruktur yang merata untuk masyarakat, namun perkembangan tersebut diikuti dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

Hal ini menyebabkan kurangnya kepercayaan terhadap Presiden Soeharto dan memicu aksi demo mahasiswa dan masyarakat umum. Demonstrasi semakin gencar setelah pemerintah menaikkan harga BBM di tanggal 4 Mei 1998.

Belum lagi terjadi Tragedi Trisakti yaitu tertembaknya 4 mahasiswa di depan Universitas Trisakti yang semakin mendorong masyarakat menentang kebijakan pemerintah. Tahun 1997-1998 merupakan periode orde baru yang menjadi masa kelam bagi rakyat Indonesia.

Perekonomian yang tadinya melesat langsung mengalami penurunan disusul dengan berakhirnya rezim orde baru. Besarnya gelombang demonstrasi di berbagai daerah, membuat Presiden Soeharto mundur pada 21 Mei 1998. Setelah tiga dasawarsa lebih menjabat, orde baru ambruk akibat krisis ekonomi yang melanda negeri sejak tahun 1997.

Simak Video "Deretan Tahun Paling Mengerikan dalam Sejarah Manusia"



(row/row)

Salah satu krisis yang muncul pada periode akhir Orde Baru adalah krisis kepercayaan

Salah satu krisis yang muncul pada periode akhir Orde Baru adalah krisis kepercayaan
Lihat Foto

KOMPAS/EDDY HASBY

Mahasiswa se-Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi mendatangi Gedung MPR/DPR, Mei 1998, menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto. Sebagian mahasiswa melakukan aksi duduk di atap Gedung MPR/DPR.

KOMPAS.com - Orde Baru (Orba) merupakan masa pemerintahan Indonesia yang berlangsung sejak 1966 hingga 1998.

Orde Baru identik dengan Suharto yang menjadi menjadi presiden selama 32 tahun lamanya. 

Selama era Orde Baru berlangsung, perekonomian Indonesia berkembang pesat.

Pembangunan infrastruktur yang meningkat dan merata, sehingga dapat dinikmati masyarakat.

Sayangnya, perkembangan itu dibarengi dengan praktek korupsi yang merajalela.

Klimaksnya, pada pertengahan 1997 ketika Indonesia diterpa krisis moneter.

Akhirnya pada 1998, kekuasaan Orde Baru runtuh setelah Presiden Suharto mengundurkan diri.

Baca juga: Supersemar, Tonggak Lahirnya Orde Baru

Runtuhnya Orde Baru

Dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008) karya Merle Calvin Ricklefs, runtuhnya rezim Orde Baru terjadi di tengah-tengah krisis ekonomi, kerusuhan, dan pertumpahan darah di jalan-jalan.

Krisis Asia yang dimulai di Thailand menghantam Indonesia. Rupiah selama ini berada dalam kisaran Rp 2.500/US$, namun nilai itu segera merosot pada Juli 1997.

Pada Agustus 1997, nilai rupiah turun 9 persen. Bank Indonesia mengakui tidak bisa membendung rupiah terus merosot.

Pada Januari 1998, rupiah tenggelam hingga level Rp 17.000/US$ atau kehilangan 85 persen.

Kondisi itu membuat hampir semua perusahaan modern di Indonesia bangkrut.

Respon pertama pemerintah terhadap krisis ekonomi dengan diumumkan reformasi. Namun proyek-proyek para kroni dan keluarga masih dilindungi.

Perjanjian dengan IMF pada 1997 mengakibatkan 16 bank tutup. Hanya dua bank milik keluarga dibuka kembali.

Kondisi tersebut semakin meneguhkan anggapan para pengamat dalam dan luar negeri bahwa rezim ini sudah terbelit nepotisme, korupsi, dan inkompetensi.

Baca juga: Peristiwa Penting Era Orde Baru

Suharto, pada Januari 1998 mengumumkan rancangan anggaran negara yang absurd. Karena memasukan asumsi nilai tukar rupiah yang berlaku enam bulan sebelumnya.

Demontrasi besar-besarnya terjadi akibat dampak dari kondisi bangsa Indonesia.

Pada Mei 1998 demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa sudah turun ke jalan-jalan. Mereka menuntut perbaikan ekonomi dan reformasi total.

Demontransi semakin marak dan meluas hingga berlangsung di daerah-daerah. Pada 12 Mei, empat mahasiswa tertembak saat demonstrasi di depan Universitas Trisakti.

Peristiwa tersebut merupakan titik balik dengan demontrasi yang semakin marak.

Demonstrasi yang terjadi berujung dengan kerusuhan masal. Terjadi pembakaran dan penjarahan

Suharto kemudian mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh.

BJ Habibie, yang sebelumnya sebagai wakil presiden diangkat menjadi presiden.

Mundurnya Suharto sebagai presiden menandakan munculnya era reformasi.

Baca juga: Demokrasi Indonesia Periode Orde Baru (1965-1998)

Faktor lain

Dalam buku Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto (2007) karya Baskara T. Wardaya, stabilitas dan pertumbuhan dua legitimiasi utama Order Baru yang berusia tiga dasawarsa lebih ambruk diterjang badai krisis ekonomi yang melanda negeri sejak 1997.

Kondisi itu memberi kesahihan tentang detik-detik keruntuhan Orde Baru pimpinan Suharto.

Runtuhnya rezim Orde Baru semata-mata tidak hanya karena krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia.

Sesungguhnya runtuhnya rezim Orde Baru diprakondisikan dan didahului dengan runtuhnya ideologi yang mengawalnya.

Ideologi yang sejatinya bersifat luhur dan mulia, namun oleh rezim Suharto diselewengkan menjadi alat legitimasi.

Dalam perkembangannya fungsi ideologi sebagai alat legitimasi sudah tidak efektif lagi.

Ideologi mengalami devaluasi makna atau inflasi setelah masyarakat kian cerdas oleh pengaruh pendidikan, globalisasi dan pergaulan yang intens dengan transformasi kehidupan modern.

Ideologi lalu menjadi "macan ompong". Di mana yang selama ini dipakai untuk membungkus kebijakan-kebijakannya, membuat sepak terjangnya kian terbaca.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Krisis yang terjadi pada masa orde baru yaitu pada bidang moneter, politik, sosial, hukum, serta kepercayaan. Adanya berbagai krisis itupun mampu membawah perubahan dengan memporak porandakan semua aspek dalam kehidupan bernegara.

Dengan terjadinya krisis tersebut menyebabkan ketakutan tersendiri bagi pemerintah Indonesia akan munculnya berbagai ancaman disintegrasi  dari dalam negeri. Berikut merupakan berbagai krisis yang terjadi  di Indonesia pada masa akhir era orde baru.

1. Krisis Moneter

Krisis moneter yang terjadi di Indonesia diakibatkan oleh efek domino dari krisis moneter yang ada di Thailand akibat adanya penurunan nilai tukar mata uang bath terhadap mata uang dolar Amerika Serikat.

Adanya penurunan nilai tukar terhadap mata uang tersebut sangatlah berdampak pada perekonomian Indonesia.

Tidak hanya di Indonesia, penurunan nilai mata uang bath ini juga diikuti oleh menurunnya mata uang negara negara yang berada dalam kawasan Asia Tenggara maupun Asia Timur lainnya.

Negara yang juga mendapat dampak tersebut ialah Filipina, Malaysia, serta Korea Selatan.

Dengan terjadinya krisis tersebut Soeharto kemudian mengundang International Monetary Fund atau IMF dengan tujuan untuk mendapat bantuan dalam mengatasi krisis moneter yang trejadi di indonesia.

Namun, hasil pertemuan tersebut sedikit menelan kekecewaan, sebab IMF akan bersedia untuk membantu Indonesia dalam mengatasi krisis tersebut, asalkan Indonesia mampu memenuhi persyaratan yang diajukan oleh pihak IMF.

Persyaratan tersebut berisikan mengenai pencabutan subsidi bahan pokok, listrik, serta BBM yang telah diberikan kepada Indonesia. Persyaratan tersebut pun begitu memberatkan pihak Indonesia sendiri, sebab kondisi tersebut mampu mengakibatkan tidak berfungsinya dengan baik sistem perbankan yang ada di indonesia.

Apabila sistem perbankan di Indonesia  mengalami ketidakberfungsian tentunya akan sulit untuk mendorong pertumbuhan sektor riil dan dunia usaha.

Tidak hanya begitu persediaan barang khususnya kebutuhan pokok juga akan mengalami kelangkaan, yang mengakibatkan harga harga sembako meroket tajam dan tentunya akan memicu kepanikan dari masyarakat akan kondisi tersebut.

Macetnya dunia usaha juga menjadi salah satu faktor bagi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh beberapa perusahaan. Dengan kata lain,kondisi krisis ekonomi ini justru meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia.

Ketergantungan Indonesia pada aliran modal yang dikucurkan oleh pihak asing, membuat Indonesia tidak dapat mengatasi segala krisis moneter yang terjadi. Dan hal itu membuat Indonesia dengan terpaksa melakukan pinjaman kepada negara lain.

Dengan terhambatnya berbagai bidang dalam kehidupan berbangsa itu, pembangunan yang terjadi di Indonesia hanya terpusat pada satu daerah saja.

Pengaruh globalisasi, dominasi kekuatan pasar, lemahnya pertahanan ekonomi perusahaan,serta lemahnya kepercayaan antara pemerintah pusat dengan masyarakat, menjadi faktor penyebab keterpurukan ekonomi yang trejadi pada akhir orde baru.

Akibat kondisi perekonomian yang tidaklah stabil, pemerintah mengambil keputusan untuk akhirnya melakukan pencabutan subsisdi bahan bakar minyak (BBM) yang tentunya hal ini akan berdampak pada kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik di Indonesia.

Adanya kenaikan tersebut sangat memicu protes dan kemarahan paar rakyat Indonesia. Bentuk kekecewaan tersebut dibuktikan dengan adanya aksi protes dan kerusuhan yang terjadi pada bulan Mei 1998.

2. Krisis Sosial

Pada saat kondisi indonesia yang sudah tidak dapat terkendali,adanya berbagai gangguan sosialpun nyatanya tidak dapat dihindarkan lagi. Pada tahun 1998, terjadi berbagai kerusuhan di berbagai daerah.

Kerusuhan tersebut terjadi akibat adanya rasa anti tionghoa. Pada masa pemerintahan orde baru, arus investasi sangat dibuka lebar lebar melalui penanaman modal yang dilakuan pihak asing.

Dengan adanya modal yang diinventasikan di indonesia, pemerintah melakukan pemberdayaan terhadap kelompok etnis Tionghoa , WNI, serta warga asing untuk dapat menyukseskan program ekonomi yang akan diusung pada masa pemerintahan orde baru.

Dengan pemberdayaan tersebut, ras Tionghoa semakin menguat eksistensinya di ranah perekonomian Indonesia. Dan hal tersebut memunculkan rasa ketidaksukaan warga negara indonesia terhadap ras Tionghoa.

Namun selain itu, sebelum adanya krisis moneter yang melanda Indonesia, pada majalah eksekutif yang memuat daftar seratus konglomerat yang ada di indonesia, hanya ada 20 orang pribumi,satu warga negara india, dan beberapa sisanya dikuasai oleh ras Tionghoa.

Hal tersebut semakin memancing marah warga negara Indonesia terhadap ras tionghoa. Yang berakibat pada, kerusuhan masyarakat yang menjadikan ras tionghoa sebagai sasarannya.

Kemarahan tersebut bukanlah tanpa sebab, wrga negara Indonesia menganggap ras Tionghoa tersebut terlalu mendominasi perekonomian yang ada di indonesia.

Aksi kerusuhan tersebut pun, banyak menyebabkan banyaknya jumlah korban jiwa terutama berasal dari ras tionghoa. Kerusuhan tersebut terjadi di luar perkiraan pemerintah Indonesia.

3. Krisis Politik

Krisis pada bidang politik ini bermula saat pemilihan umum pada tahun 1997 akan diadakan. Peristiwa tersebut muncul akibat adanya idealisme yang ada di tubuh Partai Demokras Indonesia.

Adanya dualisme tersebut bermula saat enam belas fungsionaris dari PDI menyatakan akan mengadakan sebuah kongres yang bertujuan untuk memisahkan diri dari kepengurusan partai yang saat itu dipimpin oleh Megawati.

Berbagai upaya pun telah dilakukan untuk dapat menyelesaikan sengketan dualisme oleh PDI tersebut. Namun,lagi lagi tidak ada satu rencana pun yang membuahkan hasil.

Peristiwa tersebut mengalami puncaknya pada 27 Juli 1996. Peristiwa tersebut dikenal dengan kudatuli. Pada saat itu,  kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) diambil alih paksa lewat pertumpahan darah. Suasana di Jalan Diponegoro, Jakarta begitu mencekam.

Peristiwa Kudatuli bahkan disebut sebagai salah satu peristiwa yang paling terkelam dalam sejarah demokrasi yang ada di indonesia, terutama terkait dualisme partai politik di Indonesia.

Sebelum sampai ke kerusuhan, hampir satu dekade lamanya PDI mengalami konflik internal. Bergabungnya Megawati ke PDI pada 1987 meresahkan banyak pihak, terutama Pemerintah Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto.

Lalu dalam pemilu 1997 Golkar kembali memperoleh suara mutlak dari masyarakat. Dan keberlangsungan pemilu itu sendiri juga diikuti dengan pemilihan Presiden Republik indonesia  yang diadakan secara aklamasi.

Dalam pemilihan tersbeut Soeharto berhasil keluar sebagai Presiden dengan B.J Habibi yang menjadi wakil presiden saat itu. Pelantikan Soeharto menjadi presiden ini tidak mnedapat dukungan masyarakat, justru banyak menuai kecaman dari paar Mahasiswa yang tidak setuju dengan keputusan tersebut.

Penolakan tersebut dilatarbelangi dengan berbagai penyimpangan politik yang sebelumnya dilakukan pemerintah. Hal tersebut justru banyak memicu krisis sosial yang berakhir dengan turunnya Soeharto.

4. Krisis Kepercayaan

Dengan adanya berbagai krisis yang terjadi di Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah pada masa orde baru. Ketidakmampuan pemerintah dalam menanggulagi segala krisis di Indonesia menjadi salah satu faktornya.

Pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto ini belum bisa untuk membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, serta pelaksanaan kebijakan ekonomi yang tidak berpiha pada rakyat telah melahirkan sebuah krisis kepercayaan.

Pada masa orde baru adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) bukan malah menyurut melainkan tumbuh dengan sangat suburnya di Indonesia.

Terjadi kesenjangan kedudukan disitu, dimana hanya orang orang tertentu saja yang mampu menikmati segala fasilitas yang telah dibiayai oleh rakyat melalui pembayaran pajak.

5. Krisis Hukum

Penegakan hukum dan sistem peradilan yang ada di indonesia belum dapat menciptakan rasa aman pada setiap rakyatnya. Banyak sekali rekayasa yang dihadirkan dalam hukum Indonesia saat itu.

Seseorang yang bersalah dapat bebas dengan seenaknya sedangkan orang yang tidak bersalah justru mendekam dibalik jeruji penjara.

Seakan akan peribahasa “tumpul ke atas, lancip ke bawah” menemukan realitanya pada kehidupan.

Semua rakyat Indonesia memerlukan perubahan dalam bidang hukum serta sistem peradilan. Masih banyak hal yang perlu diluruskan untuk menemui kebenarannya.