Modifikasi pada Eceng Gondok (Eichornia crassipes Solms)
Secara umum deskripsi tanaman eceng gondok adalah sebagai berikut : Klasifikasi Eceng Gondok Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Suku : Pontederiaceae Marga : Eichhornia Spesies : Eichornia crassipes Solms (Ahmad M.M, 2008:15). Eceng gondok merupakan salah satu tanaman yang hidup di lingkungan yang berair, sehingga harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dia akan memodifikasi organ-organnya sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah menyesuaikan dengan perubahan lingkungannya. Beberapa organ eceng gondok yang mengalami modifikasi antara lain: 1. Daun Daun eceng gondok, khususnya bagian helaian daunnya berbentuk bulat, lebar, dan tebal. Daun yang seperti ini berfungsi untuk mempercepat penguapan. Selain itu juga berfungsi untuk bernapas. Daun eceng gondok tergolong dalam makrofita yang terletak di atas permukaan air. Di dalamnya terdapat lapisan rongga udara dan berfungsi sebagai alat pengapung tanaman. Zat hijau daun (klorofil) eceng gondok terdapat dalam sel epidemis. Di permukaan atas daun dipenuhi oleh mulut daun (stomata). Rongga udara yang terdapat dalam akar, batang, dan daun selain sebagai alat penampungan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan O2 dari proses fotosintesis. Oksigen hasil dari fotosintesis ini digunakan untuk respirasi tumbuhan di malam hari dengan menghasilkan CO2 yang akan terlepas ke dalam air (Pandey (1980) dalam Ahmad M.M, 2008: 17). 2. Akar Akar pada eceng gondok merupakan akar jenis serabut. Akar eceng gondok berfungsi untuk menjaga keseimbangan eceng gondok agar tidak terbalik pada saat mengapung di air. Selain itu, seperti fungsi akar pada umumnya yaitu untuk menyerap zat-zat makanan dan unsur hara yang diperlukan tanaman dari dalam air. Pada bagian akar eceng gondok ditumbuhi dengan bulu-bulu akar yang berserabut, yang berfungsi sebagai pegangan atau jangkar tanaman. Pada ujung akar terdapat kantung akar yang mana pada saat di bawah sinar matahari kantung akar ini berwarna merah, susunan akarnya dapat mengumpulkan lumpur atau partikel-partikel yang terlarut dalam air (Ardiwinata (1950) dalam Ahmad M.M, 2008: 17). 3. Batang Pada umumnya stolon atau geragih dibedakan menjadi dua, yaitu yang berada di atas permukaan tanah dan di dalam tanah. Namun pada kenyataannya ada pula stolon atau geragih yang ada di dalam perairan. Sebagai contoh yaitu pada tumbuhan eceng gondok. Batang eceng gondok menjalar di permukaan air berbentuk stolon. Salah satu fungsinya yaitu sebagai alat perkembangbiakan perkembangbiakan vegetatif (Ahmad M.M, 2008: 16-18). Serabut-serabut akar akan tumbuh pada ruas-ruas batang tersebut, sehingga eceng gondok dapat dengan mudah memperbanyak diri atau berkembangbiak. 4. Tangkai Tangkai eceng gondok berbentuk bulat menggelembung yang di dalamnya penuh dengan udara yang berperan untuk mengapungkan tanaman di permukaan air. Rongga udara dibatasi oleh dinding penyekat berupa selaput tipis berwarna putih (Pandey (1950) dalam Ahmad M.M, 2008: 18). Tanaman eceng gondok merupakan tanaman air yang mempunyai beberapa keunggulan dalam kegiatan fotosintesis, penyediaan oksigen maupun penyerapan sinar matahari. Bagian dinding permukaan akar, batang, dan daun memiliki lapisan yang sangat peka sehingga pada kedalaman yang ekstrem sampai 8 meter dibawah permukaan air masih mampu menyerap sinar matahari serta zat-zat yang terlarut dibawah permukaan air. Akar, batang dan daunya juga memiliki kantung-kantung udara sehingga mampu mengapung di air. Berdasarkan pengamatan, diperoleh data bahwa bagian/organ dari tanaman eceng gondok yang bermodifikasi adalah bagian tangkainya. Tangkai eceng gondok menggembung, hal ini merupakan wujud modifikasi dari tangkai daun eceng gondok. Tangkai ini menggembung sebagai wujud adaptasi tanaman eceng gondok terhadap lingkungan hidupnya yang berada di perairan. Fungsi dari adaptasi ini tentunya untuk mempertahankan tubuh tumbuhan tersebut agar tetap berada di atas permukaan air, sehingga perolehan cahaya untuk proses fotosintesis terpenuhi. Di dalam gembungannya tersebut terdapat udara yang berfungsi membantu pengapungan tanaman pada permukaan air. Udara yang terdapat di dalam rongga udara ini diperoleh dari hasil fotosintesis. Menurut Pandey (1980), rongga udara selain sebagai alat pengapungan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan oksigen dari proses fotosintesis. Oksigen ini digunakan untuk respirasi tumbuhan di malam hari dengan menghasilkan karbondioksida yang akan terlepas ke dalam air. Selain tangkai daun yang menggembung, pada tanaman eceng gondok yang tumbuh dalam populasi yang rapat maka akan memodifikasi tangkainya memanjang ke atas. Eceng gondok pada lingkungan tersebut tidak dapat bertahan hidup karena kekurangan pasokan cahaya maupun mengganggu proses transpirasi. Maka tangkai daunnya justru memanjang tidak seperti eceng gondok pada populasi yang tidak terlalu padat yang menggembungkan batangnya. Wujud modifikasi lainnya yaitu daunnya yang tipis agak lebar dan memiliki lapisan lilin untuk mempercepat penguapan. Selain itu eceng gondok memiliki akar pembandul sehingga eceng gondok dapat berdiri tegak dan tidak terbalik di lingkungan perairan. Daftar Pustaka Campbell. Neil A,dkk. 2010. Biologi Edisi kedelapan Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Tjitrosoepomo, Gembong. 2007. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soemarwoto. I,dkk. 1990. Biologi Umum III. Jakarta: Gramedia. Mukti, Ahmad Muhtar, 2008, Tugas Akhir: PenggunaanTanaman Enceng Gondok (Eichornia crassipes) Sebagai Pre-Treatment Pengolahan Air Minum pada Air Selokan Mataram, Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. repository.usu.ac.id_bitstream_123456789_20317_4_ChapterII.pdf, Diakses pada tanggal 7 Oktober, pukul 13.31 WIB.
Eceng gondok[1] (Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe.[2]
Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil.[3]
Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.
Solms Tata namaBasionimPontederia crassipes (en) Eceng gondok sedang berbunga Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut.[2] Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat beradaptasi dengan perubahan yang ekstrem dari ketinggian air, arus air, dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air.[4] Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium (Laporan FAO). Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di daerah pantai Afrika Barat, di mana eceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan berkurang saat kandungan garam naik pada musim kemarau.[4] Kolam yang dipenuhi eceng gondok yang sedang berbunga Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan eceng gondok antara lain:
Karena eceng gondok dianggap sebagai gulma yang mengganggu maka berbagai cara dilakukan untuk menanggulanginya. Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya antara lain:
Sungai yang dipenuhi eceng gondok Walaupun eceng gondok dianggap sebagai gulma di perairan, tetapi sebenarnya ia berperan dalam menangkap polutan logam berat. Rangkaian penelitian seputar kemampuan eceng gondok oleh peneliti Indonesia antara lain oleh Widyanto dan Susilo (1977) yang melaporkan dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain. Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diserap oleh eceng gondok secara maksimal pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun hingga 51,85 persen.[8] Selain dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap residu pestisida.
|