MASIH banyak Wajib Pajak yang kebingungan dengan konsep pembukuan atau pencatatan. Selain bingung tentang konsepnya, Wajib Pajak juga bingung menentukan apakah harus menggunakan pembukuan, atau pencatatan? Tulisan ini akan mengupas habis mengenai pembukuan dan pencatatan. Pembukuan merupakan suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut. Pembukuan merupakan kegiatan utama dalam akuntansi komersial. Sedangkan Pencatatan merupakan proses pengumpulan data secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan diatur dalam Pasal 28 UU KUP. Saya Wajib Pembukuan atau Pencatatan? 2) Jika Anda merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi, perhatikan penjelasan berikut ini: Sampai dengan tulisan ini dibuat, penjelasan nomor 2b3 merupakan pendapat pribadi penulis, karena sampai dengan saat ini belum ada peraturan yang secara tegas mengatakan demikian. Perbedaan Pembukuan dan Pencatatan
Pembukuan/pencatatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak memiliki ciri kualitatif sebagai berikut: 1) dapat dipahami oleh fiskus 2) sensitivitas informasi, bukan materialitas 3) disajikan secara jujur, dengan itikad baik, substansi penghasilan dan beban yang disajikan merupakan penghasilan dan beban yang diperbolehkan oleh undang-undang 4) dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya 5) disampaikan tepat waktu 6) bersifat independen terhadap akuntansi komersial Itikad Baik dalam Pembukuan/Pencatatan Dimana Pembukuan/Pencatatan harus Dilakukan? Pembukuan atau pencatatan dilaksanakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh menteri keuangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 196/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 24/PMK.011/2012, bahasa asing yang diperkenankan adalah bahasa Inggris dengan mata uang asing yang dikenankan adalah dolar AS. Wajib Pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dengan bahasa dan mata uang asing adalah: a. WP PMA yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan PMA, harus mendapatkan izin dari Menteri Keuangan dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-10/PJ/2012 b. WP kontrak karya yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan pemerintah RI sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan pertambangan migas dan selain pertambangan migas, wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke KPP tempat WP terdaftar c. BUT, harus mengajukan permohonan izin kepada Kepala Kanwil DJP d. WP yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri, harus mendapatkan izin dari Menteri Keuangan dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kanwil DJP e. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam denominasi satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal, harus mendapatkan izin dari Menteri Keuangan dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kanwil DJP f. WP yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan huruf b UU PPh, harus mendapatkan izin dari Menteri Keuangan dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kanwil DJP g. Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia, harus mendapatkan izin dari Menteri Keuangan dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kanwil DJP Ketentuan mengenai permohonan izin/pemberitahuan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-10/PJ/2012. Prinsip Taat Asas Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau kas. Prinsip taat asas maksudnya pembukuan harus diselenggarakan secara konsisten, atau sama setiap tahunnya, tidak boleh berganti-ganti, hal ini bertujuan agar tidak terjadi pergeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas misalnya dilakukan dalam penerapan: a) metode pengakuan penghasilan/stelsel metode pengakuan penghasilan/stelsel yang diperbolehkan adalah stelsel akrual atau stelsel kas. Dua metode ini harus dilaksanakan secara konsisten, tidak boleh berubah. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya, yang pengakuan penghasilan diakui pada saat diperoleh dan biaya diakui pada saat terutangnya meskipun penghasilan dan biaya tersebut belum dibayar secara tunai. Stelsel akrual biasa kita sebut sebagai acrual basis. Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh pengusaha di bidang konstruksi dan metode lainnya yang dipakai dalam bidang tertentu seperti BOT, Real estate, dll. Sebaliknya, stelsel kas adalah suatu metode pengakuan penghasilan dan biaya yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Stelsel kas biasa kita kenal sebagai cash basis. Menurut stelsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan jika benar-benar diterima secara tunai dan biaya baru dianggap sebagai biaya jika benar-benar telah dibayar tunai. Namun, stelsel kas yang diperbolehkan menurut UU PPh adalah stelsel kas yang campuran, bukan stelsel kas murni. Oleh karena itu, Wajib Pajak yang menggunakan stelsel kas harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan (HPP) harus diperhitugkan seluruh pembelian dan persediaan b. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi Tujuannya agar tidak terjadi pengaburan terhadap penghasilan. b) tahun buku c) metode penilaian persediaan d) metode penyusutan dan amortisasi Dalam hal terdapat perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Ketentuan mengenai perubahan tahun buku diatur di beberapa ketentuan, diantaranya adalah: a. Pasal 28 PP No 94/2010 b. Pasal 12 PP No 138/2000 c. Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-297/PJ./2002 d. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-40/PJ.42/1998 e. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-14/PJ.313/1991 Tujuan Pembukuan/Pencatatan c. Mengetahui dan menilai tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan sistem self assesment, terutama apabila sedang terjadi pemeriksaan atau penyidikan pajak. Bukti Pembukuan/Pencatatan ———————– referensi 1) Izzudin, tanpa tahun, Akuntansi Pajak, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2) UU PPh 3) UU KUP 4) Ketentuan lain yang mengatur sebagaimana disebut dalam tulisan ini Semua ketentuan yang dikutip di artikel blog ini adalah update pada saat tulisan dibuat. Penulis tidak bertanggung jawab apabila tulisan tersebut dibaca di kemudian hari namun ketentuan tersebut sudah diubah/dicabut.
Semua ketentuan yang dikutip di blog ini adalah update pada saat artikel dimuat. Penulis tidak bertanggung jawab apabila artikel tersebut dibaca di kemudian hari namun ketentuan tersebut sudah diubah/dicabut. Arsip Select Month May 2022 (1) January 2022 (3) December 2021 (1) July 2021 (1) June 2021 (5) May 2021 (4) April 2021 (4) March 2021 (2) November 2020 (1) October 2020 (2) September 2020 (4) August 2020 (2) April 2020 (3) March 2020 (1) February 2020 (2) January 2020 (3) December 2019 (4) November 2019 (2) October 2019 (1) July 2019 (1) June 2019 (2) April 2019 (4) March 2019 (2) December 2018 (3) November 2018 (2) October 2018 (2) August 2018 (1) July 2018 (1) June 2018 (2) May 2018 (2) April 2018 (2) March 2018 (1) January 2018 (1) December 2017 (3) November 2017 (1) October 2017 (2) September 2017 (3) August 2017 (2) July 2017 (2) April 2017 (1) March 2017 (6) January 2017 (1) November 2016 (3) October 2016 (1) September 2016 (3) August 2016 (9) July 2016 (6) June 2016 (4) May 2016 (4) April 2016 (6) March 2016 (4) February 2016 (9) January 2016 (13) December 2015 (11) November 2015 (5) October 2015 (5) September 2015 (2) August 2015 (12) July 2015 (9) June 2015 (20) May 2015 (12) April 2015 (12) March 2015 (13) February 2015 (17) January 2015 (23) December 2014 (6) November 2014 (13) October 2014 (10) September 2014 (9) August 2014 (12) July 2014 (8) June 2014 (12) May 2014 (11) April 2014 (17) March 2014 (12) February 2014 (4) January 2014 (6) December 2013 (7) November 2013 (6) October 2013 (2) September 2013 (5) February 2012 (1) October 2011 (3) Follow nasikhudinisme on WordPress.com |