Pernyataan yang tepat mengenai perbedaan laporan keuangan komersial dan fiskal adalah

REKONSILIASI FISKAL (2)

Secara umum, rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak karena terdapat perbedaan perhitungan antara laba menurut komersial atau akuntansi dengan laba menurut perpajakan. Laporan keuangan komersial ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak.

Perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal berdasarkan pembebanannya dapat dibedakan dua macam, yaitu beda tetap (permanent differences) dan beda waktu (timing differences). Selain itu dapat juga diklasifikasi menjadi dua jenis, yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif.

Beda Tetap dan Beda Waktu

Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak.

Dengan kata lain, dalam beda tetap ini, penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba neto untuk akuntansi komersial, tidak diakui dalam penghitungan akuntansi pajak.

Contohnya penghasilan yang menimbulkan beda tetap adalah hibah, sumbangan, dan penghasilan bunga deposito. Adapun contoh biaya yang menimbulkan beda tetap adalah biaya sanksi perpajakan, entertaintment (tanpa daftar nominatif), pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan perusahaan.

Beda waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak.

Dalam beda waktu ini, penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial atau sebaliknya, tidak dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena perbedaan metode pengakuan. Contoh penghasilan yang menimbulkan beda waktu adalah pendapatan laba selisih kurs. Sementara untuk contoh biayanya adalah biaya penyusutan dan biaya sewa.

Koreksi Fiskal Positif dan Negatif

Secara sederhana, koreksi fiskal positif akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah atau dengan kata lain menyebabkan penambahan PPh terutang. Jadi, koreksi positif akan menambahkan pendapatan dan mengurangi atau mengeluarkan biaya-biaya yang sekiranya harus diakui secara fiskal.

Secara rinci, koreksi positif umumnya disebabkan oleh biaya-biaya yang tidak diperkenankan oleh pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PPh. Biaya-biaya tersebut di antaranya:

  • Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
  • Dana cadangan.
  • Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
  • Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
  • Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan.
  • Pajak penghasilan.
  • Gaji yang dibayarkan kepada pemilik.
  • Sanksi administrasi.
  • Selisih penyusutan/amortisasi komersial di atas penyusutan/amortisasi fiskal.
  • Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
  • Penyesuaian fiskal positif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah disebutkan di atas.

Sebaliknya, koreksi negatif akan menyebabkan laba kena pajak berkurang atau pengurangan PPh terutang. Hal ini disebabkan oleh pendapatan komersil yang lebih tinggi daripada pendapatan fiskal dan biaya-biaya komersil yang lebih kecil daripada biaya-biaya fiskal.

Penyebab dari adanya koreksi negatif sendiri di antaranya adalah penghasilan yang dikenakan PPh final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam peredaran usaha (PPh Pasal 4 ayat (2)), selisih penyusutan/amortisasi komersial komersial di bawah penyusutan/amortisasi fiskal, dan penyesuaian fiskal negatif lain.

Shopuroh, E. (2019). Analisis Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal Atas Pajak Penghasilan Terhutang PT Prime Services. Jurnal Aktiva : Riset Akuntansi Dan Keuangan, 1(1), 13-25. https://doi.org/10.52005/aktiva.v1i1.14


Page 2

Return to Article Details

Analisis Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal Atas Pajak Penghasilan Terhutang PT Prime Services

Download

Download PDF

Berapa Macam Biji-Bijian Yang Dapat Dikonsumsi Oleh Manusia Dan Apa Saja Manfaatnya.

Sebuah kendaraan Vario 2013 dengan HPS (Harga Pasar Setempat), Rp. 6.500.000,0. Berapa UP yang dapat diperoleh ?.

Susun ulang bagian pendahuluan dengan teknik parafrasa agar terhindar dari plagiasi

Tgl diterima untuk 4 tahun, maka jurnal penutup yang dibuat pada akhir tahun’13 disisi debet adalah... 1/8-’10 Kas 19.200 Sewa diterima di muka 19.200

Isu kontemporer yang terdiri dari pasar modal, saham syariah, obligasi syariah, dan reksadana syariah, berikan masing-masing contoh dari isu kontempor … er tersebut!.

Cara mengatur/menata untuk kemudian disimpan menggunakan sistem kearsipan disebut.

Seharusnya tujuan komersial dan non-komersial tidak menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan suatu objek dapat atau tidak dapat dikenakan ppn diseb … abkan ​.

22. Jika besar ze=60°, maka besar ze adalah..... # A. 30° B. 60° 23. Besar BAC adalah.... D 108⁰ A A. 24° B. 48° 36° C. 120° D. 300⁰ B C. 72° D. 98°​

Kita telah membuat jurnal yang salah beban rupa-rupa rp100. 000 kas rp100. 000 jurnal yang seharusnya kita buat beban bunga rp100. 000 kas rp100. 000 … jurnal yang salah tersebut telah diposting maka jurnal koreksi yang harus kita buat adalah.

21. Besar sudut BOC pada gambar tersebut adalah ... B A. 36° C. 144° B. 70° D. 150° 0​

Sistem perhitungan dalam akuntansi perpajakan menjadi hal yang penting, terutama di bidang perpajakan Indonesia. Indonesia sendiri menganut kebijakan self assessment yang mewajibkan Wajib Pajak, baik pribadi maupun badan untuk menghitung dan membayar sendiri pajaknya. Laporan Keuangan adalah sarana untuk menyajikan informasi keuangan secara periodik yang utamanya ditujukan kepada pemilik/pemegang saham dan kreditur. Laporan Keuangan sendiri dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan komersial merupakan laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan dan bersifat untuk mengetahui jumlah perhitungan laba maupun rugi secara kormesial. Sedangkan laporan keuangan fiskal merupakan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan undang – undang perpajakan sehingga ditemukan Penghasilan Kena Pajak dan juga jumlah pajak yang terhutang.

1. Laporan Keuangan Komersial

Dalam Standar Akuntansi Keuangan dalam Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan Paragraf 12, bahwa: “Tujuan Laporan Keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.” Selain itu, Laporan keuangan menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Namun demikian, Laporan Keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai untuk pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh kejadian di masa lalu dan tidak menyediakan informasi non-keuangan. Laporan Keuangan yang lengkap meliputi:

  • laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode,
  • laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain,
  • laporan perubahan ekuitas,
  • laporan arus kas,
  • catatan atas laporan keuangan,
  • laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif.

Setiap komponen dalam Laporan Keuangan merupakan satu kesatuan yang utuh dan terkait satu dengan lainnya, sehingga dalam menggunakan perlu dilihat sebagai suatu keseluruhan bagi pemakainya, untuk tidak terjadi kesalahpahaman. Informasi tentang posisi keuangan perusahaan pada saat tertentu  terutama disajikan dalam laporan posisi keuangan. Sedangkan informasi yang memperlihatkan perubahan posisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu disajikan dalam laporan laba-rugi komprehensif, laporan laba ditahan, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas.

2. Laporan Keuangan Fiskal

Laporan Keuangan fiskal sebenarnya bukan istilah baku dalam terminologi akuntansi di Indonesia. Istilah ini digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menghitung laba fiskal perusahaan sesuai dengan peraturan perpajakan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar untuk menghitung Pajak Penghasilan terutang. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak ini biasanya berasal dari Laporan Keuangan komersial setelah dilakukan proses penyesuaian atau rekonsiliasi yang disesuaikan dengan ketentuan perpajakan.

Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri pajak-pajak yang terutang berdasarkan ketentuan undang-undang perpajakan dan melaporkan ke kantor pelayanan pajak dengan cara mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Dengan demikian penentuan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang berada pada Wajib Pajak itu sendiri. Pajak Penghasilan menganut sistem pemajakan komprehensif dengan mendefinisikan penghasilan berdasarkan tambahan kemampuan ekonomis. Pajak Penghasilan dikenakan atas dasar jumlah penghasilan yang dikenakan pajak yang diambil dari catatan pembukuan. Dalam perpajakan ditentukan bahwa Wajib Pajak dalam negeri diwajibkan untuk melaporkan pajak terutangnya kepada negara dengan menyampaikan SPT pajak yang dilampiri dengan Laporan Keuangan. Laporan Keuangan ini disusun khusus untuk kepentingan perpajakan dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan.

Dalam UU KUP disebutkan bahwa “Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.” Tapi dalam undang-undang ttidak dijelaskan mengenai jenis laporan yang harus disampaikan, apakah Laporan Keuangan fiskal atau komersial. Namun dapat ditafsirkan bahwa Laporan Keuangan yang dimaksud adalah laporan yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Laporan Keuangan yang disampaikan harus dapat menunjukkan keterangan yang cukup untuk penghitungan Penghasilan Kena Pajak.

Apabila Wajib Pajak  berkeinginan untuk menyusun Laporan Keuangan fiskal, maka hal-hal yang tercakup dalam Laporan Keuangan fiskal yang disarankan, terdiri dari:

  • neraca fiskal;
  • perhitungan rugi laba dan laba yang ditahan fiskal;
  • penjelasan Laporan Keuangan fiskal;
  • rekonsiliasi Laporan Keuangan komersial dan Laporan Keuangan fiskal;
  • ikhtisar kewajiban pajak.