Pernyataan berikut sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kecuali

Pernyataan berikut sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kecuali

Pernyataan berikut sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kecuali
Lihat Foto

SHUTTERSTOCK

-

KOMPAS.com - Politik Luar Negeri adalah upaya pencapaian kepentingan-kepentingan nasional melalui kebijakan yang berhubungan dengan negara lain.

Politik luar negeri yang diterapkan suatu negara dapat mencerminkan kondisi dalam negeri negara tersebut.

Pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia 1945-1949, Indonesia mempunyai prioritas kepentingan nasional untuk memperoleh kedaulatan secara penuh serta mendapatkan pengakuan dari dunia Internasional, khususnya Belanda.

Oleh karena itu, politik luar negeri Indonesia diarahkan pada usaha-usaha untuk mencari simpati dan berhubungan baik dengan negara-negara maju serta negara dunia ketiga.

Moh Hatta mencetuskan konsep politik luar negeri bebas aktif pada 2 September 1948 dalam kelompok kerja KNIP.

Baca juga: Kondisi Politik masa Orde Baru

Dalam buku Politik Luar Negeri Indonesia dibawah Soeharto (1998) karya Leo Sryadinata, Hatta mengungkapkan bahwa Indonesia tidak perlu memilih untuk bersikap pro terhadap Amerika Serikat atau pro Uni Soviet.

Dengan sikap tersebut, Indonesia tidak menjadi obyek perjuangan politik Internasional. Indonesia harus menjadi subyek yang memiliki hak untuk menentukan pilihannya sendiri.

Pengertian Politik Bebas Aktif

Dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2005) karya M.C Riclefs, politik bebas aktif adalah sikap Indonesia yang mempunyai jalan atau pendirian sendiri dalam menghadapi masalah internasional tanpa memihak pada blok Barat maupun blok Timur serta turut berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dunia.

Atas dasar politik bebas aktif, Indonesia memposisikan dirinya sebagai subyek dalam pengambilan keputusan hubungan luar negeri dan tidak dapat dikendalikan oleh kepentingan politik negara lain.

Baca juga: Dinamika Politik Partai masa Demokrasi Liberal

Landasan Politik Bebas Aktif

Landasan ideal Politik Bebas Aktif Indonesia adalah Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara berisi tentang pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara dalam seluruh aspek kehidupan termasuk politik luar negeri.

Landasan konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia adalah UUD 1945 alinea pertama dan alinea keempat, serta pada batang tubuh UUD 1945 Pasal 11 dan Pasal 13. Sedangkan landasan operasional politik luar negeri Indonesia terdapat dalam TAP MPR no IV/MPR/1978.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Pernyataan berikut sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kecuali

Pernyataan berikut sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kecuali
Lihat Foto

PUSPA PERWITASARI

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kiri) memaparkan pencapaian tiga tahun politik luar negeri Kabinet Kerja di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (26/10). Menlu memaparkan pencapaian tiga tahun langkah diplomasi luar negeri pemerintah, diantaranya diplomasi kemanusiaan meliputi penyelesaian konflik Rohingya, perlindungan WNI di luar negeri meliputi pendampingan hukum, repatriasi, evakuasi WNI dari konflik perang dan bencana alam, diplomasi kedaulatan NKRI terkait batas negara baik darat maupun laut, serta diplomasi perdamaian dalam menjembatani perbedaan. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama/17

KOMPAS.com - Dalam menjalankan kebijakannya di dunia internasional atau politik luar negeri, Indonesia menganut prinsip politik yang bebas dan aktif.

Bebas diartikan bangsa Indonesia tidak memihak atau ikut serta pada kekuatan-kekuatan yang
ingin berseteru dan tidak sesuai dengan nilai luhur bangsa.

Sementara aktif artinya Indonesia tidak tinggal saja, tapi aktif dalam hubungan internasional dalam rangka mewujudkan ketertiban dunia.

Dengan politik bebas aktif, Indonesia bisa menentukan arah, sikap, dan keinginan sebagai
negara yang merdeka dan berdaulat.

Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), dalam politik luar negeri tujuan umum yang memandu kegiatan dan hubungan satu negara dalam interaksi dengan negara lain.

Perkembangan politik luar negeri dipengaruhi oleh pertimbangan domestik, kebijakan,
perilaku negara lain, atau rencana untuk memajukan desain geopolitik tertentu.

Ditekankan keunggulan geografi dan ancaman eksternal dalam membentuk kebijakan luar
negari. Diplomasi adalah alat kebijakan luar negeri.

Baca juga: Politik Luar Negeri Indonesia

Sejarah

Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), politik dunia ditandaioleh munculnya dua kekuatan yang saling bertentangan, yaitu Amerika Serikat dan Uni

Soviet.

Amerika Serikat memiliki ideologi liberalisme, sedangkan Uni Soviet memiliki ideologi
komunisme. Sehingga terbentuk istilah blok barat dan blok timur.

Politik dan sikap Indonesia dilandaskan kepada kemerdekaan dan bertujuan untuk memperkuat perdamaian.

Terhadap dua blok kekuatan yang bertentangan itu, Indonesia tidak mau memilih salah satu pihak. Indonesia menjalankan politik luar negeri “bebas aktif”. Hal ini sesuai dengan cita-cita PBB.

Pada 2 September 1948, dihadapan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) Mohammad Hatta
menyampaikan pidatonya mengenai politik luar bebas aktif.

Bahwa Indonesia seharusnya menentukan sikap sendiri terhadap pertarungan internasional dan bukan menjadi obyek politik internasional.

Baca juga: Tantangan Politik Luar Negeri RI Pasca-Pemilu 2019

Kenetralan bangsa Indonesia terhadap kedua kubu didukung dengan disusunnya Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia.

Dilansir situs Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Dalam sidang Majelis Umum PBB ke-15 pada 1960, Presiden Sukarno menyampaikan pidatonya dengan judul "Membangun Dunia Baru" (To Build the World Anew).

Presiden SUkarno menyerukan "Kekuatan Dunia Baru" (New Emerging Forces) untuk bangkit
menuju tatanan dunia yang lebih adil dan seimbang, melampaui dominasi negara-negara besar di dunia yang secara ideologis terbagi ke dalam Blok Barat dan Blok Timur.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia bertemu dengan para kepala pemerintahan Ghana,
India, Mesir, dan Yugoslavia guna mempersiapkan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non-Blok I di Beograd, Yugoslavia pada tahun 1961.

Dalam buku Grand Design: Kebijakan Luar Negeri Indonesia (2015-2025) (2016) karya Adriana
Elisabet, prinsip bebas aktif dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia disesuaikan dengan dinamika nasional, regional, dan internasional.

Khususnya dinamika yang cenderung berdampak ataupun saling memengaruhi  perkembangan di tingkat nasional, regional, dan internasional.

Untuk mengoptimalkan kontribusi internasional Indonesia dan mencapai kepentingan nasionalsecara menyeluruh baik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan masyarakat, maupun menciptakan ketertiban dunia.

Maka prinsip bebas aktif diimplementasikan secara lebih pragmastis, proaktif, fleksibel,
akomodatif, dan asertif.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Demokrasi Terpimpin di Indonesia berlangsung dari tahun 1959-1965. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin didominasi oleh hasrat dan cita-cita besar Sukarno. Dalam buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, Demokrasi Terpimpin didominasi oleh kepribadian Sukarno, walaupun dalam pelaksanaannya dijalankan bersama dengan pemimpin-pemimpin angkatan bersenjata.

Politik luar negeri Indonesia yang diterapkan pada masa Demokrasi Terpimpin adalah politik bebas aktif. Kebijakan politik luar negeri Indonesia ini didasarkan pada Manipol USDEK yang merupakan akronim dari Manifesto Politik UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Penerapan politik bebas aktif pada masa Demokrasi Terpimpin bersifat revolusioner dan radikal. Sifat politik luar negeri bebas-aktif Indonesia yang revolusioner dan ofensif dapat kita lihat melalui kebijakan pemerintah Indonesia dalam konflik internasional, yaitu sebagai berikut.

  1. Pengembalian Irian Barat dengan melakukan perang terbuka dengan Belanda. Kebijakan Sukarno dalam penyelesaian masalah Irian Barat menunjukkan ketegasan politik luar negeri Indonesia untuk memperjuangkan kedaulatan NKRI secara utuh.
  2. Pembentukan New Emerging Forces (NEFOS). Dalam pidatonya di KTT Non-Blok tahun 1961, Sukarno menyatakan bahwa permasalahan internasional merupakan dampak dari pertentangan antara kekuatan lama (OLDEFOS) dan kekuatan baru yang berisi negara progresif (NEFOS). Sukarno mengajak negara-negara yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok untuk bersama-sama melawan dominasi OLDEFOS di dunia Internasional. Ajakan tersebut mendapatkan penolakan dengan alasan menyalahi prinsip dasar yang telah disepakati dalam pembuatan GNB.
  3. Konfrontasi Indonesia dan Malaysia. Indonesia menerapkan politik luar negeri yang konfrontatif terkait konflik dengan Malaysia. Sukarno menganggap bahwa pendirian federasi Malaysia oleh Inggris merupakan bentuk imperialisme baru (neo-imperialism) di kawasan Asia Tenggara serta mengganggu ketertiban wilayah Indonesia. Untuk melawan imperialisme baru tersebut, Sukarno memutuskan untuk keluar dari PBB dan melakukan operasi dwikora terhadap Malaysia.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa salah beberapa bukti terjadi penyimpangan politik luar negeri bebas aktif adalah pengembalian Irian Barat dengan perang terbuka, pembentukan NEFOS, dan adanya konfrontasi dengan Malaysia.