Permainan yang diciptakan oleh sunan giri sebagai upaya dakwah di kalangan anak anak adalah

Indonesia, negara dengan ribuan pulau serta keberagaman adat istiadat membuat negara ini kaya akan budaya. salah satunya, di Indonesia khususnya

Indonesia, negara dengan ribuan pulau serta keberagaman adat istiadat membuat negara ini kaya akan budaya. salah satunya, di Indonesia khususnya Pulau Jawa juga memiliki banyak lagu-lagu serta permainan tradisional yang memiliki makna cukup mendalam.

Permainan yang diciptakan oleh sunan giri sebagai upaya dakwah di kalangan anak anak adalah
Berbagai permainan tradisional Indonesia l Sumber: isyf.or.id

Salah satu permainan tradisional yang cukup sering dimainkan yaitu Cublak-cublak Suweng. Permainan ini banyak dimainkan oleh masyarakat Pulau Jawa. Cublak-cublak Suweng diciptakan oleh Sunan Giri pada tahun 1442 M.

Sunan Giri memang terkenal dengan berbagai permainan serta lagu yang ia ciptakan sebagai media dakwah. Selain Cublak-cublak Suweng, permainan lain yang diciptakan oleh Sunan Giri antara lain gending asmaradana, turi-turi putih, dan pucung.

Cublak-cublak Suweng sendiri diciptakan dengan tujuan menyebarkan ajaran Islam dengan metode permainan yang diiringi dengan alunan lagu.

Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak-anak di Pulau Jawa. Dimainkan dengan jumlah pemain minimal 3 orang dan maksimal 7-8 orang. Dimulai dengan menentukan tokoh Pak Empo yang dilakukan dengan gambreng (Hom Pim Pa), sehingga yang kalah akan menjadi Pak Empo. Pak Empo bertugas untuk mencari kerikil atau batu kecil (suweng) yang disembunyikan di tangan peserta lain.

Permainan yang diciptakan oleh sunan giri sebagai upaya dakwah di kalangan anak anak adalah
Anak-anak sedang bermain permainan Cublak-Cublak Suweng l Sumber: yogyakarta.panduanwisata.id

Saat permainan dimulai dan lagu Cublak-cublak Suweng mulai dinyanyikan, Pak Empo mengubah posisi tubuh menjadi duduk membungkuk ke lantai, kemudian peserta lain meletakkan tangannya di atas punggung Pak Empo, telapak tangan peserta menghadap ke atas.

Setelah itu batu kerikil diputarkan ke masing-masing tangan peserta sampai bait lagu terakhir dan diakhiri dengan menyembunyikan kerikil ke tangan peserta. Kemudian Pak Empo menebak peserta mana yang menggenggam kerikil tersebut. Jika benar, peserta tersebut bergantian menjadi Pak Empo.

Permainan yang diciptakan oleh sunan giri sebagai upaya dakwah di kalangan anak anak adalah
Sunan Giri pencipta tembang Cublak-Cublak Suweng l Sumber: roomdecade

Di balik permainan tersebut, tersirat makna lagu cublak-cublak suweng yang cukup mendalam.

“Cublak-cublak suweng, suwenge teng gelenter, mambu ketundhung gudel, pak ampo lera-lere, sopo ngguyu ndhelikake, sir-sir pong dele kopong, sir-sir pong dele kopong, sir-sir pong dele kopong”

Jika diartikan pada tiap bait lagu ini memiliki makna sebagai berikut:

“Cublak-Cublak Suweng”

Memiliki arti: Terdapat tempat berharga yaitu suweng (suwung, sepi, sejati) atau dapat disebut Harta Sejati.

“Suwenge Teng Gelenter”

Memiliki arti: Harta Sejati yang berupa kebahagiaan sejati dan sebenarnya sudah ada berserekan di sekitar manusia

“Mambu Ketundhung Gudel”

Memiliki arti: Banyak yang berusaha mencari Harta Sejati itu, bahkan orang-orang bodoh (Diibaratkan gudel) mencari harta itu dengan penuh nafsu ego, dan keserakahan, tujuannya untuk menemukan kebahagiaan

“Pak Empo Lera-Lere”

Memiliki arti: Orang-orang bodoh itu mirip orang tua ompong yang kebingungan, meskipun hartanya melimpah, ternyata itu harta palsu, bukan Harta Sejati atau kebahagiaan sejati. Mereka kebingungan dikuasai oleh hawa nafsu keserakahannya sendiri.

“Sopo Ngguyu Ndhelikake”

Memiliki arti: Menggambarkan bahwa barang siapa bijaksana, dialah yang menemukan tempat Harta Sejati atau kebahagiaan sejati. Dia adalah orang yang tersenyum-sumeleh dalam menjalani setiap keadaan hidup, sekalipun berada di tengah-tengah kehidupan orang-orang yang serakah.

“Sir-Sir Pong Dele Kopong”

Memiliki arti: Di dalam hati nurani yang kosong. Bahwa untuk sampai kepada menemu tempat Harta Sejati (cublak suweng), orang harus melepaskan diri dari atribut kemelekatan pada harta duniawi, mengosongkan diri, tersenyum sumeleh, rendah hati, tidak merendahkan sesama, serta senantiasa memakai perasaan dan mengasah tajam Sir-nya atau hati nuraninya.

Permainan yang diciptakan oleh sunan giri sebagai upaya dakwah di kalangan anak anak adalah
Sumber: JIBIphoto

Dengan adanya permainan dan lagu tersebut para pemain dapat belajar sekaligus bermain, sehingga memudahkan proses penyebaran ajaran Islam kepada masyarakat pada saat itu.

Namun sayangnya pada saat ini, permainan tersebut sudah mulai sulit dijumpai. Anak-anak pada masa sekarang lebih memilih permainan yang tersedia di gawai.


Catatan kaki: budayajawa.id l inibaru.id l dream.co.id l fimela.com l kompasiana.com

Penulis: ATIKA PUJI
Dirilis pada 2019-07-10 16:50:00

Surabaya, NU Online Jatim

Mengutip Agus Sunyoto (Wali Songo: Rekontruksi Sejarah yang Disingkirkan, [Jakarta: Transpustaka], 2011), NU Online dalam Serpihan Kisah Cara Dakwah Wali Songo (14 Desember 2019), menyebutkan bahwa Wali Songo adalah semacam lembaga dakwah penyebar agama Islam yang beranggotan sembilan tokoh, semuanya dipanggil sunan. Mereka berdakwah secara sistematis dan terorganisasi sehingga secara perlahan Islam dikenal secara luas di Pulau Jawa dan lainnya.

Hal yang menarik untuk diperhatikan adalah cara-cara dakwah Wali Songo yang damai, toleran, dan terbuka dengan budaya-budaya masyarakat setempat saat itu. Dakwah mereka dilakukan dengan pendekatan persuasif, keteladanan, kasih sayang, dan kedermawanan. Jalan dakwah yang ditempuh Wali Songo melalui proses asimilasi dan sinkretisme antara Islam yang terbuka, luwes, dan akomodatif dengan agama asli Nusantara saat itu (Muhammad Zakki, dkk., Jejak Kanjeng Sunan: Perjuangan Wali Songo, [tanpa cat. penerbit: Yayasan Festival Wali Songo], 1999, hal. 116).

Cara-cara dakwah yang luwes dan akomodatif terhadap budaya-budaya lokal itulah yang kemudian mendorong para sunan anggota Wali Songo untuk menciptakan karya dan kreasi yang menggabungkan apa yang sudah berlaku di tengah masyarakat dengan nilai-nilai Islam. Dengan begitu masyarakat pelan-pelan tertarik, terkesan, mengenal Islam, dan pada akhirnya masuk Islam. Tidak hanya orang dewasa dan tua, tapi juga bocah-bocah cilik.

Sunan Giri adalah salah satu anggota Wali Songo yang menggunakan kesenian dan sastra sebagai jalan dakwahnya. Maka lahirlah sejumlah syair-syair berbahasa Jawa berisi pesan-pesan moral yang senada dengan nilai-nilai Islam. Dia juga menciptakan sejumlah permainan untuk mengenalkan Islam sejak dini kepada bocah-bocah saat itu.

Jelungan

Salah satu permainan tradisional ciptaan Sunan Giri ialah Jelungan. Di Madura disebut Tengbantengan. Ini adalah permainan buru-memburu. Cara bermainnya, ada yang jadi pemburu dan ada yang jadi obyek buruan. Agar selamat dari buruan, pemain yang berperan sebagai obyek buruan harus secepat mungkin berpegang pada tongkat atau batang pohon yang ditentukan. Buruan yang terkejar dan tersentuh pemburu maka ganti menjadi pemburu berikutnya.

Maknanya, pemburu adalah lambang iblis atau setan sementara bocah-bocah yang jadi obyek buruan adalah manusia. Adapun tongkat atau batang pohon yang jadi pegangan adalah simbol agama Islam. Intinya, bila ingin selamat dari godaan setan, berpegang teguhlah pada Islam. Saat bermain, para pemain bersama-sama melagukan nyanyian ciptaan Sunan Giri, Padang Bulan.

Cublak-Cublak Suweng

Biasanya, permainan ini melibatkan tiga atau lima orang. Cara bermainnya diawali dengan gambreng dan yang kalah menjadi Pak Empo. Bocah yang berperan sebagai Pak Empo kemudian berbaring telungkup. Peserta lainnya mengelilingi sambil meletakkan tangan menghadap ke atas di punggung Pak Empo.

Salah satu peserta memegang kerikil atau biji-bijian dan ditaruh bergantian di telapak tangan peserta, dengan kecepatan seirama dengan lagu Cublak-Cublak Suweng yang dinyanyikan bersama. Kerikil berhenti di telapak tangan salah satu peserta ketika syair nyanyian sudah habis. Saat itulah semua peserta menutup telapak tangan mereka. Pak Empo kemudian diminta menebak di tangan siapa kerikil dipegang. Bila tertebak, peserta yang menggenggam kerikil ganti jadi Pak Empo.

Jamuran

Permainan ini juga disebut buah kreasi Sunan Giri. Dahulu, permainan ini diikuti banyak orang atau bocah, tak dibatasi jumlah, sehingga terkesan seru dan ramai. Jamuran biasanya dimainkan oleh bocah-bocah saat terang bulan di malam hari. Permainan dimulai dengan hompimpa dan yang kalah jadi penjaga dan harus duduk atau berdiri di tengah lingkaran.

Sementara peserta yang lain kemudian membentuk lingkaran lebih besar dengan cara bergandengan tangan. Mereka berputar sambil menyanyikan lagu Jamuran, juga gubahan Sunan Giri. Begitu nyanyian selesai, penjaga kemudian menyerukan permintaan, misalnya, “Aku njaluk jamur kendi borot.” Spontan para pemain di lingkaran besar harus bersikap jadi jamur seperti diminta penjaga. Bila ada peserta yang tidak mengikuti permintaan, maka dia ganti menjadi penjaga di tengah lingkaran.

Ada lagi permainan ciptaan Sunan Giri, seperti Gula Ganti dan Gandi Gerit. Belum lagi cara-cara dakwah sunan-sunan lain anggota Wali Songo lewat kesenian, yang juga digemari kalangan tua dan anak-anak masa itu. Seperti melalui kesenian tembang dan wayang oleh Sunan Kalijaga.

Pertanyaannya, masih adakah permainan-permainan tradisional tersebut dimainkan bocah-bocah masa kini?

Editor: Nur Faishal