Show
Kepariwisataan diatur dan dilindungi dengan Undang-Undang, dimana Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Kepariwisataan dalam UU 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Karena perubahan struktur sosial ekonomi negara di dunia dan semakin banyak orang yang memiliki pendapatan lebih yang semakin tinggi. Kepariwisataan telah berkembang menjadi suatu fenomena global, menjadi kebutuhan dasar, serta menjadi bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi. Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dunia usaha pariwisata, dan masyarakat berkewajiban untuk dapat menjamin agar berwisata sebagai hak setiap orang dapat ditegakkan sehingga mendukung tercapainya peningkatan harkat dan martabat manusia, peningkatan kesejahteraan, serta persahabatan antarbangsa dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia. Namun, pembangunan kepariwisataan harus tetap memperhatikan jumlah penduduk. Jumlah penduduk akan menjadi salah satu modal utama dalam pembangunan kepariwisataan pada masa sekarang dan yang akan datang karena memiliki fungsi ganda, di samping sebagai aset sumber daya manusia, juga berfungsi sebagai sumber potensi wisatawan nusantara. Pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk menciptakan kesadaran akan identitas nasional dan kebersamaan dalam keragaman. Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerja sama antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan disahkan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tangal 16 Januari 2009 di Jakarta. UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan diundangkan pada tanggal 16 Januari 2009 oleh Menkumham Andi Mattalatta dan ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11. Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966, agar semua orang mengetahuinya. Undang-UndangNomor 10 Tahun 2009tentangKepariwisataanPada saat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mulai berlaku Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Latar BelakangPertimbangan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah:
Dasar HukumDasar hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan yang tidak ternilai harganya. Kekayaan berupa letak geografis yang strategis, keanekaragaman bahasa dan suku bangsa, keadaan alam, flora, dan fauna, peninggalan purbakala, serta peninggalan sejarah, seni, dan budaya merupakan sumber daya dan modal untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan dicita- citakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sumber daya dan modal tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan daya tarik wisata dan destinasi di Indonesia, serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antarbangsa. Kecenderungan perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal itu disebabkan, antara lain, oleh perubahan struktur sosial ekonomi negara di dunia dan semakin banyak orang yang memiliki pendapatan lebih yang semakin tinggi. Selain itu, kepariwisataan telah berkembang menjadi suatu fenomena global, menjadi kebutuhan dasar, serta menjadi bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi. Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dunia usaha pariwisata, dan masyarakat berkewajiban untuk dapat menjamin agar berwisata sebagai hak setiap orang dapat ditegakkan sehingga mendukung tercapainya peningkatan harkat dan martabat manusia, peningkatan kesejahteraan, serta persahabatan antarbangsa dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia. Dalam menghadapi perubahan global dan penguatan hak pribadi masyarakat untuk menikmati waktu luang dengan berwisata, perlu dilakukan pembangunan kepariwisataan yang bertumpu pada keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan bangsa dengan tetap menempatkan kebhinekaan sebagai suatu yang hakiki dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, pembangunan kepariwisataan harus tetap memperhatikan jumlah penduduk. Jumlah penduduk akan menjadi salah satu modal utama dalam pembangunan kepariwisataan pada masa sekarang dan yang akan datang karena memiliki fungsi ganda, di samping sebagai aset sumber daya manusia, juga berfungsi sebagai sumber potensi wisatawan nusantara. Dengan demikian, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk menciptakan kesadaran akan identitas nasional dan kebersamaan dalam keragaman. Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerja sama antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya. Dalam pelaksanaannya, pembangunan kepariwisataan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan masih menitikberatkan pada usaha pariwisata. Oleh karena itu, sebagai salah satu syarat untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pembangunan kepariwisataan yang bersifat menyeluruh dalam rangka menjawab tuntutan zaman akibat perubahan lingkungan strategis, baik eksternal maupun internal, perlu mengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 dengan undang- undang yang baru. Materi yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi, antara lain hak dan kewajiban masyarakat, wisatawan, pelaku usaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pembangunan kepariwisataan yang komprehensif dan berkelanjutan, koordinasi lintas sektor, pengaturan kawasan strategis, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata, badan promosi pariwisata, asosiasi kepariwisataan, standardisasi usaha, dan kompetensi pekerja pariwisata, serta pemberdayaan pekerja pariwisata melalui pelatihan sumber daya manusia. Isi UU KepariwisataanBerikut adalah isi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (bukan format asli): Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas:
Pasal 3Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pasal 4Kepariwisataan bertujuan untuk:
Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip:
BAB IVPEMBANGUNAN KEPARIWISATAANPasal 6Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata. Pasal 7Pembangunan kepariwisataan meliputi:
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pasal 11Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menunda atau meninjau kembali pendaftaran usaha pariwisata apabila tidak sesuai dengan ketentuan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. Pasal 17Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara:
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengatur dan mengelola urusan kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19
Pasal 20Setiap wisatawan berhak memperoleh:
Pasal 21Wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak, dan lanjut usia berhak mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan kebutuhannya. Pasal 22Setiap pengusaha pariwisata berhak:
Setiap orang berkewajiban:
Pasal 25Setiap wisatawan berkewajiban:
Pasal 26Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban:
Bagian KetigaLaranganPasal 27
Pemerintah berwenang:
Pasal 29Pemerintah provinsi berwenang:
Pasal 30Pemerintah kabupaten/kota berwenang:
Pasal 31
Pasal 32
BAB IXKOORDINASIPasal 33
Pasal 34Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dipimpin oleh Presiden atau Wakil Presiden. Pasal 35Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, mekanisme, dan hubungan koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 diatur dengan Peraturan Presiden.
Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Indonesia terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu unsur penentu kebijakan dan unsur pelaksana Pasal 38
Pasal 39Unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 membentuk unsur pelaksana untuk menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Indonesia. Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
Bagian KeduaBadan Promosi Pariwisata DaerahPasal 43
Pasal 44Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Daerah terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu unsur penentu kebijakan dan unsur pelaksana. Pasal 45
Pasal 46Unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 membentuk unsur pelaksana untuk menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Daerah. Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
BAB XIGABUNGAN INDUSTRI PARIWISATA INDONESIAPasal 50
Pasal 51Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, keanggotaan, susunan kepengurusan, dan kegiatan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. BAB XIIPELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA, STANDARDISASI,SERTIFIKASI, DAN TENAGA KERJABagian KesatuPelatihan Sumber Daya ManusiaPasal 52Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan pelatihan sumber daya manusia pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian KeduaStandardisasi dan SertifikasiPasal 53
Pasal 54
Pasal 55Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian KetigaTenaga Kerja Ahli Warga Negara AsingPasal 56
BAB XIIIPENDANAANPasal 57Pendanaan pariwisata menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, pengusaha, dan masyarakat. Pasal 58Pengelolaan dana kepariwisataan dilakukan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Pasal 59Pemerintah Daerah mengalokasikan sebagian dari pendapatan yang diperoleh dari penyelenggaraan pariwisata untuk kepentingan pelestarian alam dan budaya. Pasal 60Pendanaan oleh pengusaha dan/atau masyarakat dalam pembangunan pariwisata di pulau kecil diberikan insentif yang diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 61Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan peluang pendanaan bagi usaha mikro dan kecil di bidang kepariwisataan. BAB XIVSANKSI ADMINISTRATIFPasal 62
Pasal 63
BAB XVKETENTUAN PIDANAPasal 64
BAB XVIKETENTUAN PERALIHANPasal 65Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) harus telah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 66
BAB XVIIKETENTUAN PENUTUPPasal 67Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 68Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 69Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 3427), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 70Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 11 |