Pengaruh Jepang yang masih terasa hingga kini dalam bidang sosial budaya

Pengaruh Jepang yang masih terasa hingga kini dalam bidang sosial budaya


Pemerintah pendudukan Jepang mengembangkan pendidikan yang tidak diskriminatif. Semua anak Indonesia boleh mengenyam pendidikan yang diselenggarakan pemerintah. Rakyat dari berbagai lapisan berhak memasuki pendidikan formal. Jenjang pendidikan formal pada zaman Jepang antara lain SD enam tahun, SMPSMP tiga tahun, SMA tiga tahun. Pemerintah Indonesia sampai saat ini masih melanjutkan pendidikan warisan Jepang.


Jepang memasukkan sistem pendidikan militer. Sistem pengajaran dan kurikulum pun diorientasikan untuk mendukung kepentingan perang. Para siswa wajib mengikuti latihan dasar kemiliteran dan mampu menghafal lagu kebangsaan Jepang "Kimigayo". Para guru diwajibkan menggunakan bahasa Jepang dan Indonesia sebagai pengantar di sekolah menggantikan bahasa Belanda. Oleh karena itu, para guru wajib mengikuti kursus bahasa Jepang yang diselenggarakan pemerintah. Melalui pendidikan, Jepang bermaksud mencetak kader-kader yang akan memelopori dan mewujudkan konsep kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Para murid diproyeksikan untuk terlibat dalam peperangan. Oleh karena itu, sejak kecil mereka terbiasa dengan latihan kemiliteran dan kedisiplinan. Pelarangan segala budaya yang berbau Barat membawa hikmah bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia diperbolehkan menggunakan bahasa Indonesia selain bahasa Jepang sebagai bahasa resmi. Bahasa yang selama penjajahan Belanda dilarang justru pada zaman pendudukan Jepang diperbolehkan berkembang. Mungkin saja maksud Jepang hanya untuk menarik simpati dan dukungan bangsa Indonesia. Tanpa disadari kebijakan itu justru mempermudah bangsa Indonesia dalam menentukan identitas kebangsaannya. Antara pemimpin dan rakyat pun bisa saling berkomunikasi dan berinteraksi dengan menggunakan bahasa yang sama.

Bendera Merah Putih boleh dikibarkan berdampingan dengan bendera Jepang, Hinomaru. Begitu juga lagu "Indonesia Raya" boleh dinyanyikan selain lagu kebangsaan Jepang "Kimigayo". Kebijakan ini jelas membawa dampak yang besar bagi bangsa Indonesia karena nasionalisme yang disemai pada masa pergerakan nasional semakin memperoleh momentumnya. Identitas keindonesiaan selain berupa bahasa Indonesia, juga bendera Merah Putih dan lagu "Indonesia Raya"

Pendudukan Jepang selama 3,5 tahun di tanah air menjadi salah satu masa terkelam bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, bukan hanya sumber daya alam, tenaga manusia juga diperas untuk kepentingan Jepang. Namun, dibalik mirisnya kehidupan bangsa Indonesia pada masa kependudukan Jepang, ada dampak positif yang terasa sampai saat ini di beberapa bidang kehidupan.

Dampak kependudukan Jepang pada kehidupan masyarakat Indonesia bisa dilihat di sejumlah bidang, termasuk politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan serta bidang birokrasi dan militer. Nah, kira-kira seperti apa dampaknya?

Bidang Politik

  • Adanya suatu perombakan struktur pemerintahan berdasarkan kaidah di Jepang. Daerah keresidenan berganti menjadi Syu, kabupaten berganti menjadi Ken, kota praja berganti menjadi Syi, kawedanan berganti menjadi Gun, kecamatan berganti menjadi So, dan desa berganti menjadi Ku.
  • Kewajiban untuk melakukan seikerei pada kaisar Tenno Heika saat melakukan upacara bendera.
  • Kewajiban untuk memakai bahasa Jepang dan menghapus bahasa Belanda.
  • Pembentukan suatu angkatan laut dan angkatan darat di berbagai wilayah di Indonesia seperti di Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Irian yang pusat kemiliterannya berada di bawah panglima Jepang yang berada di Dalat, Vietnam.
  • Pembentukan suatu organisasi berbasis propaganda yang bertujuan untuk menarik hati rakyat. Organisasi tersebut adalah Peta, Gerakan 3A yang justru meningkatkan suatu gerakan kemerdekaan pada kaum nasionalis.

(Baca juga: Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Pendudukan Jepang)

Bidang Sosial-Budaya dan Ekonomi

  • Jepang memberikan suatu gelar kepahlawanan bagi pekerja yang meninggal dunia akibat kekejaman romusa. Gelar tersebut bernama “pahlawan pekerja” atau “prajurit ekonomi”.
  • Ekonomi merosot turun akibat masyarakat tidak dapat mendapatkan bahan makanan dan muncullah berbagai penyakit seperti diare dan kudis.
  • Adanya pasar gelap yang menyebabkan kenaikan inflasi secara drastis.
  • Bahan makanan dan obat-obatan sulit di dapatkan.
  • Perkebunan tebu dan pabrik gula ditutup oleh Jepang sehingga masyarakat tidak mempunyai penghasilan.
  • Masyarakat dipaksa dan dikerahkan untuk membangun dan memperbaiki jalan, menanam tanaman jarak di sepanjang jalan dan membangun saluran air.
  • Adanya kesulitan komunikasi karena Jepang sebagai pengendali utama secara sengaja melakukan hal tersebut terjadi.
  • Adanya penggantian nama pada beberapa kota di Indonesia. Awalnya, kota tersebut merupakan serapan dari Bahasa Belanda dan diganti dengan asli nama Indonesia. (contoh : Buitenzorg menjadi Bogor, Batavia menjadi Jakarta).
  • Adanya pembangunan suatu Gedung kebudayaan di Jakarta dan diberi nama Keimun Bunda Shidosho pada 1 April 1943.

Bidang Pendidikan

  • Adanya suatu aturan untuk belajar wajib hanya selama 6 tahun dan mewajibkan Bahasa Jepang sebagai materi pelajaran yang wajib dikuasai.
  • Budaya dan adat istiadat Jepang diperkenalkan dan Bahasa Indonesia menjadi Bahasa pengantar wajib di seluruh sekolah di Indonesia.
  • Pada tahun 1943 adanya proses penutupan pada perguruan tinggi.
  • Adanya suatu proses re-open atau pembukaan kembali perguruan tinggi seperti Perguruan Tinggi Teknik (Kogyo Daigaku) di Bandung, Perguruan Tinggi Kedokteran (Ika Daigaku) di Jakarta.
  • Adanya pembukaan sekolah Akademi Pamong Praja (Konkoku Gakuin) yang bertempat di Jakarta.

Bidang Birokrasi dan Militer

  • Jepang telah mengeluarkan UU no.27 tentang Aturan Pemerintah Daerah dan UU No.28 tentang Aturan Pemerintah Syu dan Tokubetshu Syi. Dampak yang ditimbulkan oleh peraturan baru tersebut adalah terhentinya kegiatan pemerintahan sementara dan mendatangkan suatu tenaga sipil dari Jepang ke daerah Jawa.
  • Pulau Jawa menjadi pusat suatu peralatan dan segala perbekalan yang diperlukan saat perang.
  • Berdasarkan Undang-undang no.27 dan UU no. 28 tersebut, seluruh kota yang berada di daerah persebaran Jawa maupun Madura terbagi menjadi struktur yang dianut oleh Jepang (syu, syi, ken, gun, son, dank u), terkecuali untuk daerah Yogyakarta dan Solo.
  • Rakyat Indonesia mendapatkan manfaat pengalaman dan bidang ketentaraan, bidang pertahanan, dan keamanan. Terdapat kekuatan inti Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan sekarang berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

tirto.id - Sejarah pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada 1942 dan berlangsung selama kurang lebih 3,5 tahun hingga proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dinyatakan tanggal 17 Agustus 1945. Lantas, apa saja dampak penjajahan Jepang di Indonesia dalam berbagai bidang, mulai dari sosial, ekonomi, budaya, militer, hingga pendidikan?

Anik Sulistiyowati dalam Sejarah Indonesia (2020) mencatat bahwa pertama kali Jepang menginjakkan kaki di Indonesia pada 1 Maret 1942 di Teluk Banten. Jepang kala itu berhasil mengalahkan Sekutu dalam Perang Dunia Kedua. Indonesia sebelumnya adalah wilayah jajahan Belanda yang merupakan bagian dari Sekutu.

Tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerahkan kekuasaannya atas wilayah Indonesia kepada pemerintah militer Jepang. Di sisi lain, Indonesia yang sudah lama dijajah oleh Belanda semula menyambut gembira kedatangan Jepang yang dianggap saudara tua karena sama-sama merupakan bangsa Asia.

Jepang alias Dai Nippon memang awalnya memposisikan sebagai saudara tua bagi Indonesia dengan mengusung semangat 3A, yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia.

Akan tetapi, Jepang ternyata tidak berbeda dengan Belanda, sama-sama bangsa penjajah yang memberikan banyak kerugian terhadap rakyat Indonesia. Jepang bahkan memanfaatkan sumber daya Indonesia untuk membiayai perang mereka melawan Sekutu.

Selama kurang lebih 3,5 tahun menguasai wilayah Indonesia, pendudukan pemerintahan militer Jepang menyebabkan munculnya banyak dampak di berbagai bidang yang dirasakan oleh rakyat Indonesia.

Baca juga:

  • Sejarah Perang Dunia I, Penyebab, dan Daftar Negara yang Terlibat
  • Sejarah Perjanjian Kalijati: Latar Belakang, Isi, & Tokoh Delegasi
  • Sejarah Organisasi Militer di Masa Pendudukan Jepang

Dampak di Bidang Sosial

Berdasarkan catatan Soepriyanto dalam Perjuangan Meraih Kemerdekaan (2018:10), semasa pendudukan Jepang, komunikasi antar pulau atau dengan luar negeri mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena pihak Jepang yang berwenang mengendalikan saluran komunikasi.

Selain masalah sosial berupa komunikasi, dampak sosial juga terjadi ketika orang-orang Indonesia mengalami tindakan sewenang-wenang dari Jepang, seperti penahanan, penyiksaan, menjadi korban salah tangkap, dan lainnya.

Bukan hanya itu, warga Indonesia juga dijadikan sebagai pekerja paksa (romusha) yang tidak mendapatkan upah.Selain itu, seperti yang diungkap Irma Samrotul dalam Sejarah Kelas XI (2020:7) para perempuan tidak jarang menjadi korban penipuan lowongan kerja. Mereka ternyata dipekerjakan sebagai gadis penghibur (Jugun Ianfu) dan dipaksa untuk memuaskan nafsu para tentara Nipon.

Baca juga:

  • Apa itu Romusha di Masa Penjajahan Jepang, Tujuan, dan Dampaknya?
  • Sejarah DAMRI Bermula dari Masa Pendudukan Jepang di Indonesia
  • Sejarah Jugun Ianfu pada Masa Penjajahan Jepang di Indonesia

Dampak di Bidang Ekonomi

Saat menduduki Indonesia, Jepang juga sedang terlibat perang dengan pihak Sekutu. Oleh karena itu, Nipon memiliki siasat licik untuk memanfaatkan Indonesia sebagai sumber kebutuhan menjalankan peperangan.

Sistem ekonomi perang ini mengakibatkan munculnya penyitaan pabrik, perkebunan, bank, hingga beberapa perusahaan. Lebih lanjut, hal tersebut berdampak pada terjadinya penurunan produksi pangan, kelaparan, sampai kemiskinan.

Dampak di Bidang Budaya

Pada bidang ini, masyarakat Indonesia dipaksa untuk melakukan penghormatan kepada Tenno Heika (kaisar) yang dianggap sebagai keturunan dewa matahari. Ritual tersebut dilakukan dengan membungkukan badan tepat ke arah kaisar yang berada di arah matahari terbit (dikenal sebagai budaya Seikeirei).

Kala membungkukan badan, masyarakat juga disuruh untuk menyanyikan lagu kebangsaan negara Jepang, yakni Kimigayo. Kebiasaan yang sudah terkesan asing dalam budaya Indonesia ini pada akhirnya ditentang oleh beberapa ulama, bahkan hingga memunculkan pertempuran.

Dampak di Bidang Militer

Saat pendudukan terjadi, Jepang memanfaatkan masyarakat untuk bisa terlibat dalam Perang Pasifik melawan Sekutu. Alasannya sudah tentu dikarenakan Jepang membutuhkan pasukan agar bisa memenangkan perang tersebut.

Dengan cara membujuk masyarakat Indonesia untuk ikut melawan pihak musuh, Jepang pada akhirnya berhasil membentuk beberapa organisasi semi-militer. Di antaranya ada Seinendan, Keibodan, Hizbullah, Fujinkai, Barisan Pelopor, PETA, dan Heiho.

Organisasi tersebut dilatih sedemikian rupa untuk bisa menggunakan senjata, baris-berbaris, dan latihan militer lainnya. Salah satu organisasi, PETA, berkembang seiring dengan perubahan situasi Indonesia. Mula-mula, berubah menjadi Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan kini menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Dampak di Bidang Pendidikan

Pada masa pendudukan Jepang, pendidikan dapat dibilang mengalami kemajuan, yakni tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan lagi serta dibentuknya sistem tahapan (SD, SMP, dan SMA).

Namun, tetap ada motivasi pemanfaatan masyarakat untuk bisa terlibat perang kala itu. Para siswa diwajibkan untuk mengikuti latihan dasar kemiliteran, yaitu baris-berbaris dan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang.

Baca juga artikel terkait MASA PENDUDUKAN JEPANG atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates