Pencapaian PERADABAN dalam masyarakat awal Indonesia

Full PDF PackageDownload Full PDF Package

This Paper

A short summary of this paper

29 Full PDFs related to this paper

Download

PDF Pack

“Hai guys,..... sejarah kelas x .blogspot.com kali ini akan membahas tentang Peradaban Awal Masyarakat Indonesia. Postingan  ini diharapkan dapat membantu kalian dalam Memahami berbagai jenis kehidupan  manusia Purba di Indonesia dan Dunia (Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika); Menggali informasi dari narasumber untuk mendapatkan klarifikasi dan pendalaman tentang manusia purba Indonesia dan Dunia dalam pencapaian ilmu, teknologi, kepercayaan, pemerintahan, pertanian, dan budaya; Mengumpulkan data lanjutan dari sumber primer maupun sekunder terkait dengan pencapaian ilmu, teknologi, kepercayaan, pemerintahan, pertanian, dan budaya peradaban Indonesia dan Dunia; Menganalisis informasi dan data yang didapat dari contoh peradaban dunia serta unsur-unsur yang diwariskan dalam kehidupan manusia di masa kini.”

Pencapaian PERADABAN dalam masyarakat awal Indonesia

1. Kehidupan Berburu dari Masyarakat Berpindah Tempat (nomaden)

Ciri hidup peradaban awal masyarakat Indonesia pada masa berburu dan menggumpulkan makanan tingkat sederhana (Palaeolithikum) dan masa berburu dan menggumpulkan makanan tingkat lanjut(Mesolithikum) adalah berpindah pindah (nomaden). Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Tradisi hidup seperti itu terus dilakukan dari generasi ke generasi dikenal dengan tradisi mengumpulkan makanan (food gathering).Kepandaian mengumpulkan makanan atau memburu binatang bagi mereka dapat menentukan status sosial dalam kelompoknya. Melalui sistemprimus interpares,mereka yang kuat kemungkinan akan diangkat menjadi pemimpin kelompoknya.

2. Konsep Keluarga

Pada kehidupan awal peradaban di Indonesia belum ada konsep perkawinan.Pemimpin kelompok memiliki hak untuk mengawini banyak perempuan anggota kelompoknya.Ketika anak lahir, perempuan yang melahirkan berperan untuk menjaga bayinya berdasarkan naluri kewanitaannya. Perempuan akan membesarkan dan menjaga anaknya karena dialah yang melahirkannya.Ketika jumlah anggota kelompok semakin banyak, kepala kelompok harus melindungi semua anggota kelompoknya. Dengan demikian, konsep keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak belum dikenal pada kehidupan awal masyarakat Indonesia. Keluarga inti terbentuk melalui proses evolusi sejalan dengan perkembangan budaya.

3. Berburu dan Persebaran Masyarakat Nomaden

Ketika berlangsung Masa Es (Pleistocen), wilayah-wilayah Indonesia bagian barat menyatu dengan daratan Asia sementara Indonesia bagian timur dengan daratan Australia. Dalam kondisi geografis seperti ini berlangsung perpindahan (migrasi) fauna dan manusia dari satu tempat ke tempat lain atau dari satu pulau ke pulau lain. Banyak kelompok nomaden yang berasal dari daratan Asia menyeberang ke Kepulauan Indonesia membawa alat-alat peradaban budayanya. Demikian juga sebaliknya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh von Koenigswald pada 1935, penggunaan peralatan daribatu serta tulang-tulang binatang sangat umum di seluruh Indonesia pada masa berburu dan menggumpulkan makanan tingkat sederhana (Palaeolithikum) dan masa berburu dan menggumpulkan makanan tingkat lanjut (Mesolithikum).Alat-alat dari batu tersebut antara lain berupa kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam Sumatera, dan alat serpih.Penelitian yang dilakukan H.R. van Heekeren, Basoeki, dan R.P. Soejonodi Pacitan, membuktikan peng­gunaan alat-alat seperti itu.Dengan digunakannya alat-alat tersebut, maka jumlah makanan yang dikumpulkan mampu memenuhi kebutuhan hidup anggota kelompoknya.

4. Tradisi Bercocok Tanam

Sejak akhir masa Mesolithikum dan Neolithikum, kehidupan manusia Indonesia ditandai dengan tradisi bercocok tanam dan menghasilkan makanan sendiri yang biasa disebut food producing.Menurut hasil penelitian arkeologi diperkirakan bahwa kemampuan berpikir serta proses evolusi berpengaruh terhadap timbulnya tradisi baru tersebut. Begitu juga dengan percampuran dengan kelompok-kelompok suku lain menyebabkan terjadinya pertukaran pengalaman di antara mereka. Dari pertukaran pengalaman ini, lahirlah tradisi baru, yaitu tradisi untuk bertempat tinggal menetap, bercocok tanam, beternak, dan memelihara ikan. Tradisi ini terus berlangsung dalam proses evolusi hingga Masa Logam dan Masa Sejarah sekarang dalam tingkatan yang semakin maju.Mereka juga mulai menjinakkan binatang buruan, seperti babi, kerbau, sapi, dan ayam.

5. Organisasi Sosial

Secara umum, ketua kelompok tidak sekedar primus interpares atau orang terkuat di antara kelompoknya dan memiliki kedudukan istimewa. Ketua kelompok juga bekerja bersama secara komunal (bersama-sama) dengan anggota kelompok lainnya.Kegiatan bersama ini disebut tradisi gotong royong.Anak laki-laki berperan membantu orang dewasa di ladang, dan berburu binatang untuk dipelihara.Adapun perempuan dewasa memasak makanan dan memelihara anak selain bekerja di ladang. Untuk melindungi anak-anaknya perempuan mulai membangun tempat berlindung yang kemudian berkembang menjadi tempat tinggal menetap.

6. Aspek Religi dan Kepercayaan

Kepercayaan yang berkembang di masyarakat diantaranya adanya kekuatan gaib di luar dirinya yang disebut roh. Keyakinan terhadap adanya roh tersebut dalam perkembangannya ditujukan kepada kekuatan gaib dari orang-orang yang sudah meninggal. Keyakinan terhadap roh tersebut dikenal juga dengan animisme.Adapun keyakinan bahwa benda-benda memiliki roh disebut dinamisme.Bangunan-bangunan seperti menhiryang digunakan sebagai medium untuk menghadirkan roh nenek moyang, dolmen(meja batu untuk meletakkan sesaji), arca batu (sebagai penolak bala), sarkofagus(kubur peti batu), serta punden berundak-undak adalah bentuk fisik kepercayaan animisme dan dinamisme masa awal peradaban Indonesia.

Dari Proses Migrasi Menjadi Bangsa Bahari

1. Bangsa Bahari

Seperti telah disebutkan sebelumnya, nenek moyang bangsa Indonesia merupakan campuran antara bangsa pendatang diantaranya bangsa-bangsa Austronesia yang bermigrasi dari dataran Asia sejak 2000 tahun SM sampai permulaan abad Masehi.Mereka disebut sebagai bangsa bahari karena mereka menggunakan laut sebagai sarana komunikasi dan migrasi dari daratan Asia ke Kepulauan Indonesia.Sepanjang hidupnya mereka juga bergantung pada laut untuk memenuhi kebutuhan hidup.Mereka juga telah menggunakan teknologi sederhana dengan cara membuat perahu bercadik untuk berlayar.

2. Bangsa Agraris

Menurut penelitian Sukmono, tradisi bersawah berasal dari Indonesia yang kemudian menyebar ke daratan Asia lainnya melalui Asia Tenggara.Dipadukan dengan kepandaian berladang dan berhuma yang sudah dikembangkan sebelumnya, terbentuklah tradisi mata pencarian pertanian berupa tanaman padi di sawah dengan menggunakan sistem pengairan.

3. Bangsa yang Hidup Bergotong Royong

Hidup gotong royong berkembang pada masyarakat pra-aksara, terutama ketika menghadapi tantangan alam. Ketika mereka membuka hutan belukar untuk ladang-ladang dan sawah kerja sama antaranggota kelompok komunal sangat diperlukan. Pada masyarakat pra-aksara, konsep hak milik belum dikenal yang ada adalah konsep milik bersama.Jadi, ladang yang dikerjakan bersama-sama oleh komunal adalah milik semua orang yang mengerjakannya.

Sumber :


Referensi :

  • Chaldun, Achmad. (1999). Atlas Indonesia dan Dunia. Surabaya: Karya Pembina Swajaya
  • Coupe, Sheena, and Barbara Scanlan. (1993). History Begins: A Global History of the Ancient World. New York: Longman.
  • Karls, Farah. (1997). World History: The Human Experinece. Ohio, United States: National Geographic Society.
  • Tugiyono K.S., Sutrisno Kutoyo, dan Alex Pelatta.(1984). Atlas Sejarah dan Lukisan Sejarah Nasional Indonesia.Jilid 1. Jakarta: Baru.
  • Latif, Chalid dan Irwin Lay.(1995). Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia.Jakarta: Pembina Peraga.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened, dan Nugroho Notosusanto. (1993). Sejarah Nasional Indonesia Jilid 1.Edisi ke-4. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Soekmono, R. ( 1986) Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 1. Yogyakarta: Kanisius.
  • Widianto, Harry  (2009). Atlas Prasejarah Indonesia.
  • Widianto, Harry  ( 2006) Jejak Langkah Sangiran.


Page 2