Pemberontakan apra di jawa barat pada tahun 1950 mempunyai tujuan…

Pemberontakan apra di jawa barat pada tahun 1950 mempunyai tujuan…
Raymond Westerling. ©2021 Merdeka.com/Liputan6

JATIM | 23 Januari 2021 07:00 Reporter : Edelweis Lararenjana

Merdeka.com - Sebagai permulaan baru dalam perjuangan Indonesia mempertahankan kemerdekaannya, periode revolusi merupakan kelanjutan dari periode sebelumnya. Bedanya adalah bahwa revolusi Indonesia (1945-1950) merupakan gerakan massa yang terbesar dan berlangsung serentak di hampir seluruh negeri, yang belum pernah terjadi sebelumnya dan juga tidak sesudahnya. Hulu ledaknya berasal dari satu pemicu saja, yakni pernyataan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Pada tanggal 23 Januari 1950, Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Raymond Westerling melakukan kudeta militer di kota Bandung, Jawa Barat. Westerling adalah Kapten KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) yang dengan dukungan dari Belanda dan berbagai elemen minoritas berupaya untuk menggulingkan Negara Republik Indonesia yang baru saja didirikan oleh Soekarno.

Westerling dan pasukannya masuk ke kota Bandung pada 23 Januari 1950 dan membunuh semua orang berseragam TNI yang mereka temui di kota ini. Peristiwa sejarah penuh darah nan sadis ini lantas dikenang sebagai peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil atau APRA. Berikut cerita selengkapnya.

2 dari 4 halaman

Raymond Westerling adalah seorang anggota pasukan khusus baret hijau Kerajaan Belanda. Karier Westerling di dunia militer dimulai saat Perang Dunia II, melalui pelatihan militer tingkat komando oleh Inggris, Westerling diterjunkan di medan perang Eropa untuk berperang bersama Sekutu.

Dikutip dari P. Matanasi dalam buku berjudul Westerling: Kudeta yang Gagal, setelah Perang Dunia II usai Westerling bekerja untuk Kerajaan Belanda dan dikirim ke Medan dengan tugas untuk membebaskan tawanan Jepang di Siringgo-ringgo, setelah misi tersebut Westerling berangkat ke Jakarta untuk melatih pasukan khusus DST yang akan ditugaskan untuk kepentingan militer Belanda.

Salah satu tugas pasukan DST adalah memadamkan pemberontakan di Sulawesi Selatan. Pemadaman pemberontakan yang dilakukan oleh Westerling dan pasukan DST menggunakan cara yang sangat kejam yaitu dengan melakukan pembantaian terhadap masyarakat Sulawesi Selatan pada tanggal 11 Desember 1946 sampai 17 Februari 1947.

Setelah melakukan aksinya di Sulawesi Selatan Westerling keluar dari dinas militer Belanda, selanjutnya Westerling mendirikan pasukan lain di Jawa Barat yang dikenal dengan APRA. Tujuan dari dibentuknya pasukan APRA adalah untuk melakukan pemberontakan terhadap Republik Indonesia dan mendukung terbentuknya Negara Pasundan yang merupakan salah satu negara federal Belanda.

3 dari 4 halaman

Westerling mendirikan organisasi rahasia dengan pengikut sekitar 500.000 orang. Hal ini lantas diketahui oleh dinas rahasia militer Belanda pada bulan November 1949. Laporan yang diterima Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh pada 8 Desember 1949 menyebutkan bahwa organisasi bentukan Westerling bernama Ratu Adil Persatuan Indonesia (RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).

Pada 5 Desember malam, sekitar pukul 20.00 Westerling menelepon Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi Tentara Belanda pada saat itu. Westerling menanyakan pendapat van Vreeden tentang rencananya untuk melakukan kudeta terhadap Sukarno. Jenderal van Vreeden adalah penanggung jawab kelancaran acara "penyerahan kedaulatan" Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949.  

Van Vreeden telah memberikan peringatan agar tidak melakukan kudeta pada Indonesia, namun hanya sebatas itu saja. Van Vreeden tidak memerintahkan penangkapan atas Westerling meskipun tahu rencana kudeta Westerling.

Pada hari Kamis tanggal 5 Januari 1950, Westerling mengirim surat kepada pemerintah RIS yang berisi ultimatum. Ia menuntut agar Pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan serta Pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan. Pemerintah RIS harus memberikan jawaban positif dalam waktu 7 hari dan apabila ditolak, maka akan timbul perang besar.

Ancaman tersebut menimbulkan ketidaknyamanan antara RIS dan Belanda, yang telah menyepakati kedaulatan Indonesia. Menteri Dalam Negeri Belanda pada saat itu, Stikker,  lantas menginstruksikan pada  Hirschfeld  yang adalah Nederlandse Hoge Commissaris (Komisaris Tinggi Belanda) untuk menindak semua pejabat sipil dan militer Belanda yang bekerja sama dengan Westerling.

Pada 10 Januari 1950, Hatta menyampaikan pada Hirschfeld bahwa pihak Indonesia telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Westerling. 

4 dari 4 halaman

Ketika berkunjung ke Belanda, Menteri Perekonomian RIS Juanda pada 20 Januari 1950 menyampaikan kepada Menteri Götzen, agar pasukan elite RST (Regiment Speciale Troepen) yang dipandang sebagai faktor risiko, secepatnya dievakuasi dari Indonesia. Pada 21 Januari Hirschfeld menyampaikan kepada Götzen bahwa Jenderal Buurman van Vreeden dan Menteri Pertahanan Belanda Schokking telah menggodok rencana untuk evakuasi pasukan RST.

Namun pada 22 Januari, dilaporkan bahwa sejumlah anggota pasukan RST dengan persenjataan berat telah melakukan desersi atau pengingkaran tugas dan meninggalkan tangsi militer di Batujajar, Bandung Barat.

Jadi, upaya RIS dan Belanda untuk mengevakuasi RST terlambat untuk dilakukan. Menurut info dari bekas anak buahnya, Westerling mendengar mengenai rencana evakuasi tersebut dan sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda dimulai, pada 23 Januari 1950 Westerling melancarkan kudetanya.

Westerling dan para anak buahnya menembak mati setiap anggota TNI yang mereka temukan di jalan. 94 anggota TNI dinyatakan tewas dalam pembantaian APRA tersebut sedangkan di pihak APRA sendiri tidak ada korban satu orang pun. Pemerintah Indonesia langsung berupaya memadamkan pemberontakan tersebut dengan mengerahkan kekuatan TNI dari wilayah Jawa Barat dan sekitarnya.

Setelah gagal melakukan pemberontakan di Jawa Barat, Westerling berupaya untuk kembali ke Belanda untuk menghindari penangkapan oleh TNI. Lolosnya Westerling keluar dari Indonesia mendapat bantuan dari militer Belanda. Hal tersebut dilakukan Belanda agar Westerling tidak ditangkap dan diadili oleh pemerintah Indonesia dan mengganggu hubungan diplomasi antara Belanda-Indonesia. (mdk/edl)

Baca juga:
Peristiwa 22 Januari: Penangkapan Pencipta Bom Hidrogen Andrei Sakharov oleh KGB
Mengenang Peristiwa 21 Januari 1985, Pengeboman Candi Borobudur yang Misterius
Peristiwa 20 Januari, Pesawat Vickers Vanguard Lakukan Penerbangan Perdana
Peristiwa 18 Januari: Deretan Kecelakaan Transportasi yang Terjadi di Dunia
Peristiwa 19 Januari: Pertempuran Mill Springs dalam Perang Saudara di Amerika
Sejarah 17 Januari 1948: Perjanjian Renville Ditandatangani di Atas Kapal Perang

Pemberontakan apra di jawa barat pada tahun 1950 mempunyai tujuan…

Perbesar

Ilustrasi bendera Indonesia (Sumber: Pixabay)

Sebelum mengetahui tujuan APRA, lebih baik jika paham akan latar belakang terjadinya pemberontakan APRA. Ada beberapa faktor yang menjadi latar belakang pemberontakan APRA, berikut ini penjelasannya :

1. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat

Terbentuknya APRA berawal dari APRIS, yaitu Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat. APRIS sendiri memiliki anggota yang terdiri atas gabungan tentara KNIL Belanda dan TNI. Sebenarnya keadaan tersebut cukup membuat mereka kesulitan, sebab di antara KNIL dengan TNI pernah berseteru ketika peperangan mewujudkan kemerdekaan negara Indonesia.

Oleh karena itu, lahirlah kaum reaksioner dalam jumlah yang cukup banyak. Mereka adalah elemen-elemen APRIS yang cenderung mendukung federalisme bangsa Indonesia atau kurang suka dengan TNI dan NKRI.

Mereka secara sukarela bergabung dengan Angkatan Perang Ratu Adil yang kemudian juga turut serta dalam pemberontakan APRA untuk mewujudkan Indonesia federal dalam RIS.

2. Hasil Konferensi Meja Bundar

Hasil dari Konferensi Meja Bundar atau yang dikenal dengan nama KMB menjadi salah satu titik awal terjadinya pemberontakan APRA. Konferensi tersebut diselenggarakan di Den Haag pada tahun 1949. Konferensi ini menghasilkan gagasan yang cukup menghebohkan yaitu adanya rencana akan dibubarkannya negara Republik Indonesia Serikat (RIS).

Menindaklanjuti berita ini Raymond Westerling berkerjasama dengan Sultan Hamid II untuk mendirikan APRA guna melakukan perlawanan kepada pemerintahan Republik Indonesia. Sultan Hamid II sendiri lebih berpihak kepada aliran negara federal RIS sehingga tidak mengkehendaki hilangnya RIS. Pemberontakan APRA tersebut sebagai usaha untuk mempertahankan keberadaan negara RIS.

3. Kepentingan Belanda

Pemberontakan APRA juga disebabkan karena Belanda ingin menjajah, atau setidaknya menanam kepentingan-kepentingan politik dan ekonominya di Indonesia. Pihak Belanda berniat untuk mengeksploitasi sumber daya di Indonesia untuk mempertahankan keadaan ekonominya.

Pihak Belanda tahu bahwa akan sangat sulit mengintervensi secara ekonomi jika Indonesia sudah bersatu menjadi NKRI. Terlebih lagi, pemimpin Indonesia semuanya sudah antipati terhadap kekuasaan Belanda. Oleh karena itu, Belanda perlu menimbulkan kerusuhan di NKRI dan mempertahankan RIS. Tindakan APRA merupakan sikap mendukung bangsa Belanda dalam melancarkan aksi penjajahan mereka.

4. Ultimatum Westerling

Raymond Westerling yang merupakan pimpinan APRA, memberikan sebuah ultimatum pada pemerintah RIS ketika APRA belum lama terbentuk. Pihaknya menginginkan supaya APRA dijadikan pasukan yang berstatus resmi. Di samping itu, pihaknya juga menginginkan untuk memegang penuh kekuasaan militer di daerah Pasundan.Akan tetapi, karena permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh pihak pemerintah, maka anggota merencanakan perampasan kekuasaan melalui pemberontakan APRA. Pemberontakan ini berpusat di sekitar wilayah Jakarta dan Bandung. Dua kawasan yang memiliki nilai kepentingan tinggi bagi bangsa Indonesia dan RIS pada saat itu.