Partai apa saja yang tokohnya pernah menjadi perdana menteri pada masa demokrasi parlementer?

Partai apa saja yang tokohnya pernah menjadi perdana menteri pada masa demokrasi parlementer?

Partai apa saja yang tokohnya pernah menjadi perdana menteri pada masa demokrasi parlementer?
Lihat Foto

kemdikbud.go.id

Partai Nasional Indonesia (PNI) salah satu organisasi pergerakan nasional

KOMPAS.com - Demokrasi Liberal adalah sistem politik yang menganut kebebasan individu. 

Sistem pemerintahan Liberal berlaku antara tahun 1949 sampai 1959 ditandai dengan tumbuhnya partai politik dan berlakunya kabinet parlementer. 

Pada masa Demokrasi Liberal tercetus beberapa partai yang menarik perhatian kalangan rakyat.

Pemilu pada masa Demokrasi Liberal ini patut dibanggakan lantaran berhasil diselenggarakan dengan aman, jujur, serta adil. 

Partai-partai yang ada di masa Demokrasi Liberal sebagai berikut. 

Baca juga: Revolusi Neolitik: Pengertian, Teori Pendukung, dan Hasil Kebudayaan

Anggota DPR

No Nama Partai Suara Persen Kursi
1. Partai Nasional Indonesia (PNI) 8.434.653 22,32 57
2. Masyumi 7.903.886 20,92 57
3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.955.141 18,41 45
4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.179.914 16,36 39
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 1.091.160 2,89 8
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 1.003.326 2,66 8
7. Partai Katolik 770.740 2,04 6
8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) 753.191 2,04 6
9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) 541.306 1,43 4
10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 483.014 1,28 4
11.  Partai Rakyat Nasional (PRN) 242.125 0,64 2
12. Partai Buruh 224.167 0,59 2
13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 219.985 0,58 2
14. Partai Rakyat Indonesia (PRI) 206.161 0,55 2
15.  Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 200.419 0,53 2
16. Murba 199.588 0,53 2
17. Baperki 178.887 0,47 1
18. Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro 178.481 0,47 1
19. Grinda 154.792 0,41 1
20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) 149.287 0,40 1
21. Persatuan Daya (PD) 146.054 0,39 1
22. PIR Hazairin 114.644 0,30 1
23. Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 85.131 0,22 1
24. AKUI 81,454 0,21 1
25. Persatuan Rakyat Desa (PRD) 77.919. 0,21 1
26. Partai Republik Indonesia Merdeka (PRIM) 72.523 0,19 1
27. Angkatan Comunis Muda (Acoma)   64.514 0,17 1

Anggota Konstituante

Pemilihan umum untuk anggota Dewan Konstituante dilakukan pada tanggal 15 Desember 1955. 

Baca juga: Devide et Impera: Asal-usul dan Upaya-upayanya di Nusantara

No Nama Partai Suara Persen Kursi
1. Partai Nasional Indonesia (PNI) 9.070.218 23,97 119
2. Masyumi 7.789.619 20,59 112
3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.989.333 18,47 91
4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.232.512 16,47 80
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 6.232.512 16,47 80
6. Partai kristen Indonesia (Parkindo) 988.810 2,61 16
7. Partai Katolik 748.591 1,99 10
8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) 695.932 1,84 10
9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) 544.803 1,44 8
10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 465.359 1,23 7
11. Partai Rakyat Nasional (PRN) 220.652 0,58 3
12. Partai Buruh 332.047 0,88 5
13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 152.892 0,40 2
14. Partai Rakyat Indonesia (PRI) 134.011 0,35 2
15. Persatuan pegawai Polisi RI (P3RI) 179.346 0,47 3
16. Murba 248.633 0,66 4
17. Baperki 160.456 0,42 2
18. Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro 162.420 0,43 2
19. Gerinda 157.976 0,42 2
20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) 164.386 0,43 2
21. Persatuan Daya (PD) 169.222 0,45 3
22. PIR Hazairin 101.509 0,27 2
23.  Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 74.913 0,20 1
24. AKUI 84.862 0,22 1
25. Persatuan Rakyat Desa (PRD) 39.278 0,10 1
26. Partai Republik Indonesia Merdeka (PRIM) 143.907 0,38 2
27. Angkatan Comunis Muda (Acoma) 55.844 0,15 1
28. R. Soedjono Prawirisoedarso 38.356 0,10 1
29. Gerakan Pilihan Sunda 35.035 0,09 1
30. Partai Tani Indonesia 30.060 0,08 1
31. Radja Keprabonan 33.660 0,09 1
32. Gerakan Benteng Republik Indonesia (GBRI) 39.874 0,11  
33. PIR NTB 33.823 0,09 1
34. L.M. Idrus Effendi 31.988 0,08 1

Baca juga: Perumusan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Referensi:

  • Hakiki,P. (2018). Sistem Pemerintahan Pada Masa Demokrasi Liberal Tahun 1949-1959. Sistem Pemerintahan Pada Masa Demokrasi. 
  • Departemen Penerangan. (1954). Kepartaian dan Parlementeria Indonesia. Indonesia Departemen Penerangan: Kementerian Penerangan.hlm 701. 
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

tirto.id - Indonesia sempat menganut sistem pemerintahan Demokrasi Parlementer. Namun, penerapan sistem demokrasi ini tidak bertahan lama. Berikut ini sejarah masa Demokrasi Parlementer di Indonesia

Sejarah sistem pemerintahan Demokrasi Parlementer atau Liberal diterapkan di Indonesia pada 1950-1959. Ketika menganut sistem ini, pemerintahan Indonesia dipimpin oleh perdana menteri bersama presiden sebagai kepala negara.

Demokrasi Parlementer adalah sistem pemerintahan di mana parlemen negara punya peran penting. Pada sistem ini, rakyat memiliki keleluasaan untuk ikut campur urusan politik dan boleh membuat partai.

Tokoh-tokoh Indonesia yang memercayai dibutuhkannya Demokrasi Parlementer atau dikenal juga sebagai Demokrasi Liberal di antaranya Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir.

Menurut keduanya, sistem pemerintahan tersebut mampu menciptakan partai politik yang bisa beradu pendapat dalam parlemen serta dapat menciptakan wujud demokrasi sesungguhnya, yakni dari rakyat, bagi rakyat, dan untuk rakyat.

Mohammad Hatta dalam Demokrasi Kita, Pikiran-Pikiran Tentang Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat (2008:122) menambahkan, Indonesia berbentuk republik berlandaskan kedaulatan rakyat.

Penerapan Demokrasi Parlementer

Tanggal 17 Agustus 1950, Republik Indonesia Serikat (RIS), yang merupakan bentuk negara hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) dan pengakuan kedaulatan dengan Belanda, resmi dibubarkan.

Abdurakhman dan kawan-kawan dalam Sejarah Indonesia Kelas 12 (2015:48) menyebutkan bahwa RIS kemudian diganti dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Seiring dengan itu, sistem pemerintahannya pun berubah menjadi Demokrasi Parlementer dan berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.

Menurut tulisan Ahmad Muslih dan kawan-kawan dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (2015:96), pada masa Demokrasi Parlementer, muncul partai-partai politik baru yang bebas berpendapat serta mengkritisi pemerintahan.

Kendati awal kelahiran semua partai ini merupakan semangat revolusi, namun akhirnya mengakibatkan persaingan tidak sehat. Bahkan, bisa dikatakan ketika masa itu Indonesia mengalami ketidakstabilan pemerintahan.

Baca juga:

  • Sejarah Demokrasi Parlementer: Ciri-ciri, Kekurangan, & Kelebihan
  • Sejarah Sistem Presidensial: Arti, Ciri-ciri, Kelebihan, Kekurangan
  • Sejarah Sistem Demokrasi Terpimpin di Indonesia 1959-1965

Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Secara garis besar, kabinet-kabinet di Indonesia terbagi menjadi tujuh era di bawah pimpinan perdana menteri.

Setiap periodenya pasti memiliki permasalahannya masing-masing. Berikut ini ketujuh masa tersebut:

1. Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1951)

Kabinet ini berupaya sekuat tenaga melibatkan semua partai yang ada di parlemen. Namun, Mohamad Natsir selaku perdana menteri ternyata kesulitan memberikan posisi kepada partai politik yang berseberangan.

Natsir adalah tokoh Masyumi, partai Islam yang amat kuat saat itu. Usahanya untuk merangkul Partai Nasional Indonesia (PNI) selalu saja kandas.

Remy Madinier dalam Islam and Politics in Indonesia: The Masyumi Party Between Democracy and Integralism (2015) menyebutkan, PNI memang kerap berseberangan pandangan dengan Masyumi.

PNI bahkan melakukan tuntutan terhadap Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1950 yang dilkeluarkan Natsir. Sebagian besar parlemen berpihak kepada PNI sehingga akhirnya Natsir mengundurkan diri dari jabatannya.

Baca juga:

  • Tugas TNI: Sejarah, Peran, & Fungsinya sebagai Alat Pertahanan RI
  • Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya
  • Karakteristik Partisipasi Politik: Ciri-ciri, Penerapan, & Contoh

2. Kabinet Sukiman (April 1951-Februari 1952)

PNI mendapatkan posisinya dalam kabinet ini. Namun, sama seperti sebelumnya masih terdapat masalah. Sama seperti Natsir, Sukiman Wiryosanjoyo sang perdana menteri adalah orang Masyumi.

Beberapa kebijakan Sukiman ditentang oleh PNI, bahkan kabinetnya mendapatkan mosi tidak percaya dari partai politik yang dibentuk oleh Sukarno tersebut. Kabinet Sukiman berakhir pada 23 Februari 1952.

3. Kabinet Wilopo (April 1952-Juni 1953)

Pada masanya, Wilopo selaku perdana menteri berhasil mendapatkan mayoritas suara parlemen.

Tugas pokok Wilopo ketika itu menjalankan Pemilu untuk memilih anggota parlemen dan konstituante. Akan tetapi, sebelum Pemilu dilaksanakan, Kabinet Wilopo gulung tikar.

Baca juga:

  • Macam Teori Kekuasaan Negara Menurut John Locke & Montesquieu
  • Pengamalan Pancasila Sila ke-1 di Lingkungan Tempat Bermain
  • Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945

4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Juli 1953-Juli 1955)

Ali Sastroamidjojo melanjutkan tugas kabinet sebelumnya untuk melaksanakan Pemilu. Pada 31 Mei 1954, dibentuk Panitia Pemilihan Umum Pusat dan Daerah. Rencananya kala itu, Pemilu akan diadakan pada 29 September (DPR) dan 15 Desember (Konstituante) 1955.

Akan tetapi, lagi-lagi seperti yang dialami Kabinet Wilopo, Kabinet Ali Sastroamidjojo bubar pada Juli 1955 dan digantikan dengan Kabinet Burhanuddin Harahap di bulan berikutnya.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955- Maret 1956)

Burhanuddin Harahap dengan kabinetnya berhasil melaksanakan Pemilu yang sudah direncanakan tanpa mengubah waktu pelaksanaan. Pemilu 1955 berjalan relatif lancar dan disebut-sebut sebagai pemilu paling demokratis.

Kendati begitu, masalah ternyata terjadi pula. Sukarno ingin melibatkan PKI dalam kabinet kendati tidak disetujui oleh koalisi partai lainnya. Alhasil, Kabinet Burhanuddin Harahap bubar pada Maret 1956.

Baca juga:

  • Sejarah Operasi Trikora: Latar Belakang, Isi, Tujuan, dan Tokoh
  • Sejarah Konferensi Meja Bundar (KMB): Latar Belakang, Tokoh, Hasil
  • Sejarah Pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda

6. Kabinet Ali Sastoamidjojo II (Maret 1956-Maret 1957)

Berbagai masalah juga dialami Kabinet Ali Sastoamidjojo untuk kali kedua ini, dari persoalan Irian Barat , otonomi daerah, nasib buruh, keuangan negara, dan lainnya.

Ali Sastroamidjojo pada periode yang keduanya ini tidak berhasil memaksa Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Kabinet ini pun mulai menuia kritik dan akhirnya bubar dalam setahun.

7. Kabinet Djuanda (Maret 1957-Juli 1959)

Terdapat 5 program kerja utama yang dijalankan Djuanda Kartawijaya, yakni membentuk dewan, normalisasi keadaan Indonesia, membatalkan pelaksanaan KMB, memperjuangkan Irian Barat, dan melaksanakan pembangunan.

Salah satu permasalahan ketika itu muncul ketika Deklarasi Djuanda diterapkan. Kebijakan ini ternyata membuat negara-negara lain keberatan sehingga Indonesia harus melakukan perundingan terkait penyelesaiannya.

Baca juga:

  • Penyebab Sejarah Pemberontakan DI-TII Daud Beureueh di Aceh
  • Sejarah Pemberontakan Andi Azis: Penyebab, Tujuan dan Dampaknya
  • Sejarah Pemberontakan Nambi vs Majapahit: Mati karena Fitnah Keji

Akhir Demokrasi Parlementer

Singkatnya waktu periode pemerintahan kabinet-kabinet membuat keadaan politik Indonesia tidak stabil, bahkan hal ini ditakutkan berimbas pada segala aspek lain negara.

Hal tersebut akhirnya terselesaikan setelah Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.

Di dalamnya, termuat bahwa Dewan Konstituante dibubarkan dan Indonesia kembali ke UUD 1945 alias meninggalkan UUDS 1950. Selain itu, dibentuk juga Majelis Permusyaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Demokrasi Liberal yang sebelumnya sudah membawa kekacauan terhadap stabilitas pemerintahan akhirnya digantikan dengan sistem Demokrasi Terpimpin yang berlaku sejak 1959 hingga 1965.

Baca juga:

  • Fosil Homo Soloensis: Sejarah, Penemu, Lokasi, dan Ciri-ciri
  • Kerajaan Kutai Martapura: Penyebab Runtuhnya & Daftar Raja
  • Fakta Sejarah Misteri Hotel Niagara Malang: Viral & Disebut Angker

Baca juga artikel terkait DEMOKRASI PARLEMENTER atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates