Pancasila adalah pers yang memiliki kebebasan berekpresi dan berpendapat dengan mengutamakan

Kebebasan pers (bahasa Inggris: freedom of the press) adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebar luaskan, pencetakan dan menerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.[1][2]

Secara konseptual kebebasan pers akan memunculkan pemerintahan yang cerdas, bijaksana, dan bersih. Melalui kebebasan pers masyarakat akan dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga muncul mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan, maupun masyarakat sendiri. Karena itu, media dapat dijuluki sebagai pilar keempat demokrasi, melengkapi eksekutif, legeslatif, dan yudikatif. Kebebasan pers pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Dengan kebebasan pers, media massa dimungkinkan untuk menyampaikan beragam informasi, sehingga memperkuat dan mendukung warga negara untuk berperan di dalam demokrasi atau disebut civic empowerment.[3]

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Amerika Serikat

Komisi Kebebasan pers (1942-1947) atau dikenal pula sebagai Komisi Hutchins (w:Robert Hutchins) sebagai pencetus teori tanggung jawab sosial merupakan sebuah komisi untuk menyelidiki fungsi yang tepat bagi pers dalam demokrasi modern di Amerika serikat dan memberikan lima prasyarat yang dituntut masyarakat modern dari pers.

  1. pers harus menyajikan dalam pemberitaan yang benar, komprehensif dan cerdas, pers dituntut untuk selalu akurat, dan tidak berbohong. fakta harus disajikan sebagai fakta, dan pendapat harus dikemukakan sebagai murni merupakan sebagai pendapat. komisi membedakan kriteria kebenaran menurut ukuran masyarakat dibagi dalam masyarakat sederhana dan masyarakat modern. dalam ukuran masyarakat sederhana, kebenaran akan dicari dengan cara membandingkan pemberitaan dalam pers dengan informasi dari sumber-sumber lain, sementara dalam masyarakat modern, isi pemberitaan pers dianggap merupakan sumber informasi yang dominan, sehingga pers lebih dituntut untuk menyajikan pemberitaan yang benar. sebagai contoh disebutkan bahwa pers harus bisa membedakan secara jelas mana yang merupakan peristiwa politik, dan mana yang merupakan pendapat politisi.
  2. pers harus berperan sebagai forum pertukaran pendapat, komentar dan kritik. Media dituntut untuk membangun relasi interaktif dengan publik dalam pengertian media menyodorkan suatu masalah kepada khalayak untuk dibahas bersama, meskipun tidak ada aturan hukum yang mewajibkan pers menjalankan fungsi ini. komisi dalam pertemuan dengan tokoh pers, w:Henry Luce penerbit majalah Time and Life misalnya mendefinikan tanggung jawab sosial pers sebagai keharusan memastikan bahwa pers adalah wakil masyarakat secara keseluruhan, bukan kelompok tertentu saja
  3. pers harus menyajikan gambaran yang khas dari setiap kelompok masyarakat dan pers harus memahami kondisi semua kelompok dimasyarakat tanpa terjebak pada stereotype. Kemampuan ini akan menghindari terjadinya konflik sosial dan pers harus mampu menjadi penafsir terhadap karakteristik suatu masyarakat dan memahaminya seperti aspirasi, kelemahan, dan prasangka. Komisi ini terpengaruh dengan idelogi sosialis yang berkembang pada masa-masa perang dunia kedua yang membedakan dengan terdahulu dalam teori libertarian.
  4. pers harus selalu menyajikan dan menjelaskan tujuan dan nilai-nilai kemasyarakatan.Pendapat bahwa hal Ini tidak berarti pers harus mendramatisir pemberitaannya, melainkan berusaha mengaitkan suatu peristiwa dengan hakikat makna keberadaan masyarakat pada hal-hal yang harus diraih karena dianggap bahwa pers merupakan instrumen pendidik masyarakat sehingga pers harus “memikul tanggung jawab sebagai pendidik dalam memaparkan segala sesuatu dengan mengaitkannya kepada tujuan dasar kemasyarakatan.
  5. pers harus membuka akses ke berbagai sumber informasi. Masyarakat industri modern membutuhkan jauh lebih banyak ketimbang dimasa sebelumnya. Alasan yang dikemukakan adalah dengan tersebarnya informasi akan memudahkan pemerintah menjalankan tugasnya. Lewat informasinya sebenarnya media membantu pemerintah menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.Teori tanggung jawab sosial ini merupakan kontruksi transformatif terhadap pemikiran aliran libertarian yang terdulu dikenal dalam masyarakat pers di Amerika terutama dalam dua hal. yakni
    1. teori libertarian menganggap akses bebas ke informasi akan tercipta dengan sendirinya. Namun, akses itu harus diupayakan. Akses itu tidak akan ada jika khalayak bersikap pasif terhadap informasi terbatas yang disodorkan kepadanya,
    2. teori libertarian menganggap media adalah urusan individu, bukan urusan masyarakat, bahkan menyatakan bahwa individu boleh berbeda kepentingan terhadap media, dan hal itu akan membuahkan hasil positif berupa gagasan atau ide yang lebih baik.
    • Kebebasan berbicara

    1. ^ freedom of the press
    2. ^ Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
    3. ^ Henry Subaktio and Rachmah ida. 2012. Komunikasi politik, media, dan demokrasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

    • Undang-Undang tentang Pers  
    • Nerone, John C. Last Rites: Revisiting Four Theories of the Press. hlm. 77–100 On Social Responsibility. 
      • dicetak ulang dalam McQuail's Reader in Mass Communication Theory, John C. Nerone, “Social Responsibility Theory,” Ch. 15.

    Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kebebasan_pers&oldid=20715713"

    Setiap makhluk hidup di dunia ini berhak untuk merasakan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Hal yang paling sering terjadi dan memicu timbulnya sebuah konflik dalam kehidupan ini berawal dari menyalah artikan sebuah kata “memiliki kebebasan mengeluarkan pendapat atau menyampaikan pendapat” karena sejatinya setiap makhluk hidup bebas untuk mengutarakan pendapat dan berekspresi di muka umum. Banyak kasus yang berawal dari bentuk sebuah protes dan berujung pada tindakan kekerasan, kerusuhan bahkan tindakan pidana. Sudah saatnya kita sadar akan aturan dan tata tertib hukum yang mengatur perilaku maupun tindakan kita. Bukankah kita merupakan salah satu bagian dari dunia ini yang menerapkan pilar demokrasi. Demokrasi merupakan bagian penting dalam kehidupan bernegara karena dia memberikan banyak arti penting yang apabila dijabarkan dan diterapkan akan membuat kehidupan bernegara ini terasa adil dan nyaman. Kebebasan berpendapat juga merupakan bagian penting dari sebuah demokrasi, kebebasan ini memiliki dasar hukum yang telah diatur dalam pasal 28 UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang mengatakan bahwa kebebasan bertanggungjawab dan bertindak untuk menyampaikan pendapat dimuka umum. Jadi demokrasipun memiliki pilar yang mana bependapat itu bebas namun berpendapatlah yang bertanggungjawab yang di dasarkan pada fakta yang ada, dan janganlah menyakiti satu sama lainnya karena di dalam kehidupan ini kita juga diatur oleh hak asasi manusia, karena hak kita juga dibatasi oleh hak orang lain. Berpendapatlah secara cerdas dan tidak memunculakn perpecahan karena SARA. Pada Resolusi Majelis Umum PBB No 6/27 yang menetapkan 15 September sebagai Hari Demokrasi Internasional manyatakan “Demokrasi adalah sebuah nilai universal berdasarkan keinginan rakyat yang di ekspresikan secara bebas untuk meentukan sistem- sistem politik, ekonomi, sosial dan kultural mereka sendiri serta partisipasi penuh dalam seluruh aspek kehidupan mereka.” Demokrasi memiliki ciri-ciri umum yang dimiliki bersama, tetapi pada satu yang sama tidak ada satu model demokrasi tertentu. Demokrasi juga tidak terkait dengan negara atau kawasan tertentu.

    Selamat Hari Demokrasi Internasional 15 September 2019 mari kita bersama memahami prinsip dan tujuan yang relevan, yang mengakui bahwa HAM, ketentuan hukum, dan demokrasi saling berkaitan dan sama-sama memperkuat satu sama lain dan tak kalah pentingnya adalah demokrasi, pembangunan, dan perduli terhadap HAM dan kebebasan fundamental juga saling terkait dan memperkuat satu sama lain sehingga menciptakan Harmoni dalam berbagai keberagaman.