Orang yang ikhlas dalam beribadah tidak pernah mengharapkan pujian dari

IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Ibadah haji adalah salah satu di antara ibadah agung yang disyariatkan Allah kepada hamba-Nya. Untuk mendapat pahala(mabrur) dari rukun Islam kelima ini perlu keikhlasan dalam mengerjakannya.

“Sebagaimana ibadah-ibadah yang lain, ibadah haji pun dipersyaratkan keikhlasan ketika ditunaikan agar menjadi haji mabrur yang diterima di sisi Allah SWT sebagai amal saleh,” tulis H Aswanto Muhammad, Lc dalam karyanya “Haji dan Keikhlasan”

Menurutnya, hakikat keikhlasan adalah beribadah hanya kepada Allah tanpa mengharapkan penilaian dari orang lain dan tidak mengharapkan ganjaran kecuali dari-Nya.

Dalam surat Al Kahfi ayat 110 Allah berfirman tentang keharusan ikhlas dalam beribadah, yaitu sebagai berikut:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya sembahan kalian adalah sembahan Yang Esa. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah dia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”

Berkenaan dengan ibadah haji Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 97 yaitu sebagai berikut ini:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.”

Inilah yang dimaksud Rasulullah SAW, sebagai haji mabrur dalam sabdanya. Aswanto pun mengutip hadits Nabi yang berbunyi:

المبرور ليس له جزاء إلا الجنة “Haji yang mabrur tak ada balasan yang patut bagi pelakunya kecuali surga.” (HR Bukhari).

Makna haji yang mabrur adalah haji yang diterima di sisi Allah SWT, tidak terdapat kemaksiatan di dalamnya berupa syirik, riya’, harta haram, dan sebagainya.  Dengan demikian, untuk mendapatkan haji yang mabrur hendaknya menunaikannya dengan niat semata-mata menjalankan ketaatan kepada Allah, tanpa mengharapkan pujian dan balasan dari makhluk.

Kajian Online Penyejuk Iman (KOPI Ramadan) kembali digelar. Kali ini mengangkat tema mengikhlaskan amal. Ustadz Dr. Sus Budiharto, S.Psi., M.Si., Psi. dalam kajiannya mengulas tips agar selalu tenang dan bahagia setelah beramal. Menurutnya, perkara paling dasar adalah mengikhlaskan diri kepada Allah sebagai syarat utama diterimanya amal ibadah.

Ikhlas merupakan amalan hati yang perlu mendapatkan perhatian khusus secara mendalam dan dilakukan secara terus-menerus. Baik ketika hendak beramal, sedang beramal, maupun ketika sudah beramal. Hal ini dilakukan agar amalan yang dilakukan bernilai di hadapan Allah.

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Bayyinah ayat 5 yang artinya “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus ….”

Maksud dari agama yang lurus dari ayat tersebut adalah kita terjauhkan dari hal-hal syirik dan menuju kepada tauhid. Disinilah kedudukan ikhlas yang begitu penting dalam amal ibadah, agar amalan-amalan tidak sia-sia dan tidak mendapatkan azab di dunia maupun akhirat kelak.

Ustadz Sus Budiharjo dalam tausiyahnya memaparkan agar tidak berharap kepada manusia ketika beramal, melainkan berharap hanyalah kepada Allah. Caranya yakni dengan menanyakan kepada diri sendiri mengenai hal yang dilakukan. Apakah kita melakukan ini untuk teman, kerabat, kantor, bangsa, atau untuk Allah?

“Hal ini perlu dilakukan agar hati kita tertata untuk terus menumbuhkan rasa ikhlas di hati. Sehingga apabila mendapatkan cacian atau hinaan dari oranglain, kita tidak merasa sedih. Karena pada hakikatnya kita melakukan itu hanyalah untuk Allah,” terangnya.

Allah menyeru hamba-Nya dalam QS. Al-Ikhlas pada kalimat Qul atau katakanlah. “Mengatakan bahwa Allah itu Maha Esa dan semua yang dilakukan hanya untuk Allah, serta apapun yang telah dilakukannya diserahkan hanya kepada-Nya. Sebab tidak ada yang dapat disetarakan dengan-Nya,” jelasnya.

Ustadz Sus Budiharjo menambahkan, InsyaAllah dengan melakukan hanya karena-Nya, kita mencintai Allah dan sebaliknya. Jika kita diuji kita bersyukur, jika dikhianati kita bersyukur, sebab kita melakukannya hanya karena Allah. Untuk itu kita menjadi lebih tulus, ikhlas dan bahagia.

“Jangan menggantungkan amalan itu untuk mendapatkan pujian dari manusia. Alhamdulillah kalau dapat pujian, kalau dapat makian kita terima dan setelah itu memohon kepada Allah,” pungkasnya. (SF/RS)

Dalam melakukan ibadah, sudah pasti selain niat, harus ada rasa ikhlas dan tanpa ada paksaan dari siapa pun. Karena ibadah merupakan hal yang sakral. Perlu diingat, ada beberapa ciri-ciri orang yang tidak ikhlas dalam beribadah kepada Allah. Jangan sampai kamu termasuk di dalamnya.


Orang yang ikhlas dalam beribadah pasti akan selalu bersyukur karena telah diberikan kesempatan untuk menjalankan ibadah kepada Allah demi mengharapkan ridho-Nya. Lain halnya dengan orang yang tidak ikhlas. Dia akan jarang sekali memanjatkan rasa syukur atas nikmat kesempatan dan waktu yang sudah diberikan padanya untuk bisa beribadah dan berbuat amal-amal lainnya.


Ilustrasi ibadah. Foto: ist

Ada pepatah mengatakan bahwa janganlah tangan kirimu sampai tahu ketika tangan kananmu berbuat kebaikan. Pepatah ini memiliki arti apabila kamu melakukan kebaikan, maka sebaiknya dirahasiakan dari orang banyak. Karena orang yang ikhlas atas amal tersebut hanya menjadi urusannya dengan Allah semata. Sehingga orang lain tidak perlu mengetahuinya dan semata-mata demi mengharap ridho Allah SWT.


Orang yang tidak ikhlas dalam beribadah akan selalu mengharapkan pujian dari orang lain. Hal ini muncul dikarenakan sejak awal niat yang ada di dalam hatinya tidaklah tulus karena Allah semata. Namun karena adanya harapan lain seperti pujian dari orang sekitar sehingga nantinya ia bisa lebih dikenal hanya sebagai orang yang memiliki kebaikan.


Baca juga: 5 Cara menjadi pintar dalam Islam, dari berdoa hingga rajin beribadah


Page 2

Orang yang ikhlas dalam beribadah tidak pernah mengharapkan pujian dari

Bekal terbaik bukan takwa melainkan uang

Senin, 25 Juli 2022 | 09:39 WIB

Orang yang ikhlas dalam beribadah tidak pernah mengharapkan pujian dari

Inilah hukum dan keutamaan berjamaah

Minggu, 3 Oktober 2021 | 09:00 WIB


Page 3

Dalam melakukan ibadah, sudah pasti selain niat, harus ada rasa ikhlas dan tanpa ada paksaan dari siapa pun. Karena ibadah merupakan hal yang sakral. Perlu diingat, ada beberapa ciri-ciri orang yang tidak ikhlas dalam beribadah kepada Allah. Jangan sampai kamu termasuk di dalamnya.


Orang yang ikhlas dalam beribadah pasti akan selalu bersyukur karena telah diberikan kesempatan untuk menjalankan ibadah kepada Allah demi mengharapkan ridho-Nya. Lain halnya dengan orang yang tidak ikhlas. Dia akan jarang sekali memanjatkan rasa syukur atas nikmat kesempatan dan waktu yang sudah diberikan padanya untuk bisa beribadah dan berbuat amal-amal lainnya.


Orang yang ikhlas dalam beribadah tidak pernah mengharapkan pujian dari

Ilustrasi ibadah. Foto: ist

Ada pepatah mengatakan bahwa janganlah tangan kirimu sampai tahu ketika tangan kananmu berbuat kebaikan. Pepatah ini memiliki arti apabila kamu melakukan kebaikan, maka sebaiknya dirahasiakan dari orang banyak. Karena orang yang ikhlas atas amal tersebut hanya menjadi urusannya dengan Allah semata. Sehingga orang lain tidak perlu mengetahuinya dan semata-mata demi mengharap ridho Allah SWT.


Orang yang tidak ikhlas dalam beribadah akan selalu mengharapkan pujian dari orang lain. Hal ini muncul dikarenakan sejak awal niat yang ada di dalam hatinya tidaklah tulus karena Allah semata. Namun karena adanya harapan lain seperti pujian dari orang sekitar sehingga nantinya ia bisa lebih dikenal hanya sebagai orang yang memiliki kebaikan.


Baca juga: 5 Cara menjadi pintar dalam Islam, dari berdoa hingga rajin beribadah

Salah satu derajat yang harus dicapai seorang muslim adalah menjadi seorang mukmin. Untuk melihat ciri seorang mukmin, Allah berfirman dalam Al-Quran Surat Ali-Imron ayat 113-114, yang artinya : “Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka juga bersujud (shalat). Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh.”

DARI firmah Allah itu, ada empat perilaku yang menunjukkan bahwa seseorang mempunyai ciri seorang mukmin, yaitu : Pertama, orang mukmin jika bekerja akan cepat, tidak pernah dinanti-nanti. Kedua, ketika bekerja paling semangat. Ketiga, paling depan ketika berbuat baik. Keempat, tidak pernah mempunyai niat untuk berbuat jahat.

Semua perbuatan itu harus dijalankan dengan ikhlas, seperti dicontohkan Rasulullah yang selalu menghabiskan waktu malam untuk sujud dan ruku meminta ridho-Nya. Rasulullah mencontohkan untuk tidak pernah lelah dalam melakukan sesuatu, karena ikhlas dalam menjalankannya.

Sebagai karyawan-karyawati, kita harus meniru sikap Rasulullah yang tak kenal lelah beribadah dan bekerja atas nama Allah, bukan yang lainnya. Padahal Rasulullah adalah manusia yang akhlaqnya paling mulia, pasti terbebas dari semua dosa, dan dijamin masuk surga. Bekerja dengan hati ikhlas dan bulat tekad karena Allah akan memudahkan perjalanan karier kita ke depan.

Ada tiga tingkatan orang ikhlas. Pertama, orang beribadah karena Allah, namun masih dikaitkan dengan urusan dunia. Contohnya, semangat bekerja jika ada pimpinan, karena ingin mendapat pujian.

Kedua, ibadah karena Allah, namun masih dikaitkan ingin masuk surga dan menghindari neraka. Ketiga, beribadah karena Allah tidak ada iming-iming lain kecuali hanya karena Allah. Sebab, apapun yang Allah kehendaki, tentu Allah sudah ridho. Ikhlas jenis terakhir inilah ikhlas yang sangat dimuliakan.

Orang ikhlas hatinya senantiasa terbuka, karena mendapat cahaya iman dan takwa dari Allah SWT. Sebaliknya, celakalah bagi orang yang suka melanggar, karena memiliki hati yang sangat keras untuk ingat kepada Allah. Mereka itulah yang berada dalam kesesatan yang nyata.

Agar tidak sesat dan selalu dicintai Allah SWT, Al-Quran Surat Al-Anbiya ayat 19-20 memberi petunjuk : “ Dan milik-Nya siapa yang di langit dan di bumi. Dan (malaikat-malaikat) yang di sisi-Nya, tidak mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak (pula) merasa letih. Mereka (malaikat-malaikat) bertasbih tidak henti-hentinya malam dan siang.”

Ada tiga hal yang harus diperhatikan manusia dalam berperilaku agar dicintai Allah. Pertama, tidak sombong dan angkuh. Allah akan mencintai hambaNya yang senantiasa rendah hati dan tidak sombong. Kemuliaan di depan Allah bukan karena warna kulit, jabatan, atau ilmu, tetapi karena takwa. Perilaku sombong dan angkuh merupakan induk dosa. Berawal dari sombong dan angkuh akan menyebabkan perilaku-perilaku lain yang tidak diridhoi Allah.

Tanda kedua orang yang dicintai Allah adalah ketika manusia beribadah, baik beribadah kepada Allah maupun kepada masyarakat. Kalau kita bekerja, niatkan karena Allah, bukan karena uang dan yang lainnya. Bila di dunia tidak didapat, kelak di akhirat Allah akan memberi kesempatan dan kebahagiaan yang luas, karena kita bekerja karena Allah.

Tanda terakhir orang yang dicintai Allah adalah dia selalu mengingat Allah. tidak ada hentinya. Dalam Al-Quran ada pesan : “Saat kalian selesai menunaikan shalat, jangan berhenti untuk ingat kepada Allah.” v (wasu / DK)

Tausyah Ustadz Hapid, Dosen UIN, dalam Manajemen Qalbu di hadapan pimpinan, karyawan dan, karyawati DBMPR Provinsi Jawa Barat.