Novel si Anak Badai kelebihan karya dalam teks ulasan tersebut adalah

Itu benar sekali.  Tidak selalu api dilawan dengan api.  Kadangkala, cara terbaiknya justru dilawan dengan cara lemah lembut.  (halaman 300)

Buku ke enam dari serial anak nusantara

Judul buku    : SI ANAK BADAI
Penulis           : Tere Liye, Co-Author: SarippudinPenerbit         : Republika PenerbitTahun Terbit : Cetakan I,  Agustus 2019Halaman        : 322 halaman

ISBN                : 978-602-5734-93-9

Sinopsis:

Badai kembali membungkus kampung kami.  Kali ini aku mendongak, menatap jutaan tetes hujan dengan riang.  Inilah kami, Si Anak Badai.  Tekad kami sebesar badai.  Tidak pernah kenal kata menyerah

Buku ini tentang Si Anak Badai yang tumbuh ditemani suara aliran sungai, riak permukaan muara, dan deru ombak lautan.  Si Anak Badai yang penuh tekad dan keberanian mempertahankan apa yang menjadi milik mereka, hari-hari penuh keceriaan dan petualangan seru.

Tahun 2019, setelah muncul dengan buku Komet Minor pada bulan Maret 2019 dan About Life pada bulan Juni 2019. Penulis multitalenta Tere Liye, hadir dengan buku barunya yang berjudul Si Anak Badai, terbit Agustus 2019.    Buku ini merupakan buku ke enam dari Serial Anak Nusantara.  Salah satu serial favorit saya.   Serial ini merupakan bacaan yang memang membidik semua umur.  Berbeda dari lima buku sebelumnya.  Buku ini berdiri sendiri dan tidak ada kaitan dengan ke lima buku yang sudah  terbit duluan , yaitu: Si Anak Pemberani, Si Anak Spesial, Si Anak Pintar, Si Anak Kuat dan Si Anak Cahaya.  Kali ini dalam buku Si Anak Badai muncul dengan karakter baru, yaitu Za.  Zaenal, memiliki dua adik yaitu Fatahillah dan Thiyah.  Mereka tinggal di Kampung Manowa.  Di sana, seluruh rumah warga berada di atas air.  Kokoh berdiri dengan tiang-tiang yang tertanam di dasar muara.  Bukan hanya rumah, masjid dan sekolah juga di atas air.  Sebagai penghubung antara satu rumah dengan rumah lainnya juga penghubung kampung kami dengan daratan , dibangun jembatan yang terbuat dari papan ulin selebar satu setengah meter.  Itulah jalan papan ulin tempat kami berlalu lalang.  Penduduk juga menggunakan perahu-perahu kecil untuk bepergian.  Namun, Kampung yang tadinya damai, semenjak kedatangan Pak Alex atau si bajak laut, menjadi gaduh.  “Sekarang orang-orang pintar itu akan membuat pelabuhan di sini.  Mereka tidak akan tahu apa dampaknya bagi kita.  Lebih celakanya lagi, mereka tidak peduli apa akibatnya bagi kita.  Yang penting pelabuhan itu jadi, yang penting mereka mendapat uang banyak dari pembangunan pelabuhan. ” (halaman 98)

Baca:Keberanian Geng Si Anak Badai mempertahankan kampung halamannya

Selain itu, karakter Pak Kapten dalam buku ini juga terasa lebih hidup, yang paling lucu kalau galaknya kumat dan mengancam anak-anak yang nakal akan merubahnya jadi kodok.  Namun  karisma Pak Kapten, membuat novel ini semakin menarik.  Walaupun galak, tapi disegani dan dihormati waga Kampung Manori, dan ditakuti anak-anak Kampung.   Hal menarik lainnya juga saat Ibu-Ibu berlatih rebana, mempersiapkan diri menyambut tamu dari ibu kota provinsi.  Bagian lirik “bingung … bingung kumemikirnya,” ini jadi hal yang kadang membuat kocak jika dikondisikan dengan kebingungan yang dialami beberapa karakternya.  Saat Mamak sibuk menjahit belasan baju untuk para ibu-ibu yang akan tampil, maka terpaksalah anak-anak Mamak makan jadi seadanya, yang paling mengocok perut saya saat tiga bersaudara Za, Fatah dan Thiyah belajar menyiapkan sarapan dengan membuat nasi goreng untuk lima porsi.  Hasilnya?  bisa ditebak, tapi silahkan baca sendiri 

Baca juga petualangan seru Raib, Seli dan Ali dalam Serial Bumi

Dalam serial Anak Nusantara, buku satu sampai buku ke empat tidak ada Co-Author.  Sementara untuk buku ke lima dan ke enam, ada Co-Author-nya yaitu Sarippudin, nama yang sama yang menjadi Co-Author untuk buku Pergi dengan penulis yang sama.  Tapi tenang saja, meski ada Co-Author tak sedikit pun terasa ada yang berbeda, tetap  dengan rasa yang sama tulisan khas Bang Tere yang memang dibalut unsur kesederhanaan.  Hadir cerita khas tentang anak-anak yang kadang seru, sedih dengan keterbatasan yang ada, namun mereka tetap dapat menikmati kehidupan yang mereka jalani, tak lupa unsur kenakalan khas anak-anak pun menjadi bumbu tersendiri yang menjadikan buku ini tetap bisa saya nikmati dengan senang hati .  Membayangkan kehidupan di muara, dan perjuangan orangtua dan anak-anak dalam mempertahankan tempat tinggal mereka dari gangguan orang-orang yang hanya ingin mengeruk keuntungan semata tanpa mempedulikan nasib mereka di masa yang akan datang.  Yang menarik dari buku ini, tentu saja “siasat” jitu dari geng Si Anak Badai yang terdiri dari Za, Ode, Awang, dan Malim.   Pertengkaran di antara mereka, saling meledak, dan saling peduli, menjadikan persahabatan mereka terukir sangat indah.

Yang membedakan buku ini dari lima buku sebelumnya dalam serial anak Nusantara adalah cerita, karakter dan setting-nya.  Namun ada satu hal yang menyamakan dengan buku sebelumnya, yaitu tentang bab “Seberapa Besar Kasih Sayang Mamak.”  Bab ini selalu sukses membuat saya terharu dan semakin kagum dengan sosok Mamak.”  Kalau Mamak di lima buku sebelumnya bernama Mamak Nurmas, nah kalau di buku ke enam ini nama Mamak-nya adalah Fatma.  Mamak dari Za, Fatah, dan Thiyah.  Ada juga bab tentang teman yang putus sekolah, menganggap sekolah tidak penting, tapi pada akhirnya berkat bujukan yang tak kenal lelah dari para sahabat dan guru yang sangat peduli, maka akhirnya bisa kembali bersekolah.  Dalam buku ini, Malim sempat memutuskan untuk tidak sekolah, namun Za, Ode dan Awang terus membujuknya untuk melanjutkan sekolah, sebab sekolah itu sangat penting.

Dalam serial Anak Nusantara ini, selain pesan berisi tentang keluarga, persahabatan, hidup dalam bermasyarakat dan bertetangga, juga selalu menekankan akan pentingnya pendidikan.  Tentang sekolah, sekolah, dan sekolah tak peduli apa pun latar belakang dan keterbatasan yang menghimpit kehidupan mereka, sekolah itu tetap sangat penting.  Mungkin karena masih ditemukan tentang anak yang putus sekolah, dalam serial ini penulis pun seolah tak bosan, lewat karakter dalam novel selalu mengingatkan tentang betapa sekolah itu sangat penting.

Kemudian pelajaran yang bisa diambil dan  direnungkan dari novel Si Anak Badai, kita harus menyadari bahwa ilmu yang kita miliki jika dibandingkan telunjuk dan lautan, tidak ada bandingannya (baca halaman 58), menghargai perjuangan Mamak (baca bab seberapa besar kasih sayang Mamak), belajar dari kesalahan (baca halaman 72),  kita harus selangkah lebih maju dibandingkan dengan lawan (baca halaman 226), dan tentang kekerasan yang dibalas dengan kebaikan (baca halaman 295).  Sebuah buku yang sarat akan pesan moral, mendidik, dan menarik untuk dibaca oleh semua umur.  Jadi, tunggu apa lagi.  Buat kamu yang suka membaca buku genre anak-anak dan keluarga, jangan sampai terlewatkan membaca buku Si Anak Badai!  Dan mari kita nantikan buku baru  berikutnya dari Bang Tere 

Baca juga: review buku JANJI (unedited version) karya Tere Liye

Berikut ini beberapa kalimat favorit saya dalam buku Si Anak Badai:

  1. “Banyak hal di dunia ini yang kita tidak tahu jawaban pastinya.  Mengapa shalat Magrib tiga rakaat, sementara shalat Subuh dua rakaat.  Mengapa ikan bisa berenang, sementara burung bisa terbang.  Mengapa tidak dibalik saja.  Ikan-ikan beterbangan di angkasa, sementara burung menyelam di dalam air.”  … Ilmu milik Allah sangat luas.  Bayangkan kalian mencelupkan telunjuk di laut, kalian angkat telunjuk itu, maka air yang menempel di telunjuk kalian itulah ilmu yang dianugerahkan Allah kepada kita.  Selebihnya, air lautan yang tak terhingga banyaknya, itulah ilmu Allah.  Ada yang kita tahu, ada juga yang kita tidak tahu.  Kalau kalian terus menanyakannya, itu akan jadi rumit sekali.  (halaman 58) Telunjuk vs Lautan
  2. Ada banyak penyebab kenapa tangkapan ikan mereka berbeda.  Jika yang satu punya alat lebih baik, pengalaman lebih banyak, keterampilan lebih tinggi, kemungkinan besar dia mendapatkan tangkapan lebih banyak.  Itulah kenapa kalian harus sekolah, agar kalian tahu banyak hal, memiliki ilmu pengetahuan.  (halaman 62)
  3. “Tapi tentu saja, sebesar apa pun usaha seseorang, maka apa pun hasilnya, Tuhan yang menentukan.  Manusia hanya bisa berusaha.”  (halaman 63)
  4. Kita tidak boleh terus marah atas kesalahan orang lain.  Tidak boleh membahas-bahasnya lagi.  Setiap orang melakukan kesalahan, Fat.  Yang membedakan orang yang melakukan kesalahan itu adalah ada yang belajar dari kesalahannya, ada juga yang tidak mengambil pelajaran apa-apa dari kesalahannya itu. –Bapak kepada Fatah.  (halaman 72)
  5. “Biasanya begitulah.  Namanya tamu penting, pasti terlambat.  Kalau dia sudah datang sejak tadi, jadi tidak penting.”  (halaman 80)
  6. Kata Guru Rudi, “hati yang ringan membuat keran rezeki terbuka lebar.”  (halaman 103)
  7. “Kau boleh jadi benar, Fat, tumis kangkung ini memang hambar.  Tapi rasa hambar itu bisa tetap lezat kalau kalian tahu besarnya perjuangan Mamak menyiapkan tumis kangkung dan tempe goreng ini.”  –Bapak pada Fatah, (halaman 122)
  8. Ayo habiskan makanan kalian,.  Bayangkan semua perjuangan Mamak, pasti akan terasa lezat. (halaman 122-123)
  9. Hal baik dari kegagalan kami membantu Mamak adalah apa yang dikatakan Bapak waktu makan malam meresap dengan sendirinya.  Bagiku itu terasa nyata.  Bahwa menjahit, memasak, dan mencuci itu sulit.  Dan Mamak mengerjakannya sekaligus, masih sambil menjahit pula.  Tahu beratnya pekerjaan Mamak membuat kami tidak banyak protes. Apa pun yang Mamak masak, akan kami makan.  Betapa pu tidak rapinya baju yang disetrika Mamak, selalu kami kenakan dengan gaya.   (halaman 128)
  10. Ranum si buah duku.  Jatuh hanyut dalam selokan.  Sedih rasa hatiku.  Melihat buah hati terlantarkan.  (halaman 130)
  11. “Oi, tidak baik menyesali apa yang telah diputuskan.  Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang.  Lagi pula, sudah kewajiban kita ikut membantu satu sama lain.”  (halaman 131)
  12. “Aku menjadi orang yang ahli tentang cuaca.  Bisa memperkirakan akan turun hujan atau tidak.  Bisa memperkirakan akan ada badai atau tidak. –cita-cita Za, (halaman 160)
  13. … Ingatlah, selalu ada pertolongan Tuhan untuk anak sebaik aku.  –Za (halaman 175)
  14. “Tapi itu betul.  Mau jadi apa pun kita, sekolah tetap penting.  Jadi pedagang juga butuh sekolah.”  (halaman 189)
  15. Seorang kawan tidak akan meninggalkan kawannya sendirian.  (halaman 202)
  16. “Manusia mendapat ujian bukan karena dia telah berbuat kesalahan.  Ujian itu kadang untuk lebih menguatkan.  –Guru Rudi pada Rahma (halaman 221)
  17. “Jangan ada yang berubah.  Jika kita terlihat lebih sedih, kita telah kalah selangkah dari lawan.  -pesan Pak Kapten(halaman 226)
  18. Aku harus berhitung cepat.  Aku memang bukan anak nelayan, aku hanya anak pegawai kecamatan.  Tetapi pelaut tidak ada urusannya dengan siapa orangtua kita.  Pelaut sejati mengandalkan pengalaman dan kecakapan.  –Za (halaman 246)
  19. … “meskipun dia tega merobohkan sekolah kami, jauh di lubuk hatinya, dia pasti orang yang baik.  Tukang pukul itu juga, meskipun mereka galak, sejatinya mereka juga tetap orang baik.  Mereka punya keluarga, anak, istri yang harus dinafkahi.   Kami tidak bisa melawan kekerasan dengan kekerasan, kami harus mengambil hati, memanfaatkan sisi kebaikan mereka.  (halaman 295)
  20. Itu benar sekali.  Tidak selalu api dilawan dengan api.  Kadangkala, cara terbaiknya justru dilawan dengan cara lemah lembut.  (halaman 300)
  21. Tapi kali ini aku mendongak, menatap jutaan tetes air hujan dengan riang.   “Inilah kami, “Si Anak Badai.”  Tekad kami sebesar badai.  Kami pantang menyerah.  (halaman 312)

Nantikan buku-buku berikutnya dalam serial ini.  Dengan kisah-kisah  seru yang berbeda, lokasi yang berbeda, dan anak-anak yang istimewa.

Happy reading!

Hal yang membuat saya selalu tertarik dan tidak bosan membaca buku-buku karya Tere Liye, salah satunya Tere Liye menyajikan buku dengan banyak genre. Dari puluhan buku yang sudah ditulisanya, berikut ini buku-buku Tere Liye yang sudah saya baca dan review:

NOVEL GENRE ANAK-ANAK & KELUARGA :

  • Hafalan Solat Delisa,
  • Moga Bunda Disayang Allah,
  • Bidadari-Bidadari Surga  recover dan retitle mrnjadi Dia adalah Kakakku,
  • Eliana, recover dan retitle menjadi Si Anak Pemberani,
  • Burlian, recover dan retitle menjadi Si Anak Spesial,
  • Pukat,   recover dan retitle menjadi Si Anak Pintar,
  • Amelia,recover dan retitle menjadi Si Anak Kuat,
  • Si Anak Cahaya
  • Si Anak Badai,
  • Si Anak Pelangi

GENRE ROMANCE : 

GENRE FANTASY:

GENRE POLITIK & EKONOMI:

  • Negeri Para Bedebah,
  • Negeri di Ujung Tanduk.

GENRE ACTION:

Genre science and fiction bercampur romance, lingkungan hidup:

Genre Biografi tapi tidak pure lebih banyak unsur refleksi: 

  • Rembulan Tenggelam di Wajahmu

KUMPULAN PUISI:

  • Dikatakan atau Tidak Dikatakan Itu Tetap Cinta
  • Sungguh, Kau Boleh Pergi

KUMPULAN QUOTE:

  • #About friends
  • #About Love
  • #About Life

GENRE SEJARAH:

GENRE BIOGRAFI

Buku Cerita Anak Bergambar versi Bahasa Indonesia yang sudah terbit bukunya:

  • Toki si Kelinci Bertopi
  • Suku Penunggang Layang-Layang

BUKU TERE LIYE Yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris

Buku-Buku Serial Karya Tere Liye:

Ebook yang sudah baca di Google Play Book

Baca juga:

Baca juga:

Happy reading!