Mengapa pertempuran di bandung disebut bandung lautan api

Perihal jadinya Bandung Lautan Api adalah perihal jadinya kebakaran akbar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Dalam saat tujuh jam, bertambah kurang 200.000 penduduk Bandung[1] membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di kawasan selatan Bandung. Hal ini dilaksanakan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat memanfaatkan kota Bandung untuk markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

Daftar inti

  • 1 Latar balik
  • 2 =Asal istilah
    • 2.1 Lihat juga
    • 2.2 Referensi

Latar balik

Pasukan Inggris anggota dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut supaya semua senjata api yang berada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dimerdekakan dari kamp tawanan mulai melaksanakan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata selang Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 21 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di anggota utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan untuk markas. Tiga hari selanjutnya, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat supaya Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.

Ultimatum Tentara Sekutu supaya Tentara Republik Indonesia (TRI, sebutan untuk TNI pada ketika itu) meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melaksanakan operasi "bumihangus". Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil menempuh musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua daya perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946[2]. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selangku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tsb dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan akbar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlanjut.

Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud supaya Sekutu tidak dapat memanfaatkan Bandung untuk markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang terbesar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi akbar milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tsb. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tsb dengan dinamit. Gudang akbar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tsb di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak ketika itu, kurang bertambah pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun dijadikan lautan api.

Pembumihangusan Bandung tsb dianggap merupakan strategi yang akurat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena daya TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan daya pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah akbar. Setelah perihal jadinya tsb, TRI bersama milisi rakyat melaksanakan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Perihal jadinya ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih dijadikan bahan perdebatan.

Sebagian tahun selanjutnya, lagu "Halo, Halo Bandung" secara formal ditulis, dijadikan kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami ketika itu, menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah dijadikan lautan api.

Istilah Bandung Lautan Api dijadikan istilah yang terkenal setelah perihal jadinya pembumihangusan tsb. Jenderal A.H Nasution adalah Jenderal TRI yang dalam pertemuan di Regentsweg (sekarang Perlintasan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, memutuskan strategi yang akan dilaksanakan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tsb.

"Jadi diri sendiri kembali dari Jakarta, setelah cakap dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul argumen dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan dijadikan lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air." - A.H Nasution, 1 Mei 1997

Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda ketika itu, adalah Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di bertambah kurang Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas hingga dengan Cimindi.

Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek dijadikan "Bandoeng Laoetan Api".

Lihat juga

  • Kontroversi pencipta lagu Halo, Halo Bandung
  • Muhammad Toha

Referensi

  1. ^ http://nationalgeographic.co.id/
  2. ^ Bandung Lautan Api


edunitas.com


Page 2

Perihal acinya Bandung Lautan Api merupakan perihal acinya kebakaran akbar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Dalam masa tujuh jam, lebih kurang 200.000 penduduk Bandung[1] membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di kawasan selatan Bandung. Hal ini dilaksanakan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat memanfaatkan kota Bandung untuk markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

Daftar isi

  • 1 Latar balik
  • 2 =Asal istilah
    • 2.1 Lihat juga
    • 2.2 Referensi

Latar balik

Pasukan Inggris anggota dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut supaya semua senjata api yang berada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dimerdekakan dari kamp tawanan mulai melaksanakan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata selang Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 21 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di anggota utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan untuk markas. Tiga hari selanjutnya, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat supaya Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.

Ultimatum Tentara Sekutu supaya Tentara Republik Indonesia (TRI, sebutan untuk TNI pada ketika itu) meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melaksanakan operasi "bumihangus". Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil menempuh musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di depan semua daya perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946[2]. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selangku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tsb dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan akbar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlanjut.

Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud supaya Sekutu tidak dapat memanfaatkan Bandung untuk markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang terbesar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi akbar milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tsb. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tsb dengan dinamit. Gudang akbar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tsb di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak ketika itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun dijadikan lautan api.

Pembumihangusan Bandung tsb dianggap merupakan strategi yang akurat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena daya TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan daya pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah akbar. Setelah perihal acinya tsb, TRI bersama milisi rakyat melaksanakan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Perihal acinya ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih dijadikan bahan perdebatan.

Sebagian tahun selanjutnya, lagu "Halo, Halo Bandung" secara formal ditulis, dijadikan kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami ketika itu, menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah dijadikan lautan api.

Istilah Bandung Lautan Api dijadikan istilah yang terkenal setelah perihal acinya pembumihangusan tsb. Jenderal A.H Nasution merupakan Jenderal TRI yang dalam pertemuan di Regentsweg (sekarang Perlintasan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, memutuskan strategi yang akan dilaksanakan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tsb.

"Aci diri sendiri kembali dari Jakarta, setelah cakap dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul argumen dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan dijadikan lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan cairan." - A.H Nasution, 1 Mei 1997

Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda ketika itu, merupakan Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di lebih kurang Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas hingga dengan Cimindi.

Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek dijadikan "Bandoeng Laoetan Api".

Lihat juga

  • Kontroversi pencipta lagu Halo, Halo Bandung
  • Muhammad Toha

Referensi

  1. ^ http://nationalgeographic.co.id/
  2. ^ Bandung Lautan Api


edunitas.com


Page 3

Perihal acinya Bandung Lautan Api adalah perihal acinya kebakaran akbar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Dalam masa tujuh jam, lebih kurang 200.000 penduduk Bandung[1] membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di kawasan selatan Bandung. Hal ini dilaksanakan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat memanfaatkan kota Bandung untuk markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

Daftar isi

  • 1 Latar balik
  • 2 =Asal istilah
    • 2.1 Lihat juga
    • 2.2 Referensi

Latar balik

Pasukan Inggris anggota dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut supaya semua senjata api yang berada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dimerdekakan dari kamp tawanan mulai melaksanakan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata selang Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 21 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di anggota utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan untuk markas. Tiga hari selanjutnya, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat supaya Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.

Ultimatum Tentara Sekutu supaya Tentara Republik Indonesia (TRI, sebutan untuk TNI pada ketika itu) meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melaksanakan operasi "bumihangus". Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil menempuh musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di depan semua daya perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946[2]. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selangku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tsb dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan akbar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlanjut.

Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud supaya Sekutu tidak dapat memanfaatkan Bandung untuk markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang terbesar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi akbar milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tsb. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tsb dengan dinamit. Gudang akbar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tsb di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak ketika itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun dijadikan lautan api.

Pembumihangusan Bandung tsb dianggap merupakan strategi yang akurat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena daya TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan daya pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah akbar. Setelah perihal acinya tsb, TRI bersama milisi rakyat melaksanakan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Perihal acinya ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih dijadikan bahan perdebatan.

Sebagian tahun selanjutnya, lagu "Halo, Halo Bandung" secara formal ditulis, dijadikan kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami ketika itu, menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah dijadikan lautan api.

Istilah Bandung Lautan Api dijadikan istilah yang terkenal setelah perihal acinya pembumihangusan tsb. Jenderal A.H Nasution adalah Jenderal TRI yang dalam pertemuan di Regentsweg (sekarang Perlintasan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, memutuskan strategi yang akan dilaksanakan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tsb.

"Aci diri sendiri kembali dari Jakarta, setelah cakap dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul argumen dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan dijadikan lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan cairan." - A.H Nasution, 1 Mei 1997

Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda ketika itu, adalah Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di lebih kurang Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas hingga dengan Cimindi.

Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek dijadikan "Bandoeng Laoetan Api".

Lihat juga

  • Kontroversi pencipta lagu Halo, Halo Bandung
  • Muhammad Toha

Referensi

  1. ^ http://nationalgeographic.co.id/
  2. ^ Bandung Lautan Api


edunitas.com


Page 4

Perihal acinya Bandung Lautan Api adalah perihal acinya kebakaran akbar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Dalam masa tujuh jam, lebih kurang 200.000 penduduk Bandung[1] membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di kawasan selatan Bandung. Hal ini dilaksanakan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat memanfaatkan kota Bandung untuk markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

Daftar isi

  • 1 Latar balik
  • 2 =Asal istilah
    • 2.1 Lihat juga
    • 2.2 Referensi

Latar balik

Pasukan Inggris anggota dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut supaya semua senjata api yang berada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dimerdekakan dari kamp tawanan mulai melaksanakan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata selang Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 21 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di anggota utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan untuk markas. Tiga hari selanjutnya, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat supaya Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.

Ultimatum Tentara Sekutu supaya Tentara Republik Indonesia (TRI, sebutan untuk TNI pada ketika itu) meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melaksanakan operasi "bumihangus". Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil menempuh musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di depan semua daya perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946[2]. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selangku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tsb dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan akbar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlanjut.

Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud supaya Sekutu tidak dapat memanfaatkan Bandung untuk markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang terbesar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi akbar milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tsb. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tsb dengan dinamit. Gudang akbar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tsb di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak ketika itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun dijadikan lautan api.

Pembumihangusan Bandung tsb dianggap merupakan strategi yang akurat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena daya TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan daya pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah akbar. Setelah perihal acinya tsb, TRI bersama milisi rakyat melaksanakan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Perihal acinya ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih dijadikan bahan perdebatan.

Sebagian tahun selanjutnya, lagu "Halo, Halo Bandung" secara formal ditulis, dijadikan kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami ketika itu, menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah dijadikan lautan api.

Istilah Bandung Lautan Api dijadikan istilah yang terkenal setelah perihal acinya pembumihangusan tsb. Jenderal A.H Nasution adalah Jenderal TRI yang dalam pertemuan di Regentsweg (sekarang Perlintasan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, memutuskan strategi yang akan dilaksanakan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tsb.

"Aci diri sendiri kembali dari Jakarta, setelah cakap dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul argumen dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan dijadikan lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan cairan." - A.H Nasution, 1 Mei 1997

Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda ketika itu, adalah Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di lebih kurang Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas hingga dengan Cimindi.

Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek dijadikan "Bandoeng Laoetan Api".

Lihat juga

  • Kontroversi pencipta lagu Halo, Halo Bandung
  • Muhammad Toha

Referensi

  1. ^ http://nationalgeographic.co.id/
  2. ^ Bandung Lautan Api


edunitas.com


Page 5

Mengapa pertempuran di bandung disebut bandung lautan api

Logo Bandung TV 2005 - 2010

Bandung TV merupakan stasiun televisi (TV) lokal swasta pertama di Kota Bandung, Jawa Barat. Kepada wadah kreatifitas penduduk Sunda, Bandung TV, televisi lokal pertama di Bandung dan Jawa Barat menitikberatkan program perkaranya pada upaya pencerahan penduduk dalam segala bidang kehidupan dengan fondasi seni adat. Titik berat ini dipilih karena seni adat merupakan poros kehidupan yang menggerakkan dimensi sosial dan ekonomi penduduk. Dengan beradanya usaha merevitalisasi jatidiri daerah Jawa Barat, keajegan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam kebhinekaan akan terwujud.

Stasiun ini dapat diakses melintasi aliran 38 UHF. Slogannya "Jati Diri Pasundan" ditujukan dengan upaya mengangkat kembali nilai-nilai adat dan potensi lokal yang terdapat di Jawa Barat pada umumnya dan Bandung khususnya kepada ibu kota provinsi. Logo Bandung TV terbangun dari beberapa unsur yaitu Kembang Cangkok Wijayakusumah,Kujang,serta tulisan BANDUNG merupakan manunggaling Tri Tangtu di Buana, yakni sang Rama, sang Resi ,serta sang Ratu, atau merupakan kesatuan hakiki dari sifat manusia linuhung yang silih asih, silih asah, serta silih asuh.

Semenjak April 2008, Bandung TV resmi berkantor di Jalan Pacuan Kuda No. 63 Arcamanik Bandung Timur.

Stasiun televisi ini merupakan anggota jaringan Bali TV.

Program

Beberapa di selang program-program Bandung TV yang mendukung upaya mengangkat adat lokal

Program hiburan

  • Midang
  • Wayang Golek
  • Golempang
  • Nurhidayahan
  • Sekar Manis
  • Warung Tumaritis
  • Klip Parahyangan
  • Bentang Parahyangan
  • Fb Dangdut
  • Mandalawangi
  • Dalingding Asih
  • Reaksi (Remaja, Tingkah laku yang dibuat dan Kreasi)
  • SoundXplore
  • Piloks
  • Music Holic
  • Bandung Hits Maker
  • Bandung Hits
  • Non Stop Hits
  • Kabar Bintang
  • Asah Asih Asuh
  • NEWS KIDZ
  • Semir (Selingan Musik Ramadhan)

Program pemberitaan berupa laporan seputar Kota Bandung dan Jawa Barat

  • Seputar Bandung Raya
  • Tangara Pasundan
  • Inpakta (Informasi Sangat Aktual)
  • Bandung Kesudahan Pekan
  • Ngopi Euy
  • Galeri Bandung
  • Usaha dagang/jasa Bandung
  • Belakang Bandung

Program berita jaringan Bali TV

  • Lintas Mancanegara
  • Suluh Indonesia
  • Mozaik Khatulistiwa
  • Warisan Nusantara
  • Pesona Belanja

Program interaktif

  • Topik Pers
  • Inspiring Al-Quran

Dialog-dialog pengobatan alternatif

  • Dokter Kita
  • Diskusi Khusus
  • Alternatif Sehat Bersama Bandung TV
  • Klinik Totok Perut Mega Power
  • Klinik Teh Mayang
  • Mutiara Therapy

Diskusi dalam bahasa Sunda

Informasi olahraga disiarkan secara langsung dan interaktif

  • "Gelanggang Siliwangi"
  • "Belakang Bandung"
  • "Persib On Bandung TV"

Program yang lain

  • Lejel Home Shopping
  • Cooking Star
  • Hakasima Home Shopping
  • Kuliner Asik
  • Movie Corner
  • Senam Bugar Jatisunda
  • Saha Eta
  • Suara Kasih
  • Filler Kashmir
  • Telaga Hati
  • Kultum
  • Kuis Ramadhan
  • Dina Hiji Mangsa

Program yang pernah ditayangkan

  • "Aksara Sunda Kaganga"
  • Urang Kampoeng
  • Reuwas
  • 101% West Clip
  • Bajigur Bandung
  • ETALASE
  • Akulah,Puji Ia
  • Nama Yesus Heranlah
  • Dragon Ball Z

Pranala luar

  • (Indonesia) www.bandungtv.tv


Page 6

Banggai mampu mengacu kepada beberapa hal berikut:

Lihat pula

  • (Indonesia) Semua halaman dengan kata Banggai
  • (Indonesia) Semua halaman dengan judul mengandung kata Banggai


banggai terdapat suku yang menggunakan bahasa mandarin. hal ini konon disebabkAN mempunyainya penyerbuan oleh rakyat cina terhadap banggai namun mampu dihalau oleh sesepuh asal asli demak yang bernama day...... mengherankannya dia sedang hidup sampai sekarang dari berabad-abad yang lalu...<"luarbiasa">


edunitas.com


Page 7

Tags (tagged): bangka, unkris, bangka mengacu kepada, beberapa hal, berikut, suku, bangka lihat, pula semua, halaman, kata bangka semua, kata bangka, disambiguasi berisi daftar, judul sama, jika, anda mencapai halaman, dari sebuah, center, of studies membantu, mengganti pranala, ke, judul tepat bangka


Page 8


Page 9

Tags (tagged): bangkalan, unkris, sebuah kecamatan, kabupaten, bangkalan provinsi jawa, kecamatan bangkalan, bangkalan jawa timur, desa, ujung, piring, kelurahan bancaran demangan, kemayoran keraton, jawa, timur kecamatan arosbaya, bangkalan blega, burneh, galis, center of, studies modung, sepulu, socah tanah merah, tanjungbumi tragah


Page 10

Tags (tagged): bangkalan, unkris, sebuah kecamatan, kabupaten, bangkalan provinsi jawa, kecamatan bangkalan, bangkalan jawa timur, desa, ujung, piring, kelurahan bancaran demangan, kemayoran keraton, jawa, timur kecamatan arosbaya, bangkalan blega, burneh, galis, pusat ilmu, pengetahuan modung, sepulu, socah tanah merah, tanjungbumi tragah


Page 11


Page 12

Tags (tagged): bangka, unkris, bangka mengacu kepada, beberapa hal, berikut, suku, bangka lihat, pula semua, halaman, kata bangka semua, kata bangka, disambiguasi berisi daftar, judul sama, jika, anda mencapai halaman, dari sebuah, pusat, ilmu pengetahuan membantu, mengganti pranala, ke, judul tepat bangka


Page 13

Tags (tagged): bangka, unkris, bangka mengacu kepada, beberapa hal, berikut, suku, bangka lihat, pula semua, halaman, kata bangka semua, kata bangka, disambiguasi berisi daftar, judul sama, jika, anda mencapai halaman, dari sebuah, pusat, ilmu pengetahuan membantu, mengganti pranala, ke, judul tepat bangka


Page 14

Tags (tagged): bangka, unkris, bangka mengacu kepada, beberapa hal, berikut, suku, bangka lihat, pula semua, halaman, kata bangka semua, kata bangka, disambiguasi berisi daftar, judul sama, jika, anda mencapai halaman, dari sebuah, center, of studies membantu, mengganti pranala, ke, judul tepat bangka


Page 15

Tags (tagged): bangka, unkris, bangka mengacu kepada, beberapa hal, berikut, suku, bangka lihat, pula semua, halaman, kata bangka semua, kata bangka, disambiguasi berisi daftar, judul sama, jika, anda mencapai halaman, dari sebuah, center, of studies membantu, mengganti pranala, ke, judul tepat bangka


Page 16

Tags (tagged): banggai, unkris, banggai bahasa, banggai kabupaten, kabupaten, pulau kabupaten, banggai kepulauan, rakyat, banggai lihat, berisi, daftar artikel, memiliki, judul, tepat banggai, terdapat suku, menggunakan, bahasa, center of, studies demak, bernama, day anehnya ia, masih hidup, hingga, studies


Page 17

Tags (tagged): banggai, unkris, banggai bahasa, banggai kabupaten, kabupaten, pulau kabupaten, banggai kepulauan, rakyat, banggai lihat, berisi, daftar artikel, memiliki, judul, tepat banggai, terdapat suku, menggunakan, bahasa, center of, studies demak, bernama, day anehnya ia, masih hidup, hingga, studies


Page 18

Tags (tagged): banggai, unkris, banggai bahasa, banggai kabupaten, kabupaten, pulau kabupaten, banggai kepulauan, rakyat, banggai lihat, berisi, daftar artikel, memiliki, judul, tepat banggai, terdapat suku, menggunakan, bahasa, pusat ilmu, pengetahuan demak, bernama, day anehnya ia, masih hidup, hingga, pengetahuan


Page 19

Tags (tagged): banggai, unkris, banggai bahasa, banggai kabupaten, kabupaten, pulau kabupaten, banggai kepulauan, rakyat, banggai lihat, berisi, daftar artikel, memiliki, judul, tepat banggai, terdapat suku, menggunakan, bahasa, pusat ilmu, pengetahuan demak, bernama, day anehnya ia, masih hidup, hingga, pengetahuan


Page 20

Pulau Banggai adalah salah satu pulau di wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan, provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Pulau ini terletak di selatan pulau Paleng di utara pulat Salue Agung dan di timur laut pulau Labobo.

Perekonomian

Di Pulau Banggai warga bergantung pada kehidupan perikanan. Banggai Cardinal Fish adalah ikan yang hanya hidup mengembang biak secara berpegang pada kebenaran di perairan Pulau Banggai dan adalah ikon Kabupaten Banggai Kepulauan. Selain itu Ikan kerapu hidup juga adalah primadona tangkapan nelayan. Kerapu macan semakin murah daripada kerapu tikus, dan yang termahal ikan napoleon.

Kontribusi perikanan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Bangkep tahun 2002 tercatat Rp 33,3 miliar, atau sekitar 6,8 persen dari total aktivitas ekonomi Rp 491,4 miliar. Perkebunan menyumbang 19,4 persen dan tanaman bahan pangan 18,5 persen.

Andalan perkebunan wilayah ini adalah kelapa, cengkeh, kakao, dan jambu mete yang dihasilkan nyaris di 19 disktrik. Dari masing-masing komoditas tersebut tahun 2002 dihasilkan 18.235 ton kelapa, 805 ton cengkeh, 1.642 ton kakao, dan 1.115 ton jambu mete. Karena di Bangkep belum telah tersedia industri pengolahan yang bisa menyerap hasil perkebunan ini, petani mempublikasikan dalam bangun-bangun apa hal telah tersedia ke luar Bangkep.

Hasil kelapa, berupa kopra kebanyakan dikirim ke Luwuk, ibu kota Kabupaten Banggai yang terdapat pabrik minyak goreng . Beberapa dikirim ke Surabaya. Adapun jambu mete beberapa agung dibeli oleh pedagang dari Pulau Jawa. Cengkeh yang dulu pernah menjadi pundi-pundi uang petani sekarang terpuruk.

Meskipun sumbangan tanaman bahan pangan wilayah ini terhadap perekonomian Banggai Kepulauan cukup berfaedah, sebagai mencukupi kebutuhan pangan terutama beras, sedang mendatangkan dari luar. Pulau Banggai (4 Kecamatan) dan di Pulau Peling khusus Salakan, listrik sudah menyala 24 jam. Sebagai wilayah kepulauan, angkutan laut sangat diperlukan. Di pulau Banggai khususnya disinggahi KM Sinabung yang terjadwal setiap hari jumat melewati alur perjalanan dari Bitung, Banggai, Kendari, Makassar, terus ke Tanjung Priok, Jakarta.

Pulau-pulau sekitar

Di sekitar pulau Banggai terdapat beberapa pulau kecil yang terdiri dari:

Lihat pula

  • Daftar pulau di Indonesia

edunitas.com


Page 21

Pulau Banggai adalah salah satu pulau di wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan, provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Pulau ini terletak di selatan pulau Paleng di utara pulat Salue Agung dan di timur laut pulau Labobo.

Perekonomian

Di Pulau Banggai warga bergantung pada kehidupan perikanan. Banggai Cardinal Fish adalah ikan yang hanya hidup mengembang biak secara berpegang pada kebenaran di perairan Pulau Banggai dan adalah ikon Kabupaten Banggai Kepulauan. Selain itu Ikan kerapu hidup juga adalah primadona tangkapan nelayan. Kerapu macan semakin murah daripada kerapu tikus, dan yang termahal ikan napoleon.

Kontribusi perikanan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Bangkep tahun 2002 tercatat Rp 33,3 miliar, atau sekitar 6,8 persen dari total aktivitas ekonomi Rp 491,4 miliar. Perkebunan menyumbang 19,4 persen dan tanaman bahan pangan 18,5 persen.

Andalan perkebunan wilayah ini adalah kelapa, cengkeh, kakao, dan jambu mete yang dihasilkan nyaris di 19 disktrik. Dari masing-masing komoditas tersebut tahun 2002 dihasilkan 18.235 ton kelapa, 805 ton cengkeh, 1.642 ton kakao, dan 1.115 ton jambu mete. Karena di Bangkep belum telah tersedia industri pengolahan yang bisa menyerap hasil perkebunan ini, petani mempublikasikan dalam bangun-bangun apa hal telah tersedia ke luar Bangkep.

Hasil kelapa, berupa kopra kebanyakan dikirim ke Luwuk, ibu kota Kabupaten Banggai yang terdapat pabrik minyak goreng . Beberapa dikirim ke Surabaya. Adapun jambu mete beberapa agung dibeli oleh pedagang dari Pulau Jawa. Cengkeh yang dahulu pernah menjadi pundi-pundi uang petani sekarang terpuruk.

Meskipun sumbangan tanaman bahan pangan wilayah ini terhadap perekonomian Banggai Kepulauan cukup berfaedah, sbg mencukupi kebutuhan pangan terutama beras, sedang mendatangkan dari luar. Pulau Banggai (4 Kecamatan) dan di Pulau Peling khusus Salakan, listrik sudah menyala 24 jam. Sbg wilayah kepulauan, angkutan laut sangat diperlukan. Di pulau Banggai khususnya disinggahi KM Sinabung yang terjadwal setiap hari jumat melewati alur perjalanan dari Bitung, Banggai, Kendari, Makassar, terus ke Tanjung Priok, Jakarta.

Pulau-pulau sekitar

Di sekitar pulau Banggai terdapat beberapa pulau kecil yang terdiri dari:

Lihat pula

  • Daftar pulau di Indonesia

edunitas.com


Page 22

Pulau Banggai adalah salah satu pulau di wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan, provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Pulau ini terletak di selatan pulau Paleng di utara pulat Salue Agung dan di timur laut pulau Labobo.

Perekonomian

Di Pulau Banggai warga bergantung pada kehidupan perikanan. Banggai Cardinal Fish adalah ikan yang hanya hidup mengembang biak secara berpegang pada kebenaran di perairan Pulau Banggai dan adalah ikon Kabupaten Banggai Kepulauan. Selain itu Ikan kerapu hidup juga adalah primadona tangkapan nelayan. Kerapu macan semakin murah daripada kerapu tikus, dan yang termahal ikan napoleon.

Kontribusi perikanan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Bangkep tahun 2002 tercatat Rp 33,3 miliar, atau sekitar 6,8 persen dari total aktivitas ekonomi Rp 491,4 miliar. Perkebunan menyumbang 19,4 persen dan tanaman bahan pangan 18,5 persen.

Andalan perkebunan wilayah ini adalah kelapa, cengkeh, kakao, dan jambu mete yang dihasilkan nyaris di 19 disktrik. Dari masing-masing komoditas tersebut tahun 2002 dihasilkan 18.235 ton kelapa, 805 ton cengkeh, 1.642 ton kakao, dan 1.115 ton jambu mete. Karena di Bangkep belum telah tersedia industri pengolahan yang bisa menyerap hasil perkebunan ini, petani mempublikasikan dalam bangun-bangun apa hal telah tersedia ke luar Bangkep.

Hasil kelapa, berupa kopra kebanyakan dikirim ke Luwuk, ibu kota Kabupaten Banggai yang terdapat pabrik minyak goreng . Beberapa dikirim ke Surabaya. Adapun jambu mete beberapa agung dibeli oleh pedagang dari Pulau Jawa. Cengkeh yang dahulu pernah menjadi pundi-pundi uang petani sekarang terpuruk.

Meskipun sumbangan tanaman bahan pangan wilayah ini terhadap perekonomian Banggai Kepulauan cukup berfaedah, sbg mencukupi kebutuhan pangan terutama beras, sedang mendatangkan dari luar. Pulau Banggai (4 Kecamatan) dan di Pulau Peling khusus Salakan, listrik sudah menyala 24 jam. Sbg wilayah kepulauan, angkutan laut sangat diperlukan. Di pulau Banggai khususnya disinggahi KM Sinabung yang terjadwal setiap hari jumat melewati alur perjalanan dari Bitung, Banggai, Kendari, Makassar, terus ke Tanjung Priok, Jakarta.

Pulau-pulau sekitar

Di sekitar pulau Banggai terdapat beberapa pulau kecil yang terdiri dari:

Lihat pula

  • Daftar pulau di Indonesia

edunitas.com


Page 23

Pulau Banggai adalah salah satu pulau di wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan, provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Pulau ini terletak di selatan pulau Paleng di utara pulat Salue Agung dan di timur laut pulau Labobo.

Perekonomian

Di Pulau Banggai warga bergantung pada kehidupan perikanan. Banggai Cardinal Fish adalah ikan yang hanya hidup mengembang biak secara berpegang pada kebenaran di perairan Pulau Banggai dan adalah ikon Kabupaten Banggai Kepulauan. Selain itu Ikan kerapu hidup juga adalah primadona tangkapan nelayan. Kerapu macan semakin murah daripada kerapu tikus, dan yang termahal ikan napoleon.

Kontribusi perikanan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Bangkep tahun 2002 tercatat Rp 33,3 miliar, atau sekitar 6,8 persen dari total aktivitas ekonomi Rp 491,4 miliar. Perkebunan menyumbang 19,4 persen dan tanaman bahan pangan 18,5 persen.

Andalan perkebunan wilayah ini adalah kelapa, cengkeh, kakao, dan jambu mete yang dihasilkan nyaris di 19 disktrik. Dari masing-masing komoditas tersebut tahun 2002 dihasilkan 18.235 ton kelapa, 805 ton cengkeh, 1.642 ton kakao, dan 1.115 ton jambu mete. Karena di Bangkep belum telah tersedia industri pengolahan yang bisa menyerap hasil perkebunan ini, petani mempublikasikan dalam bangun-bangun apa hal telah tersedia ke luar Bangkep.

Hasil kelapa, berupa kopra kebanyakan dikirim ke Luwuk, ibu kota Kabupaten Banggai yang terdapat pabrik minyak goreng . Beberapa dikirim ke Surabaya. Adapun jambu mete beberapa agung dibeli oleh pedagang dari Pulau Jawa. Cengkeh yang dulu pernah menjadi pundi-pundi uang petani sekarang terpuruk.

Meskipun sumbangan tanaman bahan pangan wilayah ini terhadap perekonomian Banggai Kepulauan cukup berfaedah, sebagai mencukupi kebutuhan pangan terutama beras, sedang mendatangkan dari luar. Pulau Banggai (4 Kecamatan) dan di Pulau Peling khusus Salakan, listrik sudah menyala 24 jam. Sebagai wilayah kepulauan, angkutan laut sangat diperlukan. Di pulau Banggai khususnya disinggahi KM Sinabung yang terjadwal setiap hari jumat melewati alur perjalanan dari Bitung, Banggai, Kendari, Makassar, terus ke Tanjung Priok, Jakarta.

Pulau-pulau sekitar

Di sekitar pulau Banggai terdapat beberapa pulau kecil yang terdiri dari:

Lihat pula

  • Daftar pulau di Indonesia

edunitas.com


Page 24

Pulau Bangka adalah suatu pulau yang terletak di sebelah timur Sumatra, Indonesia dan termasuk dalam wilayah provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Populasinya pada 2004 berjumlah 789.809 jiwa. Lapang pulau Bangka ialah 11.693.54 km².

Bangka menurut bahasa sehari-hari warga Bangka mengandung guna "sudah tua" atau "sangat tua", sehingga pulau Bangka dapat diartikan sebagai "pulau yang sudah tua". Bila merujuk pada kandungan bahan galian yang terdapat di kawasan ini, pulau Bangka banyak mengandung bahan-bahan galian mineral yang tentunya terjadi dari proses lingkungan kehidupan yang aci berjuta-juta tahun. Salah satu misalnya adalah bahan galian timah, oleh karenanya warga menyebutnya dengan sebutan Pulau Bangka.

Kata bangka dapat juga berasal dari kata wangka yang berfaedah timah. Karena di kawasan ini ditemukan bahan galian timah, maka dinamakan Pulau Timah. Karena pergeseran atau bunyi bahasa yang berubah maka warga semakin lekat memanggil pulau ini dengan kata Pulau Bangka atau pulau bertimah. Menurut kisah rakyat, Pulau Bangka tak benar warga asli, seluruh warga adalah pendatang dari suku yang diberi nama suku sekak. Warganya masih menganut animisme. Yang belakang sekali masuk bangsa melayu dari daratan malaka dengan membawa agama Islam yang yang belakang sekali berkembang sampai sekarang.

NoKabupaten/kotaIbu kotaLapang wilayahDisktrikDesaKelurahanWarga
1BangkaSungailiat2,950.688609231,793
2Bangka BaratMentok2,890.615534140,323
3Bangka TengahKoba2,155.774391129,469
4Bangka SelatanToboali3,607.085453147,039
5Pangkal PinangPangkapinang89.405 35147,039
 Total511,693.542719752789,809

Sumber: Data BPS Provinsi Bangka-Belitung 2004

Kondisi geografis

Letak Geografis

Mengapa pertempuran di bandung disebut bandung lautan api

Batu Balei di tidak jauh Muntok.

Pulau Bangka terletak di sebelah pesisir Timur Sumatera Selatan, bersamaan batasnya dengan Laut China Selatan di sebelah utara, Pulau Belitung di timur dan Laut Jawa di sebelah selatan yaitu 1°20’-3°7 Lintang Selatan dan 105° - 107° Bujur Timur memanjang dari Barat Laut ke Tenggara sepanjang ± 180 km. Pulau ini terdiri dari rawa-rawa, daratan rendah, bukit-bukit dan puncak bukit terdapat hutan lebat, sedangkan pada kawasan rawa terdapat hutan bakau. Rawa daratan pulau Bangka tak begitu beda dengan rawa di pulau Sumatera, sedangkan keistimewaan pantainya dibandingkan dengan kawasan lain adalah pantainya yang landai berpasir putih dengan dihiasi hamparan batu granit.

Kabupaten Bangka benar lapang wilayah ± 2.950,68 km², dengan banyak warga tahun 2003 sebanyak 217.545 jiwa. Batas wilayah Kabupaten Bangka adalah sebagai berikut :

Iklim dan Cuaca

Iklim Pulau Bangka adalah tropis Type A dan musin hujan terjadi pada bulan Juni – Desember. Rata-rata curah hujan dalam satu tahun = 220 hari atau 343,7 mm perbulan. Suhu udara rata-rata 26 °C – 28,1 °C dengan kelembaban udara sekitar 76-88.

Menurut data Meteorologi Pangkalpinang pada tahun 1998, iklim di Kabupaten Bangka adalah iklim tropis tipe A dengan curah hujan 107,6 sampai 343,7 mm per bulan. Yang belakang sekali menurut Schmidt-Ferguson, pada tahun 1999 variasi curah hujan menjadi sela 70,10 sampai 384,50 mm per bulan. Dengan musim hujan rata-rata terjadi pada bulan Oktober sampai April. Musim penghujan dan kemarau di Kabupaten Bangka juga dipengaruhi oleh dua musim angin, yaitu muson barat dan muson tenggara. Angin muson barat yang basah pada bulan Nopember, Desember dan Januari banyak memengaruhi anggota utara Pulau Bangka. Sedangkan, angin muson tenggara yang datang dari laut Jawa memengaruhi cuaca di anggota selatan Pulau Bangka. Banyak curah hujan, hari hujan, arah angin dan kecepatan angin rata-rata setiap bulannya dapat dilihat dan diperhatikan pada tabel sebagai berikut :

Demografi

Kependudukan

Sampai tahun 2003 banyak warga di Kabupaten Bangka berjumlah 217.545 jiwa terdiri dari warga laki-laki 107.213 (49,28%) dan perempuan 110.337 jiwa (50,72%) dengan kepadatan rata-rata 74 jiwa/km2. Konsentrasi warga terpadat telah tersedia di wilayah disktrik Sungailiat (379,13 jiwa/km2) yang juga adalah ibukota Kabupaten Bangka sedangkan yang terendah di Disktrik Bakam (30,81 jiwa/km2).

Banyak Penduduk, Lapang Wilayah dan Kepadatan di Kabupaten Bangka Tahun 2003
DisktrikLuasDaerah(km²)Laki-laki(jiwa)Perempuan
(jiwa)
Banyak
(jiwa)
Kepadatan
(jiwa/km²)
Sungailiat146,3828.78026.71055.490379,13
Bakam488,107.1177.92115.03830,81
Pemali127,878.5208.63717.157134,18
Merawang164,4012.01712.96724.984151,97
PudingAgung383,296.8116.50613.31734,74
MendoBarat570,4614.57518.95833.53358,78
Belinyu546,5019.67819.00338.68170,78
RiauSilip523,689.7159.63019.34536,94
Banyak2.950,68107.213110.332217.54574

Ekonomi

Semenjak 1710, Pulau Bangka adalah salah satu wilayah penghasil timah sangat agung di lingkungan kehidupan. Proses produksi timah ketika ini ditinggali sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia. Selain sumber perekonomian warga Pulau Bangka adalah dari sektor pertanian yaitu Lada, merica, karet, dan kelapa sawit juga dihasilkan di pulau Bangka.

Sejarah

Pulau Bangka adalah salah satu wilayah yang telah tersedia di bawah kekuasaan Kesultanan Palembang, karena runtuhnya kekuasaan Kesultanan Palembang yang belakang sekali wilayah Bangka diserahkan ke tangan Inggris pada 1812. Pada tahun 1814, oleh pemerintah Inggris pulau Bangka dibarter dengan Cochin di India yang tadinya milik Belanda. Pada masa perang lingkungan kehidupan ke-2 pemerintahJepang yang menjadi pemenang pada ketika itu menguasai pulau Bangka dari tahun1942 sampai 1945. Sesudah Jepang pada tahun 1945 menyerah tanpa syarat pada Sekutu seperti halnya nyaris seluruh wilayah Indonesia merasakan kekosongan kekuasaan, maka pulau Bangka sesudah proklamasi kemerdekaan menjadi anggota dari Indonesia pada 1949. Pulau Bangka bersama dengan pulau Belitung pada awal mulanya adalah anggota dari provinsi Sumatera Selatan sampai tahun 2000 sesudah terjadi perubahan peta politik di Indonesia dan terjadi pergolakan pada tahun 1998 yang berujung jatuhnya kekuasaan rezim Suharto, atas desakan warga di pulau Bangka dan Belitung yang belakang sekali pada tahun 2000 pulau Bangka dan pulau Belitung yang belakang sekali disahkan sebagai suatu provinsi dan melepaskan diri dari Sumatera Selatan dan disahkan menjadi suatu provinsi bernama Kepulauan Bangka Belitung.

Sriwijaya

Catatan sejarah mengungkapkan bahwa Pulau Bangka semasa di bawah kekuasaan kerajaan Sriwijaya pernah dihuni oleh orang-orang Hindu dalam seratus tahun ke-7 dan pulau Bangka termasuk pula sebagai kawasan yang takluk dari kerajaan yang agung itu. Selain sebagai wilayah kekuasaan Sriwijaya, Pulau Bangka juga pernah menjadi wilayah kekausaan beberapa kerajaan agung dari pulau Jawa seperti kerajaan Majapahit ketika itu dibawah kekuasaan Raja Hayam Wuruk dengan pendampingnya mahapatih Gajah Mada dan kerajaan Mataram tercatat pula sebagai kerajaan-kerajaan yang pernah menguasai Pulau Bangka.

Namun berpegang pada kebenaran pada masa kerajaan Sriwijawa maupun kerajaan Majapahit atau pun Mataram pulau Bangka kurang mendapatkan perhatian, meskipun letaknya yang sangat strategis di tengah-tengah jalur pelayaran lalu lintas perdagangan internasional. Baru sesudah perdagangan dari daratan Asia maupun Eropa berlomba-lomba ke Indonesia pulau Bangka mulai menjadi perhatian, sesudah ditemukannya rempah-rempah. Kurangnya perhatian terhadap pulau Bangka dan Belitung mengakibatkan banyaknya bajak laut yang menjadikan pulau Bangka dan Belitung menjadi sebagai tempat persembunyian Bajak laut yang berdampak pada penderitaan untuk warganya.

Kesultanan Johor

Sebagai mengatasi kekacauan dan keamanan pelayaran di sekitar selat Malaka, maka Sultan Johor dengan sekutunya Sutan dan Raja Lingkungan kehidupan Harimau Garang mengerahkan pasukan ke pulau ini. Sesudah misi pembebasan pulau Bangka dan Pulau Belitung berhasil dengan berpegang pada kebenaran, Sultan Johor dan sekutunya juga mengembangkan agama Islam di tempat letaknya masing-masing Kotawaringin dan Bangkakota. Namun sayangnya hal ini tak berlanjut lama, yang belakang sekali kembali pulau Bangka menjadi sarang kaum bajak laut.

Kesultanan Banten

Karena merasa ikut dirugikan dengan tak amanya pelayaran di sekitar perairan Malaka terutama di sekitar Pulau Bangka dan Belitung, lebih-lebih sesudah dirampasnya kapal-kapal dari pedagang-pedagang dari Banten maka Sultan Banten mengirimkan Bupati Nusantara sebagai membasmi bajak-bajak laut yang beroperasi di sekitar kedua pulau tersebut. Sesudah kedua puleu tersebut berhasil ditinggali yang belakang sekali Bupati Nusantara sebagai beberapa lama memerintah Bangka dengan gelar Raja Muda. Diceritakan pula bahwa Panglima Banten, Ratu Bagus yang terpaksa mundur dari pertikaiannya dengan Sultan Palembang, menuju ke Bangka Kota dan wafat di sana.

Sesudah Bupati Nusantara wafat, kekuasaan jatuh ke tangan putri tunggalnya dan karena putrinya ini dikawinkan dengan Sultan Palembang, yaitu Sultan Abdurrachman maka dengan sendirinya pulau Bangka dan Belitung kembali menjadi kekuasaan kesultanan Palembang dari tahun(1659-1707).

Kesultanan Palembang

Pada tahun 1707 Sultan Abdurrachman wafat, dan beliau dialihkan oleh putranya Ratu Muhammad Mansyur (1707-1715).

Namun Ratu Anum Kamaruddin kerabat yang lebih muda kandung Ratu Muhammad Mansyur yang belakang sekali mengangkat dirinya sebagai Sultan Palembang, menggantikan akangnya (1715-1724), walaupun akangnya sudah berpesan sebelum wafat, agar putranya Mahmud Badaruddin menyingkir ke Johor dan Siantan, sekalipun secara resmi sudah dinaikkan menjadi Sultan Palembang.

Tapi pada tahun 1724 Mahmud Badaruddin dengan bantuan Tingkatan Perang dari Sultan Johor menguasai kembali Palembang dari pamannya.

Kekuasaan atas pulau Bangka berikutnya diserahkan oleh Mahmud Badaruddin untuk Wan Akup, yang semenjak beberapa waktu sudah pindah dari Siantan ke Bangka bersama dua orang kerabat yang lebih mudanya Wan Abduljabar dan Wan Serin.

Penemuan timah dan VOC

Sekitar tahun 1709 diketemukan timah, yang mula-mula digali di Sungai Olin di Disktrik Toboali oleh orang-orang Johor atas pengalaman mereka di Semenanjung Malaka. Dengan diketemukannya timah ini, mulailah pulau Bangka disinggahi oleh segala jenis perahu dari Asia maupun Eropa. Perusahaan-perusahaan penggalian timah pun semakin maju, sehingga Sultan Palembang mengirimkan orang-orangnya ke Semenanjung Negeri Tiongkok sebagai mencari tenaga-tenaga mahir yang kian terasa sangat diperlukan.

Pada tahun 1717 mulai disediakan perhubungan dagang dengan VOC sebagai penjualan timah. Dengan bantuan kompeni ini, Sultan Palembang berupaya membasmi bajak-bajak laut dan penyelundupan-penyelundupan timah. Pada tahun 1755 pemerintah Belanda mengirimkan misi dagangnya ke Palembang yang dipimpin oleh Van Haak, yang bermaksud sebagai meninjau hasil timah dan lada di Bangka. Pada sekitar tahun 1722 VOC menyelenggarakan perjanjian yang mengikat dengan Sultan Ratu Anum Kamaruddin sebagai melakukan pembelian timah monopoli, dimana menurut laporan Van Haak perjanjian sela pemerintah Belanda dan Sultan Palembang berisi :

  • Sultan hanya menjual timahnya untuk kompeni
  • Kompeni dapat melakukan pembelian timah sebanyak yang diperlukan.

Sebagai yang belakang sekali suatu peristiwa perjanjian inilah yang belakang sekali banyak timah hasil pulau Bangka dijual dengan aktivitas diselundupkan.

Berikutnya tahun 1803 pemerintah Belanda mengirimkan misi lagi yang dipimpin oleh V.D. Bogarts dan Kapten Lombart, yang bermaksud menyelenggarakan penyelidikan dengan seksama tentang timah di Bangka.

Yang dijajah Inggris

Perjanjian Tuntang pada tanggal 18 September 1811 sudah membawa nasib lain untuk pulau Bangka. Pada tanggal itu ditandatanganilah akta penyerahan dari pihak Belanda untuk pihak Inggris, di mana pulau Jawa dan daerah-daerah takluknya, Timor, Makasar, dan Palembang berikut daerah-daerah takluknya menjadi yang dijajah Inggris.

Raffles mengirimkan utusannya ke Palembang sebagai mengambil alih Loji Belanda di Sungai Aur, tapi mereka tidak diterima oleh Sultan Mahmud Badaruddin II, karena kekuasaan Belanda di Palembang sebelum kapitulasi Tuntang sudah tak telah tersedia lagi. Raffles merasa tak senang dengan penolakan Sultan dan tetap menuntut agar Loji Sungai Aur diserahkan, juga menuntut agar Sultan menyerahkan tambang-tambang timah di pulau Bangka dan Belitung.

Pada tanggal 20 Maret 1812 Raffles mengirimkan Ekspedisi ke Palembang yang dipimpin oleh Jendral Mayor Roobert Rollo Gillespie. Namun Gillespie gagal berjumpa dengan Sultan lalu Inggris mulai melaksanakan politik “Divide et Impera”nya. Gillespie mengangkat Pangeran Adipati sebagai Sultan Palembang dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin II (tahun 1812).

Sebagai pengakuan Inggris terhadap Sultan Ahmad Najamuddin II dibuatlah perjanjian tersendiri agar pulau Bangka dan Belitung diserahkan untuk Inggris. Dalam perjalanan pulang ke Betawi lewat Mentok oleh Gillespie, kedua pulau itu diresmikan menjadi yang dijajah Inggris dengan diberi nama “Duke of Island” (20 Mei 1812).

Kembali menjadi yang dijajah Belanda

Yang belakang sekali atas dasar Konvensi London tanggal 13 Agustus 1814, Belanda menerima kembali dari Inggris daerah-daerah yang pernah direbutnya pada tahun 1803 sebelum Napoleon menyerbu Belanda di Eropa, termasuk beberapa kawasan Kesultanan Palembang. Serah terima dilakukan sela M.H. Court (Inggris) dengan K. Heynes (Belanda) di Mentok pada tanggal 10 Desember 1816.

Kecurangan-kecurangan, pemerasan-pemerasan, pengurasan dan pengangkutan hasil timah yang tak menentu, yang dilakukan oleh VOC dan Inggris (EIC) akhir-akhirnya sampailah pada situasi hilangnya kesabaran rakyat. Lebih-lebih sesudah kembali untuk Belanda, yang mulai menggali timah secara besar-besaran dan sama sekali tak memikirkan nasib pribumi. Perang gerilya yang dilakukan di Musi Rawas sebagai melawan Belanda, juga sudah membangkitkan semangat perlawanan rakyat di Pulau Bangka dan Belitung.

Maka pecahlah pemberontakan-pemberontakan, selama bertahun-tahun rakyat Bangka menyelenggarakan perlawanan, berjuang mati-matian sebagai mengusir Belanda dari kawasannya, di bawah pimpinan Depati Merawang, Depati Amir, Depati Bahrin, dan Tikal serta lainnya.

Yang belakang sekali istri Mahmud Badaruddin yang karena tak serasi berdiam di Palembang diperkenankan suaminya menetap di Bangka dimana diistilahkan bahwa istri Sultan Mahmud ini adalah anak dari Wan Abduljabar. Sejarah menyebutkan bahwa Wan Abduljabar adalah putra kedua dari Abdulhayat seorang kepercayaan Sultan Johor sebagai pemerintahan di Siantan, Abdulhayat ini semula adalah seorang pejabat tinggi kerajaan Tiongkok bernama Lim Tau Kian, yang karena berselisih ajaran lalu melarikan diri ke Johor dan mendapat perlindungan dari Sultan. Beliau yang belakang sekali masuk agama Islam dengan sebutan Abdulhayat, karena keahliannya dinaikkan oleh Sultan Johor menjadi kepala Negeri di Siantan.


edunitas.com


Page 25

Pulau Banyak adalah sebuah kepulauan yang terdiri dari 63 pulau agung dan kecil yang terletak di sebelah barat pulau Sumatera berjauhan 26 mil laut lepas pantai Singkil[1]. Kepulauan ini terletak pada koordinat 97°3'40" BT - 97°27'58" BT dan 1°58'25" LU - 2°22'25" LU[2]. Pulau Banyak ada lapang daratan sebesar 135 km2 dan laut seluas 200.000 ha[3].

Wilayah

Pulau Banyak terdiri dari 63 pulau agung dan kecil. Pulau terbesarnya adalah Pulau Tuangku disusul Pulau Bangkaru, Pulau Ujung Batu dan Pulau Palambak Besar. Selain itu juga terdapat Pulau Balai, Pulau Baguk, Pulau Palambak Kecil, Pulau Sikandang dan lain-lain[4].

Pulau Banyak dibagi dalam dua kecamatan yaitu[5]:

Warga

Berlandaskan data statistik tahun 2006, jumlah warga Pulau Banyak berjumlah 5.926 jiwa dengan kepadatan 46,4 jiwa/km2. Warga paling banyak terdapat di desa Pulau Balai (1.432 jiwa) dan paling sedikit di desa Suka Makmur (146 jiwa)[6].

Di Pulau Banyak terdapat 3 suku yaitu Suku Aneuk Jamee, Suku Haloban dan Suku Nias. Suku Aneuk Jamee mendiami 3 desa di Kecamatan Pulau Banyak, yaitu desa Pulau Balai, Pulau Baguk dan Teluk Nibung. Suku Haloban mendiami 2 desa di kecamatan Pulau Banyak Barat yaitu desa Haloban dan Asantola. Sedangkan Suku Nias mendiami 2 desa di Pulau Banyak Barat yaitu desa Ujung Sialit dan Suka Makmur.[7]

Bahasa

Terdapat 3 bahasa yang dituturkan di kepulauan ini yaitu Bahasa Aneuk Jamee, Bahasa Haloban dan Bahasa Nias. Bahasa Aneuk Jamee dituturkan oleh suku Aneuk Jamee. Selain itu bahasa ini adalah lingua franca untuk ketiga etnis di kepulauan ini selain Bahasa Indonesia. Bahasa Haloban dituturkan oleh suku Haloban sedangkan bahasa Nias dituturkan oleh suku Nias.[8]

Agama

Mayoritas agama yang dianut oleh warga Pulau Banyak adalah agama Islam. Agama Islam dianut oleh suku Aneuk Jamee, suku Haloban dan Suku Nias di desa Suka Makmur. Selain agama Islam juga terdapat agama Kristen yang dianut oleh suku Nias yang terdapat di desa Ujung Sialit.[9]

Lihat Pula

  • Pulau Banyak
  • Pulau Banyak Barat
  • Aceh Singkil
  • Suku Aneuk Jamee
  • Suku Haloban

Referensi

Tautan luar


edunitas.com


Page 26

Pulau Banyak adalah sebuah kepulauan yang terdiri dari 63 pulau agung dan kecil yang terletak di sebelah barat pulau Sumatera berjauhan 26 mil laut lepas pantai Singkil[1]. Kepulauan ini terletak pada koordinat 97°3'40" BT - 97°27'58" BT dan 1°58'25" LU - 2°22'25" LU[2]. Pulau Banyak ada lapang daratan sebesar 135 kilometer2 dan laut seluas 200.000 ha[3].

Wilayah

Pulau Banyak terdiri dari 63 pulau agung dan kecil. Pulau terbesarnya adalah Pulau Tuangku disusul Pulau Bangkaru, Pulau Ujung Batu dan Pulau Palambak Besar. Selain itu juga terdapat Pulau Balai, Pulau Baguk, Pulau Palambak Kecil, Pulau Sikandang dan lain-lain[4].

Pulau Banyak dibagi dalam dua kecamatan yaitu[5]:

Warga

Berlandaskan data statistik tahun 2006, jumlah warga Pulau Banyak berjumlah 5.926 jiwa dengan kepadatan 46,4 jiwa/km2. Warga paling banyak terdapat di desa Pulau Balai (1.432 jiwa) dan paling sedikit di desa Suka Makmur (146 jiwa)[6].

Di Pulau Banyak terdapat 3 suku yaitu Suku Aneuk Jamee, Suku Haloban dan Suku Nias. Suku Aneuk Jamee mendiami 3 desa di Kecamatan Pulau Banyak, yaitu desa Pulau Balai, Pulau Baguk dan Teluk Nibung. Suku Haloban mendiami 2 desa di kecamatan Pulau Banyak Barat yaitu desa Haloban dan Asantola. Sedangkan Suku Nias mendiami 2 desa di Pulau Banyak Barat yaitu desa Ujung Sialit dan Suka Makmur.[7]

Bahasa

Terdapat 3 bahasa yang dituturkan di kepulauan ini yaitu Bahasa Aneuk Jamee, Bahasa Haloban dan Bahasa Nias. Bahasa Aneuk Jamee dituturkan oleh suku Aneuk Jamee. Selain itu bahasa ini adalah lingua franca untuk ketiga etnis di kepulauan ini selain Bahasa Indonesia. Bahasa Haloban dituturkan oleh suku Haloban sedangkan bahasa Nias dituturkan oleh suku Nias.[8]

Agama

Mayoritas agama yang dianut oleh warga Pulau Banyak adalah agama Islam. Agama Islam dianut oleh suku Aneuk Jamee, suku Haloban dan Suku Nias di desa Suka Makmur. Selain agama Islam juga terdapat agama Kristen yang dianut oleh suku Nias yang terdapat di desa Ujung Sialit.[9]

Lihat Pula

  • Pulau Banyak
  • Pulau Banyak Barat
  • Aceh Singkil
  • Suku Aneuk Jamee
  • Suku Haloban

Referensi

Tautan luar


edunitas.com