Mengapa pembangunan di bantaran sungai dapat menyebabkan terjadinya banjir

Kapanlagi.com - Bencana banjir menjadi salah satu bencana yang cukup sering terjadi di berbagai wilayah termasuk Indonesia. Bencana alam ini sering kali terjadi pada dataran rendah dan rentan terkena banjir seperti tempat tinggal dekat air serta gangguan pada drainase. Namun ternyata penyebab banjir bisa berasal dari hal sederhana yang tidak disadari banyak orang.

Banjir merupakan bencana alam yang terjadi saat air meluap menuju dataran hingga merendam wilayah penduduk. Meluapnya air menuju wilayah dataran ini bisa terjadi karena beberapa faktor seperti tidak cukupnya aliran air menampung debit atau kapasitasnya mulai dari sungai, waduk, danau, ataupun aliran air lainnya.

Kondisi ini bukan saja terjadi pada wilayah yang dekat dengan aliran air melainkan juga kini mulai menyerang wilayah perkotaan padat. Sama halnya dengan bencana alam pada umumnya, banjir menyebabkan beragam kerusakan dan dampak buruk bagi kehidupan. Meski erat kaitannya dengan alam, namun penyebab banjir bukan saja terjadi karena faktor alam.

Sebab sejumlah perilaku manusia juga bisa menjadi penyebab banjir yang perlu disadari sedini mungkin. Beberapa penyebab banjir tersebut bisa berasal dari hal sederhana salah satunya membuang sampah di sungai. Namun ada beragam penyebab banjir yang juga perlu dipahami.

Adapun penyebab banjir tersebut terdapat dalam beberapa poin di bawah ini. Untuk lebih lengkapnya simak ulasan berikut mengenai penyebab banjir yang dirangkum dari berbagai sumber.

 

(credit: freepik.com)

Penyebab banjir yang pertama adalah karena curah hujan yang tinggi. Curah hujan tinggi ini menjadi penyebab umum dan utama banjir yang kerap terjadi. Saat mengalami curah hujan tinggi debit air akan meningkat dan menyebabkan beragam genangan termasuk penampungan air yang tidak cukup menyerap serta menyimpan air hujan.

Akibatnya air tersebut akan meluap dan menyebabkan banjir yang merendam dataran serta pemukiman. Terlebih potensi banjir akan lebih meningkat jika hujan deras terjadi dalam waktu lama dengan kondisi daerah resapan air yang rendah.

(credit: freepik.com)

Penyebab banjir selanjutnya dapat terjadi karena aktivitas penebangan liar sebagai akibat dari perilaku tidak tepat manusia. Dalam hal ini hutan berfungsi sebagai daerah resapan air yang terjadi akibat curah hujan tinggi. Jika daerah resapan air tersebut dirusak otomatis dapat menimbulkan beragam bencana termasuk banjir dan tanah longsor.

Sebab saat hutan di tebang, air hujan tidak dapat meresap secara sepenuhnya hingga berisiko menyebabkan banjir. Untuk itulah menjaga kelestarian hutan perlu dilakukan demi mencegah berbagai bencana termasuk banjir.

Penyebab banjir selanjutnya juga bisa terjadi karena aktivitas tidak disiplin manusia saat membuang sampah. Membuang sampah sembarangan terutama pada aliran sungai bisa berpotensi menyebabkan banjir. Kondisi ini dapat terjadi karena sampah akan menyebabkan aliran sungai jadi terhambat hingga memicu terjadinya banjir.

Terlebih jika sampah tersebut merupakan sampah plastik yang sulit untuk terurai serta dapat menyumbat aliran sungai. Akibatnya air akan meluap dengan mudah karena aliran yang tersumbat. Membuang sampah sembarangan juga berpotensi mencemari lingkungan dan berdampak pada seluruh kehidupan.

(credit: freepik.com)

Penyebab banjir juga bisa terjadi karena pembangunan pemukiman di bantaran sungai. Kondisi ini menyebabkan daerah sungai menjadi menyempit hingga berpotensi menyebabkan banjir. Penyempitan bisa saja terjadi karena amblesnya bangunan hingga menutup aliran sungai seperti melansir dari merdeka.com. Selain itu tidak tertatanya pemukiman di bantaran sungai ini berisiko menyebabkan pendangkalan sungai yang terjadi akibat aktivitas membuang sampah sembarangan.

Penyebab banjir selanjutnya dapat berisiko pada wilayah dataran yang rendah. Selain curah hujan tinggi, faktor dataran juga bisa menyebabkan terjadinya banjir yang merendam daerah pemukiman. Salah satunya sering terjadi pada lokasi dataran rendah yang perlu diwaspadai jika kalian termasuk tinggal pada daerah tersebut. Melansir dari liputan6.com, saat air hujan turun dari dataran tinggi akan menyebabkan wilayah dataran rendah berpotensi terendam.

(credit: pixabay.com)

Penyebab banjir juga bisa terjadi karena penampungan sungai yang kecil sehingga ketika terjadi peningkatan volume air akan menyebabkan meluapnya air tersebut menuju wilayah pemukiman. Akibatnya pemukiman akan terendam atau bisa disebut terjadi banjir. Selain itu kondisi ini mungkin bisa berdampak lebih besar jika terjadi pada lokasi yang lebih tinggi karena berpotensi merusak wilayah di bawahnya.

Penyebab banjir selanjutnya juga berpotensi terjadi karena pengaturan drainase yang tidak tepat. Dalam hal ini drainase merupakan salah satu infrastruktur penting untuk mencegah banjir terutama pada wilayah perkotaan. Namun pengaturan drainase yang tidak tepat tanpa mempertimbangkan amdal bisa menyebabkan risiko banjir wilayah tersebut. Hal inilah yang perlu dipertimbangkan kembali untuk mencegah banjir yang mungkin berisiko karena pengaturan drainase yang tidak sesuai.

(credit: pixabay.com)

Tanah yang tidak mampu menyerap air secara maksimal juga bisa berpotensi menyebabkan terjadinya banjir. Kondisi ini bisa terjadi karena wilayah tanah yang harusnya digunakan untuk meresap air justru dibangun sebuah bangunan yang membuat lahan terbuka hijau semakin berkurang.

Akibatnya risiko banjir mungkin bisa dialami karena air yang tidak meresap secara maksimal. Dalam hal ini air akan masuk menuju saluran sungai, danau, selokan. Saat saluran air tidak mampu menampung volume air bisa menyebabkan air meluap dan merendam daratan.

(credit: freepik.com)

Penyebab banjir juga bisa terjadi karena pemakaian air tanah yang tinggi. Kondisi ini bisa terjadi karena jumlah air tanah yang berkurang hingga sebabkan permukaan tanah menurun dan berisiko terjadi banjir. Banjir yang disebabkan oleh pemakaian air tanah yang tinggi biasanya terjadi pada wilayah perkotaan yang memiliki mobilitas sama tingginya serta pembangunan yang besar.

Nah itulah 9 penyebab banjir yang terjadi karena faktor alam dan manusia, sadari mulai sekarang. Beberapa pencegahan banjir seperti membuat sumur resapan, membuang sampah pada tempatnya, serta menanam pohon bisa dilakukan guna mencegah banjir yang terjadi.

Sumber: Liputan6.com dan Merdeka.com

Yuk Baca Artikel Lainnya

Hampir setiap minggu, berita mengenai bencana banjir di Indonesia selalu muncul di media cetak maupun elektronik. Di empat bulan pertama tahun 2019 saja sudah terdapat beberapa kejadian banjir bandang yang terjadi di seluruh Indonesia, termasuk banjir dan longsor di Provinsi Sulawesi Selatan, Papua, dan yang terbaru adalah banjir dan longsor di Bengkulu.

Menurut analisis Aqueduct Global Flood Analyzer, Indonesia adalah negara dengan jumlah populasi terdampak bencana banjir terbesar ke-6 di dunia, yakni sekitar 640.000 orang setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi di Indonesia dengan 464 kejadian banjir setiap tahunnya. Banjir yang disertai longsor menjadi bencana ke-6 yang paling sering terjadi di Indonesia dengan 32 kejadian setiap tahunnya. Ada tiga faktor utama penyebab banjir dan longsor yang paling banyak disoroti, yaitu berkurangnya tutupan pohon, cuaca ekstrem, dan kondisi topografis Daerah Aliran Sungai (DAS).

Berkurangnya Tutupan Pohon

Tutupan pohon berperan sangat penting dalam menjaga keseimbangan hidrologis suatu DAS. Dengan terjaganya tutupan pohon, tanah mampu terus meresap air. Hal ini karena tingginya kandungan bahan organik yang membuat tanah menjadi gembur serta pengaruh akar yang membuat air lebih mudah diresap ke dalam tanah. Ketika tutupan pohon berkurang, keseimbangan hidrologis lingkungan sekitarnya juga akan mudah terganggu. Air hujan yang turun akan sulit diresap oleh tanah dan lebih banyak menjadi aliran air di permukaan. Sebagai contoh, hasil analisis dari Global Forest Watch (GFW) mengindikasikan kehilangan 887 ha tutupan pohon di pegunungan Cyclop, Papua, pada periode 2001-2018, yang berdampak pada banjir di Distrik Waibu, Sentani, dan Sentani Timur.

Hasil analisis GFW juga mengindikasikan berkurangnya tutupan pohon di DAS Jeneberang (Provinsi Sulawesi Selatan) dan DAS Bengkulu (Provinsi Bengkulu) masing-masing sebesar 1.990 dan 11.400 ha pada periode yang sama. Kegiatan perambahan hutan dan penambangan liar yang marak telah menyebabkan kerusakan DAS di hulu sungai, yang memperbesar risiko terjadinya banjir dan longsor. Satu hal yang harus digarisbawahi di sini adalah berkurangnya tutupan pohon merupakan salah satu penyebab terjadinya banjir dan longsor, namun bukan merupakan faktor tunggal terjadinya bencana tersebut. Faktor lain juga berpengaruh terhadap terjadinya bencana ini seperti cuaca ekstrem dan kondisi topografis wilayah.

Cuaca Ekstrem

Curah hujan dengan intensitas yang tinggi (umumnya melebihi 100 mm per hari) dan dalam waktu yang cukup lama kerap kali berkontribusi terhadap terjadinya banjir di Indonesia. Curah hujan sebesar 248,5 mm, 110-197 mm, dan 182-289 mm tercatat per hari masing-masing di Kabupaten Jayapura Papua, Sulawesi Selatan, dan Bengkulu pada saat terjadinya banjir dan longsor di daerah tersebut.

Fenomena Osilasi Madden-Julian (OMJ), sebuah fenomena alam yang secara ilmiah mampu meningkatkan suplai massa udara basah yang mampu menyebabkan tingginya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia, menjadi penyebab terjadinya cuaca ekstrem di Sulawesi Selatan dan Bengkulu. Sementara itu, pertemuan aliran udara dan pertumbuhan awan akibat sistem pola tekanan rendah di utara Papua dinilai menjadi penyebab tingginya curah hujan di Papua.

Kondisi Topografis

Bencana banjir juga banyak dipengaruhi oleh kondisi topografis wilayah atau kemiringan lereng. Sebagai contoh, di Kabupaten Jayapura, curamnya lereng di pegunungan Cyclop yang didominasi oleh kemiringan lereng sangat curam (>40%) berkontribusi besar pada terjadinya banjir bandang di wilayah ini. Semakin curam suatu lereng, kecepatan aliran akan semakin cepat dan akan meningkatkan daya rusak saat terjadi banjir bandang.

Kondisi topografis yang didominasi oleh kelerengan sangat curam juga akan berpengaruh terhadap terbentuknya bendung alami. Bendung alami terjadi karena adanya longsoran pada celah sempit di antara dua bukit yang menghambat aliran air, sehingga air tertahan sampai pada batas volume tertentu. Ketika bendung alami tidak kuat lagi menahan volume air yang ada, maka air akan dilepaskan dengan membawa material yang dilewatinya seperti tanah, pepohonan, dan bebatuan.

Kondisi topografis wilayah juga tentunya berpengaruh terhadap terjadinya banjir di Sulawesi Selatan dan Bengkulu, akan tetapi karena kemiringan lereng kedua DAS tersebut didominasi oleh datar (0-8%) sampai curam (25-40%), pengaruhnya akan lebih sedikit jika dibandingkan dengan kondisi topografis pegunungan Cyclop yang didominasi lereng sangat curam (>40%).

Upaya Mitigasi dan Adaptasi Menghadapi Banjir

Beberapa upaya dapat dilakukan untuk mengurangi risiko banjir dan longsor, salah satunya dengan mempertahankan dan menambah tutupan pohon di wilayah DAS agar fungsi hutan kembali menjadi penyimpan air yang efektif. Kita juga perlu memantau ancaman kegiatan penebangan pohon dari perambahan dan pertambangan di wilayah DAS. Platform seperti Global Forest Watch dapat memantau kehilangan tutupan pohon mingguan sehingga dapat mengidentifikasi indikasi deforestasi secara cepat dan upaya mitigasi dapat dilakukan oleh pihak terkait. Rehabilitasi hutan dan lahan kritis dalam penanganan banjir juga telah menjadi prioritas untuk pemerintah.

Kita juga perlu mengelola risiko banjir dan longsor yang diakibatkan kondisi alam yang sulit kita ubah. Salah satu upaya adapatasi adalah pengembangan sistem peringatan dini banjir, dan saat ini prototipenya telah dikembangkan oleh pemerintah, akademisi, dan swasta, seperti Jakarta Flood Early Warning System dan PetaBencana.id.

Badan Informasi Geospasial (BIG), BMKG, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga telah menyusun peta rawan banjir, tapi terbatas untuk beberapa kabupaten/kota di Pulau Jawa di tahun 2017. BNPB, BIG, BMKG, PUPR, dan Pemerintah Daerah perlu menyusun peta rawan banjir dan longsor secara reguler dan menyiapkan strategi adaptasi komprehensif yang sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.

Sebagai contoh, BNPB dan BIG dapat menyusun peta risiko bencana banjir di tingkat DAS yang dapat diperbaharui setiap kali data curah hujan BMKG diterima. Dengan demikian, jika tingkat curah hujan melewati batas risiko banjir, BNPB dan Pemerintah Daerah dapat memberikan peringatan dini kepada penduduk sekitar lebih cepat dari sebelumnya untuk mencegah banyaknya korban jiwa.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA