Mengapa pada masa kerajaan Islam kesenian patung lukisan dan seni ukir mengalami kemunduran?

KOMPAS.com - Pada perkembangan budaya Islam di Indonesia, terjadi akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam dalam berbagai bentuk, antara lain seni bangunan, seni ukir atau seni pahat, kesenian, seni sastra dan kalender.

Tahukah kamu bentuk akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam di bidang seni ukir atau seni pahat?

Akulturasi budaya Islam seni ukir

Mengutip Sumber Belajar Kemdikbud RI, pada masa perkembangan Islam di zaman madya, seni patung kurang mengalami perkembangan tetapi seni ukir atau seni pahat yang berkembang pesat.

Faktor penyebabnyanya adalah adanya ajaran Islam bahwa seni ukir, seni patung dan seni lukis makhluk hidup (hewan dan manusia) tidak diperbolehkan. Ajaran tersebut ditaati masyarakat muslim di Indonesia.

Meski seni patung untuk menggambarkan makhluk hidup secara nyata tidak diperbolehkan tetapi seni pahat atau seni ukir terus berkembang.

Baca juga: Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam

Maka, bentuk seni yang berkembang sebagai bentuk akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam adalah:

  • seni hias berupa seni ukir atau seni pahat: para seniman mengembangkan dengan motif daun-daunan dan bunga-bungaan, seperti yang telah dikembangkan sebelumnya.
  • seni hias dengan huruf Arab yang disebut kaligrafi.
  • kreasi baru yaitu bila ingin melukiskan makhluk hidup dilakukan dengan menyamarkan wujud makhluk hidup (binatang atau manusia) dengan berbagai hiasan.

Di Indonesia terdapat banyak bangunan-bangunan Islam berhiaskan berbagai motif ukir-ukiran yang terletak pada pintu atau tiang di bangunan keraton, masjid, gapura atau pintu gerbang.

Pada masa ini juga dikembangkan seni hias seni ukir dengan bentuk tulisan Arab yang dipadukan dengan ragam hias lain. Termasuk seni kaligrafi dengan bentuk orang, binatang atau wayang.

Baca juga: Perkembangan Islam di Indonesia

Contoh seni ukir akulturasi budaya Islam

Berikut ini contoh bentuk akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam di bidang seni ukir:

  • kompleks Masjid Mantingan, Jepara, Jawa Tengah
  • ukiran di mimbar Masjid Gelgel, Klungkung, Bali

Mengutip Sejarah Perkembangan Seni Ukir di Jepara (1985) karya Agus Dono Karmadi dan M Soenjata Kartadarmadja, pada zaman kerajaan-kerajaan Islam, yang pertama di Jawa yang berpusat di Demak, Jepara juga merupakan kota pelabuhan terkemuka.

Latar belakang tradisi ukir di Jepara terlihat dari salah satu peninggalan sejarah bernilai arkeologis, yaitu Masjid dan pemakaman Mantingan. Masjid Mantingan didirikan pada masa kejayaan Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat yang memerintah Jepara.

Berdirinya Masjid Mantingan kemungkinan bersamaan dengan tumbuhnya seni ukir di Jepara. Faktor pendorong tumbuhnya seni ukir dan seni bangunan Islam di Jepara adalah akulturasi kebudayaan pra Islam dan budaya Islam.

Mengapa pada masa kerajaan Islam kesenian patung lukisan dan seni ukir mengalami kemunduran?
Kemdikbud Ukiran relief di Masjid Mantingan di Jepara, Jawa Tengah, bukti akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam di Indonesia.

Baca juga: Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam Seni Bangunan

Masjid Mantingan Jepara dibangun pada 1481 Saka atau 1559 Masehi. Kompleks Masjid Mantingan mempunyai luas sekitar 7 hektar yang terdiri dari bangunan masjid, makam dan museum.

Di bangunan tersebut ditemukan banyak hiasan-hiasan dinding berupa ukiran batu putih yang sangat halus dan indah. Terdapat peninggalan seni ukir di Masjid Mantingan yang bernilai cukup tinggi.

Masjid Mantingan Jepara menjadi bukti akulturasi antara budaya pra-Islam (Hindu-Budha dan China) dengan budaya Islam, karena mempunyai:

  • seni pahat berupa relief-relief yang menempel di dinding masjid berjumlah 114 relief. Menjadikan Masjid Mantingan sebagai satu-satunya masjid yang mempunyai relief, seperti bangunan candi.
  • bentuk mustaka dan atap tumpang masjid merupakan corak Hindu Majapahit.
  • bentuk barongsai pada relief yang digayakan (stilisasi) menunjukkan pengaruh China.

Hiasan-hiasan di kompleks masjid dan makam Mantingan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

  • hiasan bercorak flora: sulur-suuran atau tumbuhan menjalar dan bunga teratai.
  • motif geometris atau motif slimpetan (saling bersilangan).
  • motf binatang yang disamarkan (distilir atau distilisasi).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Mengapa pada masa kerajaan Islam kesenian patung lukisan dan seni ukir mengalami kemunduran?

mutmainnahiin030 mutmainnahiin030

Jawaban:

A. Adanya larangan agama Islam untuk menggambar atau membuat objek menyerupai binatang/manusia

Jawaban yang tepat dari pertanyaan diatas adalah A.

Untuk lebih jelasnya, yuk pahami penjelasan berikut:

Bersamaan dengan masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia, berkembang pula kebudayaan Islam. Dengan berkembangnya Islam di Indonesia telah menambah khasanah budaya Indonesia serta ikut memberikan dan menentukan corak kebudayaan bangsa Indonesia. Unsur kebudayaan Islam tersebut lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan Indonesia sehingga menghasilkan akulturasi kebudayaan Islam dan Pra-Islam.

Pada masa perkembangan Islam zaman madya, berkembang ajaran bahwa seni ukir, patung, dan melukis makhluk hidup apalagi manusia secara nyata tidak diperbolehkan. Di Indonesia ajaran tersebut ditaati dan hal tersebut menyebabkan seni patung di Indonesia pada zaman madya kurang dapat berkembang. Meskipun seni patung untuk menggambarkan makhluk hidup secara nyata tidak diperbolehkan, seni pahat atau seni ukir terus berkembang. Para seniman tidak ragu-ragu mengembangkan seni hias dan seni ukir dengan motif daun dan bunga seperti yang telah dikembangkan sebelumnya. Selanjutnya, muncul kreasi baru, yaitu apabila terpaksa ingin melukiskan makhluk hidup disamarkan dengan berbagai hiasan, sehingga tidak lagi jelas-jelas berwujud binatang atau manusia.