Mengapa komunis disebut bahaya laten

Berikan 1 contoh proses aamilasi yang di alami oleh Aris dan rikoberikan

percayakah engkau bila perjanjian sabdo palon dan syeh subakir 500 tahun dia akan datang bersama satrio piningit? bila jatuh tahun 2022.​

Huraikan kesan terhadap negara sekiranya tindakan mencabar perlembagaan tidak ditangani dengan sebaiknya. Gunakan pengetahuan sejarah dan pengetahuan … am anda. (8 markah)​

jelaskan penggunaan senjata artillery pada perang dunia 1​

Latihan!1. Tentukan jabatan kalimat yang menjadi khobar berikut ini!الفصل واسة2. Tentukan jabatan kalimat yang menjadi Mubtada' berikut ini!الفصل واسي … ة3. Rubahlah kata yang di masuki Hy!اللاهيةلا تتكل في الفصل4. Tentukan jabatan kalimat yang menjadi berikut ini !كان زي ماهرا! اسم التفضيل Rubahlah kata berikut int menjadi .5-bersih = طاهرpanjang طاويل ,​

jelaskan penggunaan senjata artillery pada perang dunia 1​

Sebutkan 10 paparan tentang urusan rakyat dari Otto Iskandar muda pasca Sidang PPKI 2 !​

taukah engkau siapa itu imam mahdi​

kondisi atman yang akan mengalami moksa​

bantu ulangan akhir semester4.perhatikan pernyataan berikut !(1) pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum.(2) pancasila berubah menjadi NASA … KOM ( Nasionalis ,agama,dan komunis).(3) Demokrasi terpimpin cenderung kepemusatan kepuasaan presiden.(4) pengangkatan presiden seumur hidup.(5) DPR hasil pemilu 1955,dibubarkan oleh presiden.penyimpangan pada masa demokrasi terpimpin tahun 1959-1966 ditunjukkan oleh nomor ....a.(1),(2),(3),dan (4)b.(3),(4), dan (5)c.(2),(3),(4),dan (5)d.(1),(2),(3),(4),dan (5)e.(3),(4),(5),dan (1)bantu ulangan akhir semester smk.mapel.sejarah​

Liputan6.com, Jakarta - Bahaya laten Komunis? Itu dulu. Sekarang Indonesia menghadapi bahaya laten Islamis. Kaum komunis beserta ideologi komunisme di Indonesia sudah menjadi "hantu kuburan" yang sulit dan mustahil bangkit lagi. Bukan hanya di Indonesia, di berbagai belahan dunia, komunisme juga semakin menjadi "barang rongsokan" yang sepi peminat dan miskin pengikut. Mungkin hanya Korea Utara yang masih "bernostalgia" dengan komunisme.

Selebihnya, tidak ada negara dan masyarakat yang melirik dengan komunisme. Kuba sudah kapok menjadi rezim komunis yang terisolir, yang hanya mengakibatkan keterpurukan warga. Republik Rakyat China (PRC) kini sudah menjelma menjadi "negara gado-gado": setengah komunis, setengah kapitalis.

Sementara Uni Soviet (USSR) sebagai "kampiun dan produser komunisme" sudah menjadi "mendiang" dan hancur berkeping-keping sejak akhir 1980-an, pecah menjadi puluhan negara kecil. Rusia, sebagai pewaris almarhum Soviet, sudah menjadi negara multi-partai. Partai Komunis tidak lagi dominan dan hegemonik.

Rusia kini berbentuk negara federasi dan republik semi-presidensial. Rusia bukanlah Soviet yang bertumpu pada komunisme, tetapi sudah berubah menjadi negara kapitalis yang bertumpu pada kekuataan pasar. Pula, Rusia dewasa ini adalah sebuah "negara agamis" di mana Kristen Ortodoks Rusia menjadi pilar utamanya.

Karena itu, jika di Indonesia dewasa ini masih ada sejumlah tokoh dan sekelompok politik-agama yang mendakwahkan, mengkampanyekan, dan mempropagandakan "bahaya laten komunis" sungguh seperti orang yang sedang bermimpi di siang bolong, yang patut diwaspadai motivasi dan tujuannya.

Tentu saja ini bukan berarti bahwa negara dan masyarakat di Indonesia tidak perlu mewaspadai komunis, yang melalui PKI, pernah melakukan tindakan makar dan mencoba mengganti ideologi Pancasila. Waspada tetap perlu. Tetapi dalam konteks Indonesia dewasa ini, menggemakan "bahaya laten komunis" adalah tindakan berlebihan yang tidak memiliki dasar valid, argumen kuat, dan data akurat.

***

Sebaliknya, yang jelas-jelas nyata di depan mata dan menjadi tantangan utama pemerintah dan masyarakat Indonesia saat ini adalah kelompok Islamis. Harap dibedakan antara kelompok Islam dan kelompok Islamis.

Kelompok Islam adalah kaum Muslim yang sangat warna-warni di dunia ini: mazhab, ormas, pemikiran keagamaan, pandangan keislaman, praktik ritual, ekspresi budaya, dan seterusnya.

Sementara kelompok Islamis adalah sekelompok umat Islam yang sangat politis, serta memiliki tujuan dan cita-cita kuat mendirikan sebuah sistem politik-kekuasaan dan pemerintahan, yang mereka klaim berbasis pada ajaran, doktrin, aturan, dan hukum Islam.

Kaum Islamis adalah kelompok Muslim yang memiliki ambisi kuat mendirikan, klaim mereka, "Negara Islam" atau sistem pemerintahan Islam. Dengan demikian, kaum Islamis adalah kaum yang berpaham atau berideologi Islamisme, yakni sebuah gerakan agama-politik fundamentalis-konservatif yang bertujuan mendirikan sebuah sistem politik-pemerintahan berdasar pada "ajaran Islam".

Islamisme juga berarti sebuah gerakan agama-politik guna mentransformasi sistem dan bentuk pemerintahan yang ada di kalangan umat Islam, yang dianggap "belum Islami" menjadi sebuah pemerintahan yang "lebih Islami". Tentu saja kata "Islami" ini menurut standar, kriteria, dan ketentuan yang sudah disepakati oleh kelompok Islamis tadi.

Penting juga dicatat bahwa masing-masing kelompok Islamis memiliki "standar ideal", yang berlainan tentang apa yang disebut sebagai negara/pemerintahan "Islami". Misalnya, Islami menurut ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) belum tentu Islami menurut Hizbut Tahrir. Begitu seterusnya.

Untuk mencapai tujuan pendirian "negara/pemerintahan Islam" ini, ada kelompok Islamis yang memakai "jalur damai" dan menggunakan "kekerasan minimal", tetapi ada pula yang memakai jalan kekerasan, ekstremisme, dan terorisme.

Sejumlah kelompok teroris seperti Al-Qaidah (Afganistan), ISIS (Irak-Suriah), Jabhat al-Nusra (Suriah), Bako Haram (Nigeria), Jama’ah Islamiyah (Indonesia/Asia Tenggara), Islamic Salvation Front (Aljazair), Ansar al-Sharia (Libya), Abu Sayyaf Group (Filipina), dlsb adalah contoh dari kelompok Islamis-teroris yang menggunakan cara-cara kekerasan dan terorisme untuk mewujudkan impian dan ambisi politiknya mendirikan "Negara Islam".

Menurut Oxford Dictionary, terorisme adalah "the unlawful use of violence, especially against civilians, in the pursuit of political aims." Kaum teroris, apapun afiliasi politik dan agamanya, menggunakan berbagai macam strategi, taktik, dan cara kekerasan dan ekstremisme (penyanderaan, intimidasi, penyerangan, pengeboman, dsb) demi merealisasikan tujuan-tujuan politiknya (simak studi Randall Law, Terrorism: A History atau Mark Juergensmeyer, Teror in the Mind of God: The Global Rise of Religious Violence).

Strategi dan taktik yang sama juga dilakukan oleh kelompok Islamis-teroris di berbagai belahan dunia: Irak, Suriah, Afganistan, Aljazair, Libya, Tunisia, Mesir, Filipina hingga Indonesia.

Terorisme dengan demikian merupakan ancaman global-internasional bukan hanya lokal-regional-nasional. Para aktor terorisme dewasa ini bukan hanya para "pemain lokal" yang amatir, tetapi merupakan jaringan transnasional yang memiliki kontak di berbagai negara. Sebagian merupakan kelompok "teroris profesional" yang memiliki "jam terbang" tinggi.

Di era Internet dan digital sekarang ini, mereka dengan mudah memposting doktrin-doktrin terorisme-jihadisme melalui media sosial dan "grup khusus" di WhatsApp, atau mailing list untuk meyakinkan publik tentang pentingnya "Islamisme", sekaligus guna menggalang atau merekrut massa menjadi "calon-calon martir" dan "kandidat teroris-Islamis".

Untuk meyakinkan sekaligus mencuri hati publik Muslim, mereka juga memposting di media sosial berbagai foto penderitaan atau kekejaman rezim politik (baik rezim Muslim maupun bukan) terhadap umat Islam. Berbagai strategi dan taktik terorisme sejak zaman pra-Internet sampai era digital ini telah dipaparkan dengan baik oleh Bruce Hoffman, direktur Center for the Study of Terrorism and Political Violence, dalam bukunya Inside Terrorism.

Hasil dari "propaganda jihadisme" melalui dunia maya itu lumayan efektif. Terbukti sejumlah teroris seperti Dzhokhar Tsarnaev dan Tamerlan Tsarnaev, para pelaku "Bom Boston" tahun 2013, Salim Mubarok Attamimi yang mengaku sebagai "komandan ISIS" Indonesia (w. 2014), atau yang paling mutakhir Ahmad Syukri, pelaku bom bunuh diri di Kampung Melayu yang tewas belum lama ini, adalah para korban "propaganda digital" jaringan global terorisme.

Sangat menyedihkan menyaksikan sebagian kaum Muslim dan kelompok Islam di Indonesia yang "kesengsem" atau "terpesona" dengan "perjuangan kelompok teroris ISIS.

Padahal, bagi yang melek sejarah politik Arab dan Timur Tengah, mereka akan tahu kalau ISIS tidak lebih sebagai kaum pecundang, teroris kejam, dan ekstremis bengis yang menggunakan atau memanipulasi Islam semata-mata sebagai medium untuk menggapai cita-cita politik-kekuasaan duniawi (simak misalnya kajian-kajian tentang ISIS oleh William McCants, The ISIS Apocalypse; Michael Weiss, ISIS: Inside the Army of Terror; atau Joby Warrick, Black Flag: The Rise of ISIS).

Untuk menanggulangi bahaya laten Islamis-teroris ini, atau guna mengantisipasi dampak buruk Islamisme-terorisme di masa mendatang, pemerintah Indonesia, aparat keamanan, tokoh masyarakat, dan rakyat secara umum perlu bahu-membahu bekerja sama secara intensif-integral. Berbagai strategi, taktik, dan metode baik "hard power" (sepertimelalui “pendekatan militer/keamanan”) maupun "soft power" (seperti melalui dunia pendidikan, kajian-kajian keagamaan, pengajian-pengajian keislsman, dls) perlu diterapkan secara ekstensif.

Senapan mungkin bisa membunuh kaum teroris, tetapi ia tidak mampu membunuh ideologi terorisme. Tetapi sistem pendidikan yang baik, peningkatan kesejahteraan warga, dan penyebaran wacana keagamaan yang toleran, humanis, dan pluralis, pelan tapi pasti bisa menghapus atau minimal mengurangi bahaya laten Islamis-teroris ini.

Masjid-masjid harus digunakan dan dimaksimalkan penggunaannya sebagai medium untuk melawan penyebaran paham Islamisme, radikalisme, dan terorisme yang mulai mewabah di Tanah Air. Para ustaz, dai, khatib, dan pengurus masjid juga harus di-training tentang pentingnya Islam yang ramah dan toleran serta bahaya laten Islamis-teroris bagi kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara di Republik Indonesia tercinta. Wallahu a’lam bi-shawwab.