Mengapa kita tidak boleh mengeksploitasi sumber daya alam dengan berlebihan

Rep: Debbie Sutrisno Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ‎Indonesia memang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah. Ketua The Institute of Esococ Sri Palupi‎ mengatakan kekayaan alam Indonesia mulai dari laut hingga ke hutan, sumber daya alam (SDA) ini semakin banyak dieksplotasi.Namun, menurut dia, banyaknya pemanfaatan dari SDA ini tidak boleh terlalu berlebihan. Sebab pengambilan SDA yang banyak dilakukan di hutan seperti tambang, sawit, karet, dan sumber lainnya bisa saja menghilangkan kebudayaan lokal yang ada di sekitarnya."Kebudayaan Lokal akan semakin tergerus dengan semakin hilangnya hutan yang menjadi magnet bagi sumber daya alam. Karena kebudayaan itu tergantung dari sumber daya alam yang ada di kawasan tersebut," kata dia‎ dalam diskusi 'Perspektif Kebangkitan Bangsa Melalui Politik Sumber Daya Alam' yang diselenggarakan Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Jumat (20/5).Menurut Sri, saat ini pemerintah lebih terlihat dominan untuk mendatangkan dan membiarkan pengusaha lokal melakukan eksploitasi SDA. Namun pemerintah belum konsen untuk menjaga agar kawasan yang memiliki kebudayaan lokal dijauhkan dari tangan asing yang menggerus SDA di sekitarnya.Pemerintah seharusnya lebih banyak memberikan hak kepada warga sekitar untuk melakukan pemanfaatan SDA. Karena saat warga sekitar yang melakukan pemanfaatan, mereka akan memanfaatkan SDA dengan sangat wajar, sehingga tidak merusakan ekosistem yang ada di sekitarnya."Sekarang harus banyak yang diberikan kepada rakyat. Karena ini seperti membayar hutang kepada rakyat selama ini," katanya.Senada, Direktur Komunitas Konservasi Indonesia Warsi Didi Kurniawan menjelaskan, keberpihakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat yang ada di sekitar kawasan SDA masih sangat minim. Dengan percepatan perizinan bagi pemodal asing, maka SDA yang ada di Indonesia semakin cepat hilang.Eksplorasi ini kemudian berdampak pada masyarakat adat yang ada di hutan atau sebuah kawasan eskplorasi. Masyarakat lokal ini terpakasa tersingkirkan dengan keberadaan ekplorasi yang tak mengindahkan keberadaan mereka.

"Jadi wajar kalau ada konflik antara pemerintah dan masyarakat adat. Konflik ini akan terus terjadi kalau mereka tidak diperhatikan. Jadi ke depan perlu ada perubahan yang juga bisa memberikan kesejahteraan untuk masyarakat lokal," kata Didi.

  • eksploitasi sumber daya alam
  • konservasi alam

Mengapa kita tidak boleh mengeksploitasi sumber daya alam dengan berlebihan

Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Beraneka bentuk SDA bisa ditemukan, seperti barang tambang, perikanan, peternakan, air, sampai sumber energi terbarukan. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kita tidak boleh mengeksploitasi barang tambang secara berlebihan.

Salah satu SDA yang paling potensial di Indonesia, yaitu tambang. Banyak sekali sumber bahan tambang yang bisa ditemukan, misalnya perak, emas, tembaga, timah, minyak bumi, batu bara, panas bumi, dan lain sebagainya.

Alasan Mengapa Kita Tidak Boleh Mengeksploitasi Barang Tambang Secara Berlebihan

Mengapa kita tidak boleh mengeksploitasi barang tambang secara berlebihan? Hasil tambang bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di sekitar tempat penambangan. Meskipun begitu, aktivitas penambangan ini tidak lepas dari isu pencemaran lingkungan sebagai dampak dari limbah yang ada.

1. Kebutuhan Masyarakat 

Beberapa jenis barang tambang sudah dimanfaatkan negara untuk mencukupi kebutuhan masyarakat. Contohnya saja, bahan bakar fosil pada batubara digunakan sebagai pembangkit listrik.

Selanjutnya, olahan minyak bumi digunakan sebagai bahan bakar alat transportasi sampai bahan bakar kompor minyak. Sementara itu, para barang tambang potensinya masih begitu besar salah satunya adalah gas alam.

2. Eksplorasi dan Eksploitasi Tambang

Barang tambang bisa dimanfaatkan untuk eksplorasi dan eksploitasi. Agar dapat menemukan lokasi tambang yang tepat, memerlukan perencanaan dan pencarian yang akurat. Maka penambangan dilakukan tidak berakhir sia-sia.

Jika dilihat dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 terkait Minyak dan Gas Bumi, dikatakan bahwa terdapat perbedaan antara eksplorasi dan eksploitasi yang dikaitkan pada barang tambang minyak bumi dan gas. Berdasarkan e-journal Universitas Atma Jaya Yogyakarta, eksplorasi merupakan aktivitas yang bertujuan mendapatkan informasi terkait kondisi geologi.

Hal ini harus dilakukan untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang telah ditentukan. Eksplorasi ini bisa dikerjakan oleh para ahli kompeten untuk memperoleh titik lokasi tambang yang tepat, dengan adanya perkiraan cadangan bahan tambang memadai.

Sementara itu, eksploitasi merupakan serangkaian kegiatan yang berguna untuk menghasilkan minyak dan gas bumi pada wilayah kerja yang ditentukan.

Eksplorasi yang ada pada minyak bumi dan gas terdiri atas pembangunan sarana pengangkutan, pengeboran dan penyelesaian sumur, penyimpanan serta pengolahan. Hal ini harus dilakukan untuk pemisahan dan pemurnian minyak gas bumi di lapangan serta aktivitas lain yang mendukungnya.

Jadi apabila dikaitkan dengan barang tambang jenis lain, maka pengertian ini tidak jauh berbeda. Eksplorasi yang mengarah ke pencarian informasi potensi lokasi penambangan dan jumlah cadangannya. Itu saja beberapa informasi terkait mengapa kita tidak boleh mengeksploitasi barang tambang secara berlebihan.

Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia secara berlebihan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih luas. Kondisi ini semakin pelik, mengingat pelanggaran peruntukan tata ruang di berbagai daerah di Indonesia pun kian masif.

Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (LEM UII) terpantik menggelar kajian keilmuan bertemakan SDA Indonesia: Eksploitasi dan Nasib ke Depannya. Diskusi yang digelar secara daring ini, Jum’at (2/10), menghadirkan narasumber Annisa Nur Lathifah, S.Si., M.Biotech., M.Agr., Ph.D., yang merupakan Dosen Program Studi Teknik Lingkungan UII.

Annisa mengemukakan Indonesia disebut sebagai salah satu negara Mega Biodiversity yang dikaruniai dengan keanekaragaman hayati. Mempunyai 47 jenis ekosistem dimana 17 persen spesises flora fauna dari seluruh dunia Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki lebih dari 10 persen jasad renik dari seluruh dunia serta 940 jenis tanaman obat tradisional.

“Indonesia sangatlah kaya akan ekosistem, seperti ekosistem hutan hujan tropis yang sebagaian besar terletak di Kalimantan, Sumatera, dan Papua, hutan hujan tropis juga sebagai tempat berlindung flora dan fauna yang beraneka ragam,” terang Annisa.

Annisa menyebut, ekosistem laut Indonesia memiliki sejumlah keindahan biota laut yang tersembunyi, susunan biota ini terdiri dari beberapa macam organisme yang memiliki kalsium karbonat pada kulitnya. Terumbu karang juga merupakan rumah bagi hewan laut, dan Indonesia memiliki terumbu karang terbanyak di dunia, yakni 15 persen dari seluruh lautan di bumi.

Ekosistem mangrove menurut Annisa memiliki peran sebagai habitat dari spesies laut dan darat. Selain menjadi habitat bagi burung, serangga dan mamalia, hutan mangrove juga merupakan tempat sumber makanan dan tempat asuhan berbagai biota seperti ikan, udang dan kepiting. “Ekosistem sungai menjadi wadah serta jaringan yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik juga sebagai tempat dimana ikan dapat hidup dan dipanen secara inklusif,” jelasnya.

Lebih lanjut Annisa memaparkan beberapa manfaat dari Biodiversitas. Dinataranya sebagai sumber pangan yang terdiri dari 4000 jenis tanaman dan hewan yang dijadikan makanan, obat, dan produk lain yaitu 250 buah. Tempat berlangsungnya proses ekologis antar makhluk hidup, seperti soil formation, nutrient cycling, water purification. Selain itu, ekosistem juga dijadikanan sebagai tempat rekreasi yang digunakan dengan berbagai aktivitas seperti hiking, fishing, dan camping.

Meskipun Indonesia merupakan negara dengan kawasan hutan terluas ke 8 di dunia dengan kawasan hutan seluas 120,6 juta hektare, atau sekitar 63 persen dari luas semua daratan Indonesia, deforestasi hutan Indonesia menduduki peringkat tertinggi ketiga di dunia pada tahun 2018. Sejak tahun 2015 sekitar 30 persen hutan konservasi rusak akibat perambahan hutan oleh masyarakat.

“Para peneliti mencatat bahwa tingkat kehilangan tutupan pohon di Indonesia telah menurun sebesar 60 persen, selain itu hilangnya hutannya primer di lahan gambut yang terlindungi juga telah turun hingga 88 persen antara tahun 2016 dan 2017,” imbuhnya.

Annisa menyebutkan bahwa luasan padang lamun di kawasan perlindungan laut Indonesia masih terancam, rata rata dari 58 persen menjadi 48 persen pada tahun 2016, dan 61 persen menjadi 55 persen pada tahun 2017. Hal ini dikarenakan faktor dari aktivitas manusia yaitu reklamasi pantai, polusi minyak, penambangan pasir dan karang, kualitas air yang buruk serta pencemaran sampah.

Dengan melakukan restoration merupakan suatu upaya cerdas, melakukan pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagiannya bisa berfungsi kembali. “Perubahan-perubahan yang dilakukan meskipun kecil, tatapi bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan yang sudah mulai berdampak dan kita rasakan, mulailah dari habit kita dengan mengurangi penggunaan kantong plastik dan meminimalisir penggunaan kertas maupun tissue, serta menghemat penggunaan energi dan air,” tuturnya. (HA/RS)